Status Pernikahan Pasangan Remaja 16 Tahun dan Nenek 71 Tahun

UU Perkawinan mensyaratkan batas umur tertentu yang boleh menikah. Remaja OKU yang menikahi nenek itu tidak memenuhi persyaratan.

oleh Ajang Nurdin diperbarui 05 Jul 2017, 13:32 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2017, 13:32 WIB
Status Pernikahan Pasangan Remaja 16 Tahun dan Nenek 71 Tahun
Surat Pernyataan Selamat Riyadi. (Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyesalkan pernikahan di bawah umur yang terjadi di Kecamatan Lengkiti, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Provinsi Sumatera Selatan.

Sebelumnya, dunia maya dihebohkan video pernikahan Rohaya, seorang nenek 71 tahun dengan Selamat Riyadi, remaja pria berusia 16 tahun. Video tersebut menjadi viral dan tersebar berantai melalui berbagai jejaring media sosial dan aplikasi chatting.

"Setelah dicek oleh tim dari Kementerian Sosial, ternyata mereka menikah di bawah tangan sehingga dipastikan tidak memiliki buku nikah. Sesuai dengan perkiraan awal saya, karena kalau menikah melalui Kantor Urusan Agama (KUA) jelas tidak mungkin karena mempelai prianya masih di bawah umur," kata Khofifah dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Rabu (5/7/2017).

Menteri Sosial mengatakan, Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos) kabupaten setempat langsung mendatangi kediaman Selamat dan Rohaya guna mengecek kebenaran informasi tentang pernikahan keduanya.

Dalam surat pernyataan yang dibuat keduanya disebutkan bahwa keduanya melangsungkan pernikahan di Desa Karang Endah secara siri. Adapun yang menikahkan atau menjadi wali Rohaya bernama Ibnu Hajar dengan dua orang saksi masing-masing bernama Komarudin dan Charles.

Khofifah menuturkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, batas perkawinan minimal bagi pria adalah 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Artinya, setiap pria dan wanita yang belum mencapai batasan umur yang ditetapkan tidak boleh melangsungkan perkawinan kecuali atas permohonan keluarga ke pengadilan untuk diizinkan.

Pembatasan ini, lanjut Khofifah, dimaksudkan agar setiap anak mendapatkan perlindungan dalam pemenuhan hak dasarnya terutama hak untuk mendapatkan pendidikan serta agar setiap orang yang akan menikah telah memiliki kematangan berpikir, kematangan jiwa dan kekuatan fisik untuk memenuhi tugas dan kewajiban dalam berumah tangga.

"Dalam UU Perkawinan juga disebutkan bahwa pegawai pencatat pernikahan tidak diperbolehkan melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui antara lain adanya pelanggaran dari ketentuan batas umur minimum pernikahan," tutur Mensos.

Dalam kasus Selamat dan Rohaya, kata Khofifah, bisa jadi Selamat yang masih berstatus anak ini belum matang betul saat harus menyandang status dan tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga.

"Rentang usia terpaut jauh bukan soal, namanya juga jodoh. Tapi ini soal pengantin pria yang masih dikategorikan anak dan masih di bawah umur," imbuhnya.

Khofifah menuturkan, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait persoalan ini agar mengedukasi orangtua dan masyarakat lebih luas lagi sehingga kejadian serupa tidak terulang kembali.

"Dalam UU 35/2014 tentang perubahan atas UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 26 ayat 1 butir C disebutkan, orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak," ujar Mensos.

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya