Ongkos Menyeberang ke Derawan Masih Mahal?

Para wisatawan biasa menunggu speed boat untuk menuju Kepulauan Derawan di Pelabuhan Tanjung Batu, Berau.

oleh Ramdania El Hida diperbarui 06 Nov 2017, 07:03 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2017, 07:03 WIB
Pelabuhan Tanjung Batu, Berau, Kalimantan Timur
Pelabuhan Tanjung Batu, Berau, Kalimantan Timur. (Liputan6.com/Ramdania El Hida)

Liputan6.com, Balikpapan - Angin silir-semilir terasa menyegarkan pengunjung yang akan berwisata di Kepulauan Derawan setelah menempuh perjalanan darat dari Bandara Kalimarau, Berau, selama hampir tiga jam.

Untuk mencapai Kepulauan Derawan yang terkenal indah itu, para wisatawan harus melalui jalur laut. Selain melalui Tarakan, pintu masuk dan keluar kepulauan di timur Kalimantan ini adalah Pelabuhan Tanjung Batu, Berau, Kalimantan Timur.

Hampir mendekati Magrib, pelabuhan ini tampak mulai sepi. Hanya beberapa kapal kecil dan speed boat yang bersandar menunggu penumpang. Terlihat cahaya menyilaukan dari mercusuar menyinari laut lepas. Suara desir ombak yang pecah di dinding-dinding pelabuhan meramaikan suasana yang begitu tenang di pelabuhan itu.

Untuk masuk Pelabuhan Batu, Pelindo IV sebagai pengelola mengenakan biaya Rp 5 ribu bagi pengantar atau penjemput. Sementara, untuk speed boat dikenai biaya Rp 5 ribu hingga Rp 20 ribu sekali tambat tergantung dengan banyak muatan speed boat.Pelabuhan Tanjung Batu, Berau, Kalimantan Timur. (Liputan6.com/Ramdania El Hida)Ditambah dengan biaya bahan bakar, tentu transportasi menuju Kepulauan Derawan terbilang masih mahal. Hal inilah yang dikeluhkan Ade, seorang warga asal Tarakan yang bekerja sebagai pemandu wisata di Kepulauan Derawan.

"Transportasi di sini masih mahal. Ini yang jadi kendala untuk menggenjot wisata di Kepulauan Derawan ini," kata dia, akhir pekan lalu.

Untuk itu, Ade berharap agar pemerintah bisa memberikan bantuan di sektor transportasi untuk meningkatkan pariwisata di kepulauan ini.

"Kalau ada fery dari pemerintah, kan transportnya lebih murah. Jadi orang semakin tertarik ke sini," Ade menandaskan.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Salam Pagi dari Maldives-nya Indonesia

Pulau Sangalaki, Kalimantan Timur
Penangkaran penyu di Pulau Sangalaki, Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. (Liputan6.com/Ramdania El Hida)

Jaraknya cukup jauh dari Pulau Derawan. Dibutuhkan waktu sekitar 45 menit menggunakan perahu cepat alias speed boat untuk menuju salah satu pulau indah di jajaran Kepulauan Derawan ini.

Setelah membelah hamparan biru Laut Sulawesi, terlihat lah pemandangan tak terlupakan begitu melihat Pulau Maratua. Pemandangan yang membalas rasa lelah terombang-ambing ombak yang cukup kuat.

Rasa tak sabar ingin menjejakkan kaki di pulau yang dikelilingi lautan berwarna toska itu. Decak kagum para wisatawan yang akhirnya sampai di pulau yang konon disebut-sebut sebagai Maladewanya-nya Indonesia itu.

Pulau Maratua, sebuah pulau yang berpenduduk sekitar 3 ribu kepala keluarga dalam empat kelurahan ini memang memiliki pemandangan yang maha indah. Air lautnya yang bening, menyegarkan mata yang memandang kuasa Tuhan itu.

Beberapa jenis ikan berlalu lalang di sekitar pantai. Ada ikan nila, kue, lumba, bahkan anak-anakan hiu menemani para pengunjung pantai menikmati hangatnya air laut.

Tito, salah seorang penjaga di Pulau Maratua ini menyebutkan untuk singgah dan menikmati pulau ini, hanya dikenakan biaya sebesar Rp 40 ribu. "Kalau pendatang dari pulau lain, bayar Rp 40 ribu plus minum dan menggunakan fasilitas di cottage ini," kata dia.

Dia mengaku memang biaya penginapan di Pulau Maratua terbilang lebih mahal dibanding di pulau lain di Kepulauan Derawan. Untuk VIP, yakni penginapan yang berada di atas laut, harganya dipatok Rp 1,1 juta per kepala per hari. "Harga ini untuk paket minimal 3 orang, kalau cuma seorang atau dua orang, harganya lain," ujar Tito.

Namun, penginapan yang berada di pinggir pantai atau masuk ke dalam pulau, harganya jauh lebih murah, "Ada juga paket yang harganya Rp 660 ribu per kepala per hari sudah dapat makan," Tito menambahkan.

Selain menikmati pemandangan yang indah, pengunjung juga bisa mencicipi makanan khas Derawan yang berbahan dasar balelo, hewan sejenis kerang. Jika ingin membeli balelo, pengunjung cukup merogoh kocek sebesar Rp 150 ribu per kilogram.

"Anak-anak di sini suka ambil balelo, lalu dijual. Biasanya di pantai sekitar sini banyak balelo," Tito menandaskan.

Sore Menggalau di Gusung Sanggalau

Gusung Sanggalau, Pulau Pasir Kalimantan Timur
Gusung Sanggalau, Pulau Pasir di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. (Liputan6.com/Ramdania El Hida)

Waktu masih menunjukkan pukul 15.30 Wita, angin masih terasa lembut menyapa para wisawatan yang mengunjungi Kepulauan Derawan kala itu. Setelah lelah singgah di tiga pulau di kepulauan itu, Maratua, Kakaban, dan Sangalaki, sayang rasanya melewatkan manisnya pemandangan pulau pasir Gusung Sanggalau.

Ditemani cahaya matahari sore yang mulai meredup, para wisatawan bisa asyik mengambil foto di pulau polos tak berpenghuni itu. Gusung memiliki arti pasir. Yup, pulau ini memang hanya terdiri dari gundukan pasir. Ada sebuah rumah kecil dari bambu di dekat pulau ini yang merupakan tempat nelayan berteduh atau beristirahat saat memancing.

Tidak semua pengunjung bisa menikmati indahnya pulau pasir ini karena keberadaannya yang timbul tenggelam. Bukan karena kisah mistis, tetapi keberadaan pulau ini sangat bergantung pada ketinggian air saat itu.

"Biasanya kalau sudah lewat jam 5 sore, air sudah pasang, maka pulau pasir sudah tidak terlihat," kata Ade, akhir pekan lalu.

Banyak warga mengatakan pulau pasir ini merupakan lokasi yang cocok untuk menggalau. Inilah makanya pantai itu disebut Gusung Sanggalau. Namun, mungkin nama itu memang cocok jika mengutip kisah yang beredar di tengah masyarakat sekitar.

Ade menceritakan bahwa pengambilan nama pulau-pulau di kepulauan ini terkait sebuah kisah mengenai sepasang perempuan dan laki-laki yang akan mengadakan pernikahan. Namun, karena mengalami kecelakaan di tengah laut, pernikahan tersebut gagal terlaksana.

"Jadi kapalnya pecah dan mereka terpisah. Makanya, ada nama Derawan yang maksudnya Perawan, Sangalaki maksudnya laki-laki, Maratua, maksudnya mertua, Kakaban yang maksudnya kakak," kata Ade.

"Terus di sana juga ada pulau Samawa maksudnya supaya sakinah, dan Sanggalau karena kisahnya bikin galau. Di pulau-pulau itu yang katanya mereka itu ditemukan," Ade menambahkan.

Namun, di balik nama Sanggalau, pengunjung yang sedang galau justru terobati karena indahnya pantai yang dikelilingi air laut berwarna toska ini. Bahkan, jika beruntung, bintang-bintang laut bisa ikut menemani pengunjung menikmati kesunyian di pulau pasir Gusung Senggalau.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya