Salah Satu Bahasa Daerah di NTT Sekarat, Penuturnya Tinggal 2 Orang

Beberapa bahasa daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terancam punah. Hal ini dikarenakan penurunan penutur.

oleh Amar Ola Keda diperbarui 18 Mar 2018, 22:04 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2018, 22:04 WIB
Bahasa Daerah
Foto : Suasana di Taman Baca Uma Kulada Sumba (Liputan6.co/Ola Keda)

Liputan6.com, Kupang- Beberapa bahasa daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terancam punah. Hal ini dikarenakan penurunan penutur. Salah satu bahasa daerah yang terancam punah yakni, bahasa Beilel. Bahasa daerah Kabupaten Alor ini dinyatakan hampir punah karena saat ini hanya tersisa satu sampai dua orang penutur.

"Kalau sudah krisis penutur bahasa itu bisa saja punah," ujar Kepala Kantor Bahasa Provinsi NTT Valentina Lovina Tanate kepada Liputan6.com, Minggu (18/3/2018)

Perkembangan bahasa daerah yang cukup mengkhawatirkan di provinsi kepulauan ini mengundang simpati banyak pihak. Salah satunya Paulina Maria Yovita Kosat.

Perempuan asal Sumba ini telah menyelesaikan sekolah Strata 2 di Universitas Marwadewa, Bali. Sebelum ke Bali untuk mengambil kuliah jurusan Linguistik, perempuan 26 tahun ini menyelesaikan pendidikan Strata 1 di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang.

"Saya takut 20 tahun lagi bahasa daerah di Sumba akan punah," kata Jovin.

Dia mengatakan, dari hasil penelitiannya tentang ‘Khazana Leksikon Pendirian Rumah Adat Guyub Tutur Bahasa Kodi Kabupaten Sumba Barat Daya Perspektif Ekolinguistik’, dari 100 koresponden, 70 persen anak-anak Sumba Barat Daya tidak mengetahui leksikon bahan pendirian rumah adat dalam bahasa Kodi.

“Itulah yang mendorong saya mendirikan komunitas Uma Kalada ini," ujar Jovin,

Jovin mengaku prihatin melihat pola belajar anak-anak sekarang. Mereka, menurutnya, lebih mementingkan bermain ketimbang belajar. Arus modernisasi yang pesat, anak-anak hampir lupa menggunakan bahasa daerah.

Dirikan Taman Baca

Bahasa Derah NTT
Foto : Taman baca Uma Kulada yang didirikan Paulina Maria Yovita Kosat (Liputan6.com/Ola Keda)

Dari hasil penelitiannya, pada awal 2018, Jovin mendirikan sebuah Taman Baca bernama Uma Kalada. Selain belajar bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, di taman baca ini, anak-anak diajarkan juga bahasa daerah.

"Untuk sementara, taman baca ini masih menggunakan kompleks SMP Negeri 1 Waikabubak sebagai lokasi belajar," katanya. Inspirasi awal pendiriaan taman baca berawal dari keprihatinannya terhadap generasi muda yang terjebak arus modernisasi tanpa diimbangi dengan peningkatan belajar dan pendidikan karakter.

"Progresnya luar biasa. Dari pertama berdiri 24 orang saja. Sekarang sudah 85 orang," jelasnya.

Di taman baca ini, jelasnya, anak-anak diajarkan banyak hal, ada pendidikan karakter, pembelajaran bahasa Inggris, bahasa Indonesia dan Sastra, menulis kreatif dalam bahasa daerah hingga pendidikan agama. Taman Baca Uma Kalada ini didirikan dengan maksud untuk mewadahi anak-anak di sekitar tempat tinggal dengan penuh rasa sayang, cinta dan keharmonisan.

"Ada anggota komunitas yang memang tidak mengenyam bangku pendidikan dasar," tutupnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya