Liputan6.com, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengutuk keras penganiayaan siswa oleh seorang guru bernama Ma'in di salah satu SMP di Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung.
"Ini sudah masuk kategori penganiayaan berat, karena tidak sekadar ditampar, tetapi siswa pun dibenturkan kepalanya ke dinding. Diduga akibat benturan tersebut, ananda korban mengalami sakit di kepala," kata Komisioner KPAI bidang pendidikan Retno Listyarti di Jakarta, Senin (11/6/2017), dilansir Antara.
Dia menyebut penganiayaan yang terjadi di lingkungan sekolah itu dipicu hal sepele. Siswa tersebut, kata Retno, memanggil guru tanpa menyertakan kata yang sesuai di depan nama sang pengajar.
Advertisement
Baca Juga
"Karena korban dianggap 'kurang ajar' dengan sengaja memanggil nama si guru tanpa menggunakan kata 'Pak'," kata dia.
Saat kekerasan pada siswa terjadi, aksi tersebut disaksikan siswanya yang lain. Rekan-rekan siswa itu, sambung dia, sempat berupaya menghentikan penganiayaan yang dilakukan gurunya, tetapi guru tersebut malah semakin emosi.
"Bahkan, terjadi juga pelemparan kursi," kata Retno.
Menurut Retno, guru tersebut sangat membahayakan keselamatan psikologis dan fisik anak-anak karena tak mampu mengontrol emosi. "Yang bersangkutan harus dievaluasi secara kepegawaian oleh dinas terkait apakah masih patut menjadi guru atau tidak," kata dia.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Guru Pukul Pakai Martil
Di lokasi berbeda, lima wali murid mendatangi SDN 016 Bukit Selasih, Kecamatan Rengat Barat, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, karena tidak terima anaknya diperlakukan kasar saat proses belajar. Hal itu berdasarkan pengakuan enam murid yang mengaku dipukuli pakai gagang sapu dan martil pada bagian kepala.
Lima wali murid itu bernama Werni, Asma, Sumarsono, Anto, dan Ani. Mereka ingin guru berinisial S mendapat sanksi dari sekolah. Pasalnya, anak-anak mereka ini tidak hanya sekali mendapat perlakuan kasar ‎dari guru yang sama. ‎Adapun anak yang mengaku mendapat kekerasan itu berinisial Za, Fi, Fe, Fb, SA, dan Le.
Za, SA, dan Fe mengaku dipukuli dengan martil atau sejenis palu. Sementara, Le mengaku dipukul dengan gagang sapu, Fe menyebut dirinya dipukuli dengan penggaris, dan Fi dipukul di bagian kepalanya.
Menurut Werni, orangtua dari Fe, anaknya itu sepulang sekolah langsung menangis. Ketika ditanya, sang anak mengaku dipukul gurunya. Dia pun menyebut masih banyak murid lain yang mendapat perlakuan serupa tapi tidak mengadu kepada orangtuanya.
Sementara wali murid lainnya, Asmah, awalnya berencana melaporkan kejadian ini ke polisi. Namun, dirinya ingin menyelesaikan masalah ini secara baik-baik dengan pihak sekolah.
"Kepala sekolah diminta memberi sanksi, kalau masih terulang, maka akan kami adukan ke polisi," sebut Asmah, Kamis siang, 2 November 2017.
Kepada Kepala Sekolah SDN 016, Hotmawati, para wali murid ini meminta guru berinisial S itu tidak lagi mengajar di sekolah itu‎. Orangtua khawatir kekerasan terhadap anak mereka kembali terulang.
Advertisement