Liputan6.com, Donggala - Banyak hal yang dilakukan para pahlawan tanpa tanda jasa dalam memperingati Hari Guru Nasional yang jatuh pada 25 November setiap tahunnya. Mulai dari upaca bendera, renungan, hingga acara kecil-kecilan sesama guru. Namun, peringatan hari guru itu tidak begitu berkesan bagi guru di sebuah desa di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.
Kasnawir, salah seorang guru di kawasan Donggala ini misalnya. Tak terpikirkan olehnya untuk melakukan seremoni sekali setahun ini. Kasnawir merupakan Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Pinembani yang terletak di desa Tamodo, Kecamatan Pinembani Kabupaten Donggala.
Hidupnya terbilang cukup memprihatinkan. Ketika berangkat ke sekolah, seringkali dia turun dari motor, berjalan kaki, apabila menemui jalanan yang cukup rusak. Tidak hanya itu, berulang kali motor yang dikendarai terpeleset jatuh akibat jalanan yang rusak dan licin itu. Namun, jalur yang 'ganas' itu tidak menyurutkan niat mulianya mencerdaskan anak bangsa.
Advertisement
Baca Juga
Sebelum akhirnya menjadi seorang kepala sekolah, guru kelahiran Mupa Bomba, 21 Maret 1963 ini sudah melalang buana mengajar dipelosok-pelosok desa yang ada di Sulawesi tengah.
"Saya sempat menjadi guru di Sebuah desa Kecil di Tolitoli, Lakatan nama desanya, Juga sempat di SMPN 1 Tolitoli, kemudian pindah ke Kabupaten Sigi di SMPN 1 Sigi Biromaru, SMPN1 Dombu, barulah akrirnya sekitar tahun 2007 saya diangkat menjadi Kepala Sekolah di SMPN 1 Pinembani," ujarnya kepada Liputan6.com
Berbeda dengan guru yang ada di kota-kota besar lainnya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, Kasnawir sebelumnya sempat menjadi tukang ojek.
"Pernah juga jadi tukang ojek, sampai-sampai suatu ketika penumpang yang saya bonceng diturunkan tengah jalan oleh tukang ojek lainnya karena menganggap saya pengojek liar yang tidak punya pangkalan ojek seperti lainnya," kata Kasnawir.
Berkah dari pengabdiannya yang tulus selama 30 tahun menjadi PNS, akhirnya Kasnawir mendapatkan penghargaan Satya Lencana Karya Stya Dari Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada 2006 silam.
Â
Perjuangan Pak Guru Kasnawir Bertemu Murid-muridnya
Cerita pun berlanjut setelah Kasnawir menjadi kepala sekolah, ternyata desa Tamodo tempatnya menjalankan tugas adalah sebuah desa terpencil di Kabupaten Donggala. Dia mengatakan sebenarnya tidak begitu jauh jarak tempuh menuju desa Tamodo, hanya saja akses jalan menuju sekolah itu begitu terjal dan ekstrem. Harus melewati berlapis-lapis gunung dan jalan yang kecil, rusak, dan becek.
"Hanya kendaraan motor alias roda dua yang mampu tembus ke SMPN 1 Pinembani, itu pun roda motor dan onderdilnya harus diganti menyerupai roda motorcross," kata dia.
"Kalau ke sana itu ada sekitar delapan desa yang dilewati yakni, Porame, Balane, Matantimali, Vayu, Dombu, Ungu Lero, No’o, dan Tavanggeli. Setelah melewati delapan desa itu, barulah masuk di Desa Tamodo sebagai Tempat berdirinya SMPN 1 Pinembani. Kalau berangkat dari Pukul 14:00 WITA, baru tiba di Desa Tamodo sekitaran pukul 17:15 WITA," dia menambahkan.
Dari Informasi yang dihimpun Liputan6.com, diketahui SMPN 1 Pinembani adalah sekolah yang dibangun berkat kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Australia yang bernama AUS AID, dibangun pada tahun 2006 silam dan selesai pada tahun 2007, dengan jumlah siswa pertama sebanyak 36 orang.
"Jadi sudah sekitaran 11 tahun saya di sini, sejak pertama kali beroperasinya sekolah ini," imbuh ayah dua orang anak ini.
Selain jarak tempuh dan akses jalan yang kurang memadai, Kasnawir mengungkapkan, tenaga pengajar di sekolah yang dia pimpin juga kurang memadi. Jumlah tenaga pendidik sangat tidak sesuai dengan jumlah siswa yang ada. Sehingga dengan terpaksa ada guru yang tidak sesuai latar belakang pendidikannya menjadi tenaga pengajar di sekolah tersebut.
"Awal mula dibukanya sekolah ini, hanya saya sendiri Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menjadi guru, sekaligus Kepala Sekolah SMPN 1 Pinembani. Pada tahun 2007/2008 barulah ada guru honor sekolah sebanyak dua orang, yakni Ibu Neli dan Sulastri yang masing-masing bertugas sebagai Guru Mata Pelajaran sekaligus menjadi Walikelas 7 dan 8. Pada saat itu belum ada kelas 9," Kasnawir bercerita.
Â
Advertisement
Harapan Kasnawir untuk Masa Depan Guru di Daerah Terpencil
Kemudian, lanjut Kasnawir, pada tahun 2008/2009 bertambah lagi 2 orang guru honorer, yakni Ibu Fitriani dan Pak Muhammad Zain. Pada tahun 2009/2010 diangkatlah dua orang PNS Yakni Dekrius dan Ibu Delvin di SMPN 1 Pinembani.
Singkat cerita, saat ini total tenaga pengajar yang ada di sekolah itu sebanyak 11 orang, yang terdiri dari lima orang PNS dan enam orang guru kontrak. Dengan total siswa saat ini 114 siswa yang terdiri dari 36 orang kelas VII, 34 orang kelas VIII dan kelas IX sebanyak 44 orang yang terbagi di dua kelas.
Kemudian sarana prasarana yang belum memadai, seperti tidak adanya listrik, kurangnya buku-buku penunjang, alat peraga pendidikan dan berlum masuknya jaringan listrik serta tidak adanya jaringan telekomunikasi, membuat sekolah dan masyarakat di sekitar kurang mendapatkan informasi.
"Jangankan nasional, dari kabupaten pun kami susah untuk mendapatkan akses itu," dia menambahkan.
Kasnawir berharap, melalui momentum Hari Guru ini, nasib mereka bisa lebih diperhatikan oleh pemerintah. Pertama adalah akses jalan harus diperbaiki. Kemudian, sarana prasarana penunjang pendidikan perlu diadakan sehingga para siswa bisa mengenyam pendidikan yang layak baik dari tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai Sekolah Menengah Atas.
"Juga harapan saya kedepannya ada penambahan guru mata pelajaran khususnya mata pelajaran yang di ujikan di Ujian Nasional (UN)," tutup dia.
Â
Simak video pilihan berikut ini: