Cerita di Balik Beringin Putih dan Gelar Baru Candi Borobudur

Konon, desa di barat laut Candi Borobudur itu dahulu ditutupi oleh pohon beringin putih sehingga para penjajah tak berani memasuki desa.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 07 Nov 2017, 11:03 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2017, 11:03 WIB
Beringin Putih Dan Gelar Baru Candi Borobudur
Salah satu sudut peristirahatan di Wringin Putih, Borobudur. (foto : Liputan6.com/edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Magelang - Berawal dari sebatang pohon beringin berwarna putih, sebuah desa menjadi sejarah. Beringin Putih (Ficus benjamina) itu kokoh berdiri di sisi barat laut Candi Borobudur. Di masa lalu, tak ada yang menduga jika pohon itu memiliki kemampuan mengusir sel-sel kanker.

Kawasan tempat pohon itu tumbuh pun menjadi toponim, desa Wringin Putih. Lokasinya yang berdekatan dengan Candi Borobudur menjadi daya tarik. Ia digadang menjadi penyangga Candi Borobudur untuk menerima gelar Memory of the World dari Unesco.

Menurut Susanto, salah satu pengelola Balai Perekonomian Desa (Balkondes) Omah Guyub, Wringinputih sering dimaknai sebagai pengayoman atau perlindungan.

Konon, dahulu desa ini ditutupi oleh pohon beringin putih sehingga para penjajah di zaman itu tak berani memasuki desa. Pohon beringin yang dalam bahasa setempat disebut Wringin Putih ini sedemikian besar dengan akar gantung menjuntai.

"Kalau Balai Perekonomian Desa (Balkondes) ini diresmikan September 2017 lalu oleh Presiden Joko Widodo sebagai upaya meningkatkan pendapatan negara melalui pariwisata," kata Susanto kepada Istiqomah Sheyla, grand finalis Citizen Journalist Academy Energi Muda Pertamina Semarang.

Menuju desa Wringin Putih yang penuh mitos dan legenda, jalanan masih sempit. (foto : liputan6.com/Istiqomah Sheyla/edhie prayitno ige)Wringin Putih merupakan salah satu potensi wisata lokal yang berfungsi sebagai sentra penggerak perekonomian dan galeri potensi desa. Yakni, mengembangkan Omah Guyub Wringin Putih sebagai tempat menginap, restoran dan pusat budaya lokal seperti jemparingan (panahan tradisional), tari tradisional, dan kerajinan batik. 

"Kami mendapatkan 2,5 milliar untuk membangun Omah Guyub ini beserta homestay," kata Susanto.

Mencoba merevitalisasi tradisi masa lalu, selain berfungsi sebagai penggerak ekonomi pedesaan, Omah Guyub juga mengakomodasi kearifan lokal masyarakat. Interaksi sosial untuk mempererat persaudaraan dan gotong royong (guyub) antar warga.

Konsep pengembangan perekonomian yang disusun, yakni pengembangan Omah Guyub Wringin Putih masih dilakukan secara bertahap karena masih terhitung baru. 

Bangunan total dari bambu sebagai upaya pemanfaatan potensi lokal, yakni hutan bambu. (foto: Liputan6.com/Istiqomah Sheyla/edhie prayitno ige)

Banyak dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) warga setempat yang mulai dirangkul oleh Balkondes untuk mewujudkan potensi lokal Wringin putih. Contoh yang ditunjukkan adalah pemberdayaan warga yang memproduksi kerajinan bambu.

"Selama ini saya produksi sendiri, mengembangkan sendiri, dananya juga sendiri. Yang beli ya guru sama anak kuliahan. Pemasaran mengandalkan jaringan sendiri yang sudah terbangun. Baru beberapa minggu ini dilibatkan jika ada pameran dari Balkondes," kata Hartono warga Dusun Wringin Putih yang telah lama merintis usaha kerajinan bambu secara mandiri.

Tentunya hal tersebut tidak terlepas dari komitmen untuk berpartisipasi langsung pada kelestarian budaya sehingga desa wisata Wringin Putih menjadi sebuah desa yang melegenda dan memiliki daya tarik tersendiri dengan memaksimalkan potensi lokal. Wajar jika memang disiapkan menyambut gelar baru Candi Borobudur sebagai Memory of The World.

Penulis : Istiqomah Sheyla, Grand Finalis Citizen Journalist Academy Energi Muda Pertamina Semarang, kelas menulis.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya