Kisah Mencekam tentang Teluk Palu di Masa Lalu

Usai kisah mencekam yang menelan puluhan korban jiwa, wajah Teluk Palu menjadi semakin menawan. Namun, bahaya masih mengintai.

oleh Apriawan diperbarui 20 Des 2017, 02:01 WIB
Diterbitkan 20 Des 2017, 02:01 WIB
Kisah Mencekam tentang Teluk Palu di Masa Lalu
Monumen Perdamaian Taman Edukasi Nosarara Nosabatutu di Teluk Palu. (Liputan6.com/Apriawan)

Liputan6.com, Palu – Lengkungan teluk yang hampir menyerupai oval serta pancaran sinar matahari yang mulai menguning di ufuk barat Teluk Palu menjadikan setiap mata yang memandangnya memancarkan sinar kekaguman akan kesempurnaan ciptaan Tuhan.

Dengan sungai, teluk, dan perbukitan yang ada di satu kawasan, Palu kemudian dijuluki Kota Tiga Dimensi. Julukan itu disematkan oleh pengunjung mancanegara yang bertandang ke sana.

Jauh sebelum julukan ini disandang oleh Palu, terdapat kisah mencekam yang membentuk daerah itu. Darwis, penjaga Monumen Perdamaian Taman Edukasi Nosarara Nosabatutu yang letaknya di salah satu jejeran perbukitan Jabal Nur menuturkan, mengatakan pernah mendengar kisah itu dari orangtua kerabatnya.

Cerita dari mulut ke mulut itu menuturkan peristiwa gempa maha dasyat yang disertai tsunami hingga membuat puluhan warga kehilangan nyawa. Peristiwa itu terjadi pada 1927.

"Dulu Pantai Teluk Palu sebelum peristiwa gempa dan tsunami, terletak di Kelurahan Petobo. Namun semenjak tsunami terjadi, air laut lambat laun surut hingga puluhan kilometer ke Pantai Talise," kata Darwis sambil meramu kopi khas Palu, Kopi Kulawi, Minggu, 17 Desember 2017.

Kisah itu diyakini nyata berdasarkan bukti yang ada. "Sampai saat ini juga, air yang berasal dari dalam tanah di Kelurahan Petobo masih ada yang rasanya asin, seasin air laut," tutur Darwis.

Di bagian lain perbukitan Jabal Nur, yang jaraknya puluhan kilometer dari bibir pantai Teluk Palu, juga ditemukan tumpukan-tumpukan batu karang bukti luasnya teluk di masa lampau.

 

Patahan Palu-Koro

Kisah Mencekam tentang Teluk Palu di Masa Lalu
Bukit Jabal Nur di Kota Palu. (Liputan6.com/Apriawan)

Fakta soal gempa juga didukung adanya patahan Palu-Koro yang melintasi Kota Palu. Patahan itu membuat tanah di kota ini terus bergerak walau tidak terasakan oleh masyarakat.

"Dulu perbukitan ini namanya Tanah Runtuh. Dinamakan tanah runtuh akibat tanahnya yang sering runtuh. Diyakini ini akibat aktivitas Patahan Palu-Koro," kata Beny, salah satu pengunjung monumen Perdamaian Nosarara Nosabatutu.

Sulawesi Tengah merupakan provinsi yang dilalui oleh patahan Palu-Koro. Hal ini membuat provinsi ini rawan akan bencana alam terutama yang diakibatkan oleh pergesekan lempeng Palu-Koro.

Lajur sesar Palu-Koro itu berarah hampir utara-selatan, memanjang mulai dari sekitar batas perairan Laut Sulawesi dengan Selat Makassar sampai pantai utara Teluk Bone. Panjangnya sekitar 500 kilometer.

Di darat, sesar ini mempunyai panjang sekitar 250 kilometer, mulai dari Teluk Palu sampai pantai utara Teluk Bone, mungkin di sekitar Masamba Kabupaten Luwu Provinsi Sulawesi Selatan.

Sesar Aktif

Kisah Mencekam tentang Teluk Palu di Masa Lalu
Air Panas Bora, Sulawesi Tengah. (Liputan6.com/Apriawan)

Semula, sesar ini dinamakan sesar Fossa Sarassina kemudian dinamakan sesar Palu-Koro. Perubahan nama ini karena lajur sesar ini memotong Kota Palu (Lembah Palu) dan Sungai Lariang pada segmen Sungai Koro (Lembah Koro).

Semua ahli geologi dan geofisika yang mengenal sesar Palu-Koro sepakat bahwa sesar tersebut adalah sesar aktif, berciri sinistral (pergeseran mengiri) dengan kecepatan sekitar 14 - 17 mm/tahun.

Pada segmen Palu - Kulawi, sesar ini berciri sesar normal dan membentuk graben yang menyebabkan Kota Palu hingga Desa Kulawi diapit oleh dua sesar normal.

Sering pula segmen ini disebut "sistem sesar Palu-Koro". Ciri-ciri keberadaan sistem sesar ini adalah banyaknya dijumpai mata air panas di kedua sisi dataran antara Palu - Kulawi."

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya