Liputan6.com, Palembang - Kasus perusakan Kapel Katolik di Kabupaten Ogan Ilir (OI) Sumatera Selatan (Sumsel), yang terjadi pada Kamis, 8 Maret 2018, masih terus diusut oleh pihak kepolisian. Kejadian yang berlangsung sekitar pukul 00.30 WIB terjadi bertepatan saat listrik padam dan hujan yang turun dengan derasnya.
Menurut Kusnadi, Sekretaris Desa (Sekdes) Mekar Sari, Dusun 3, Kecamatan Rantau Alai, Kabupaten Ogan Ilir Sumsel, lokasi perusakan berada jauh dari perkotaan Ogan Ilir.
Advertisement
Baca Juga
"Kalau dari pusat kota ke Desa Mekar Sari sekitar 1 jam, agak ke pedalaman. Apalagi waktu kejadian hujan deras, lampu padam dan warga juga sudah beristirahat," ujarnya kepada Liputan6.com, Sabtu (10/3/2018).
Karena masuk ke pedalaman, tidak ada kendaraan umum yang melewati kawasan ini. Warga terbiasa menggunakan kendaraan pribadi untuk keluar masuk Desa Mekar Sari, Dusun 3, Kecamatan Rantau Alai ini.
Posisi Kapel Santa Zakaria berada di pinggir Desa Mekar Sari, Kabupaten Ogan Ilir Sumsel. Jarak antara Kapel Katolik dengan rumah warga hanya sekitar 10 meter. Saat ini, situasi di Desa Mekar Sari sudah kembali aman.
Daerah sekitar Kapel Santa Zakaria dikawal ketat anggota Polres Ogan Ilir, TNI dan warga sekitar. "Seluruh warga bergabung dan menyatakan sikap bahwa kasus ini tidak ada unsur SARA," katanya.
Â
Gotong Royong Antarumat
Usai perusakan Kapel Katolik, para warga bergotong-royong untuk memperbaiki rumah ibadah tersebut. Bahkan, para ulama turun langsung untuk membantu bersih-bersih dan renovasi ulang.
Kapel Santa Zakaria yang berdiri pada 2000 itu kini sudah bisa digunakan umat Kristen Katolik untuk beribadah pada Minggu, 11 Maret 2018. Sebelum kejadian, warga juga bahu-membahu membantu acara peresmian Kapel Katolik, termasuk saat peresmian oleh Uskup Palembang.
"Sebelum peresmian kemarin, para warga terutama umat muslim ikut gotong royong. Mereka juga menanak nasi untuk dimakan bersama-sama seusai peresmian," ungkapnya.
"Meskipun umat Katolik jumlahnya minoritas, tapi kami semua membaur dan saling bantu. Dengan kejadian ini, cukup membuat kami terkejut," katanya.
Agar tetap menjaga kerukunan antarumat beragama, para warga tetap bersatu dan terus mendampingi umat Katolik. Desa Mekar Sari berdiri sekitar 1985 dan banyak dihuni oleh transmigran dari Pulau Jawa.
Seiring berkembangnya waktu, desa ini semakin ramai dan ditinggali oleh multi SARA. Baik dari warga lokal, kabupaten tetangga, hingga transmigran luar pulau.
Â
Advertisement
Kampung Multi SARA
Warga yang merupakan transmigran Pulau Jawa, banyak yang berasal dari Kota Kudus, Banyuwangi, Pasuruan dan lainnya. Para warga juga memeluk lima agama berbeda-beda, meskipun masih didominasi penganut agama Islam.
Dari dulu hingga saat ini, tidak ada bentrok antar warga. Terlebih yang bersangkutan dengan masalah SARA. Tidak hanya ada kapel umat Katolik, di desa ini juga ada gereja milik umat Protestan.
Pada hari raya keagamaan, warga saling mengunjungi satu sama lain. Apalagi saat perayaan Idul Adha, warga nonmuslim sering membantu saat pemotongan hewan kurban.
"Warga nonmuslim malah ikut membersihkan dan membagikan daging kurban ke warga lain. Mereka juga dapat jatah hewan kurban. Setiap perayaan, kami selalu saling mengunjungi dan mengucapkan selamat hari raya," katanya.
Toleransi antarumat beragama yang tercermin di desa ini, yaitu ada beberapa keluarga yang tinggal serumah, tetapi menganut beberapa agama berbeda. Para warga juga membentuk Kelompok Kematian, agar bisa saling membantu saat salah satu warga dari agama apapun yang meninggal dunia.
"Lahan kuburan disini juga kami bagi dua, untuk umat muslim dan nonmuslim. Kami tidak ingin kerukunan antarumat beragama di desa ini terganggu oleh oknum tertentu," katanya.
Â
Gelar Pra Rekonstruksi
Kusnadi mewakili para warga Desa Mekar Sari, menyerahkan kasus ini sepenuhnya kepada pihak kepolisian. Mereka ingin kasus ini segera terkuak, sehingga tidak ada lagi ketakutan terjadi insiden serupa.
"Sampai sekarang belum ada informasi, apakah pelakunya dari dalam atau luar desam, masih simpang siur. Kita tunggu hasil dari penyelidikan dari kepolisian," ucapnya.
Kapolres Ogan Ilir AKBP Gazali Ahmad mengatakan pihaknya masih menelusuri pelaku sebenarnya dan apa motifnya. Sudah ada beberapa informasi dari enam orang saksi. Polres OI juga sekarang sedang melakukan prarekonstruksi untuk membuka tabir kasus ini.
"Saat kejadian memang sedang gelap karena listrik padam, ditambah hujan deras. Sekarang kita gelar prarekonstruksi di TKP," ujarnya.
Warga juga tidak bisa mengenali wajah para tersangka, karena takut keluar rumah. Ada juga yang hanya melihat, tapi tidak terlalu jelas, karena kondisi sedang gelap karena listrik padam.
Pihaknya tidak ingin membuat pernyataan ke publik secara terburu-buru. Terlebih kasus ini murni aksi kriminal dan tidak bersinggungan dengan SARA.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement