Potret Merisaukan HIV/AIDS di Jambi

Penderita HIV/AIDS di Jambi, mengalami tren kenaikan. Kebijakan pemerintah dalam menanggulangi penyakit mematikan ini dinilai belum memadai.

oleh Bangun Santoso diperbarui 08 Okt 2017, 23:03 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2017, 23:03 WIB
20151213- Cek Darah Gratis di CFD-Jakarta
Mahasiswa Kedokteran UIN dan Yayasan Angsa Merah mengadakan pemeriksaan HIV/AIDS gratis di kawasan Bundaran HI saat Car Free Day, Jakarta. Kegiatan tersebut dalam rangka memperingati Hari AIDS Sedunia. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jambi - Sekilas tak ada yang terlihat berbeda dari seorang pria, sebut saja namanya Habibie. Warga Kecamatan Jelutung, Kota Jambi, ini beraktivitas seperti yang lainnya. Namun, yang tak diketahui banyak warga, pria 37 tahun ini adalah pengidap HIV. Meski mengidap penyakit mematikan, warga asli Nganjuk, Jawa Timur, ini terlihat tegar menceritakan bagaimana pertama kali mengetahui kabar buruk itu.

"Awalnya, sekitar 10 tahun lalu saya iseng saja melakukan tes HIV. Ternyata benar positif HIV," ujar Habibi, awal Juli 2017.

Mengetahui bahwa ia mengidap HIV membuat Habibie sempat terpukul perasaannya, bahkan depresi. Ia sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Minimnya pengetahuan akan penyakit ini membuatnya minder dan lebih menutup diri dari lingkungan sosial. Menurut Habibie, dorongan keluarga dan orang-orang terdekatnya yang membuatnya mencoba bangkit. Pelan-pelan, ia mencoba memberanikan diri bersosialisasi, mulai dari teman dekat hingga warga di sekitar rumahnya.

Berbekal informasi dari berbagai sumber, Habibie akhirnya menemukan organisasi khusus penyandang HIV/AIDS di Jambi, yakni Yayasan Kanti Sehat Sejati. Melalui yayasan yang berkantor di Kelurahan Lebak Bandung, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi, inilah Habibi mencoba menguatkan para pengidap penyakit HIV/AIDS untuk tetap semangat menjalani hidup. Ia juga aktif sosialisasi kepada masyarakat agar tidak mengucilkan Orang dengan HIV/AIDS atau ODHA.

Habibie adalah satu dari lebih 600 penderita HIV/AIDS di Kota Jambi. Jumlah penderita HIV di kota ini yang terbesar di seluruh Provinsi Jambi, yang jumlah totalnya ditaksir sekitar 2.000 orang. Jumlah sebenarnya ditaksir lebih besar dari itu karena banyak juga yang belum dilaporkan ke Dinas Kesehatan. Yang lebih mengkhawatirkan, tren jumlah penderita HIV/AIDS di provinsi berpenduduk ini 3,4 juta jiwa ini juga cenderung naik.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Peringkat Nasional

Grafik kumulatif HIV/AIDS di Indonesia
Grafik kasus HIV/AIDS 34 provinsi di Indonesia. (Liputan6.com/B Santoso)

Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan RI, hingga tahun 2014 infeksi HIV di Jambi, tercatat 751 kasus. Dalam kurun waktu dua tahun, yakni hingga akhir 2016, jumlah penderitanya bertambah menjadi 1.100 kasus. Sementara, penderita AIDS pada periode sama tercatat 572 orang.

Berdasarkan data tahun 2014 itu, secara nasional Jambi berada di urutan ke-23 dalam soal jumlah penderita HIV/AIDS. Peringkat tersebut naik ke posisi 20 pada 2016 dengan jumlah mencapai 1.672. Dari 10 provinsi di pulau Sumatera, berdasarkan data hingga Desember 2016, Jambi berada di urutan ketujuh. Daerah paling banyak penderita HIV/AIDS-nya di Pulau Sumatera adalah Sumatera Utara, yakni mencapai 16.322 orang. Jumlah penderita HIV paling sedikit adalah Aceh, 597 orang.

Data KPA Provinsi Jambi selama lima tahun terakhir, yakni antara 2011-2016 memperlihatkan ada tren peningkatan dalam jumlah penderita. Pada 2011 tercatat ada 58 kasus (HIV 41 dan AIDS 17). Tahun 2012 ada 64 kasus (HIV 27 dan AIDS 37). Kemudian tahun 2013 ada 48 kasus (HIV 28 dan AIDS 20). Selanjutnya, tahun 2014 tercatat ada 66 kasus (HIV 15 dan AIDS 51). Tahun 2015, 90 kasus (HIV 20 dan AIDS 70). Kemudian pada 2016 tercatat ada 188 kasus (HIV 101 dan AIDS 87).

Manajer Program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Jambi, Ferdi mengatakan, data tersebut merupakan hasil laporan pengecekan di tiap rumah sakit atau puskesmas. Ia menaksir penderita HIV/AIDS di Jambi sebenarnya mencapai lebih dari 2.000 orang. Hanya saja yang melapor atau terdata tak lebih dari 1.600 orang.

"Karena kebanyakan penderita justru enggan mengecek kesehatan mereka sendiri. Ini menjadikan proses pendataan sulit," ujar Ferdi, pertengahan Agustus 2017 lalu.

Menurut Ferdi, baik KPA maupun Dinas Kesehatan Provinsi Jambi biasanya melakukan pendataan dari laporan bulanan rumah sakit atau puskesmas yang membuka layanan HIV/AIDS. Proses pendataan juga melibatkan lembaga pendamping. Sejak ditemukan pertama kali di Jambi pada 1999, korban meninggal akibat HIV/AIDS di Jambi tercatat 224 orang. Besarnya jumlah penderita mendorong Dinas Kesehatan Provinsi Jambi menyatakan HIV/AIDS di daerah ini masuk kategori epidemi.

Faktor Pemicu Penularan

Inveksi HIV/AIDS di Jambi
Grafik infeksi HIV/AIDS di Jambi tahun 2009-2016. (Liputan6.com/B Santoso)

Ada beberapa faktor pemicu penularan HIV/AIDS di Jambi. Menurut Ferdi, faktor terbesar adalah perilaku seks berisiko dengan berganti pasangan (heteroseksual), yang mencapai 44,6 persen. Ia menaksir, dalam satu malam setidaknya sekitar 1.300 orang di Provinsi Jambi melakukan hubungan seks berisiko yang itu berdampak terhadap penularan virus HIV/AIDS.

"Itu estimasi analisis dari penelitian tahun 2009. Mungkin sejak 2015 hingga saat ini sudah meningkat," ujar Ferdi, akhir Mei 2017.

Praktik seks berisiko itu, sekitar 80 persennya terjadi di Kota Jambi. Bagi Ferdi, ini merupakan bagian dari fenomena umum daerah urban. Ekonomi Kota Jambi berdegup lebih kencang dibanding daerah lainnya, dan itu menjadi magnet bagi para urban (pendatang) untuk datang mengadu peruntungan, termasuk mereka yang menjadi pekerja seks. Inilah yang kemudian memicu tumbuhnya tempat hiburan dan menjamurnya prostitusi di lokalisasi. Di lokasisasi itulah tempat hubungan seks yang dianggap paling berisiko menularkan HIV/AIDS.

Faktor penularan terbesar kedua adalah dari penggunaan jarum suntik (injection drug users), yakni 44,2 persen. Penggunaan jarum suntik, menurut Ferdi, banyak dilakukan para pecandu atau pengguna narkotik atau obat terlarang (narkoba). Ini sangat berisiko akan inveksi HIV/AIDS karena penggunaan jarum suntiknya yang tidak steril.

Di luar keduanya, faktor lain yang ikut menyumbang penularan adalah hubungan biseksual mencapai 4,5 persen, homoseksual (hubungan sesama jenis) 4,0 persen. Faktor lainnya, 2,2 persen, adalah perinatal atau masa 28 minggu janin dalam kandungan hingga tujuh hari usai kelahiran. Kemungkinan penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak pada periode ini semakin besar apabila tak ada penanganan serius.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya