Lingga - Antusiasme warga suku laut yang ada di Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, terutama yang berada di Pulau Mensemut, Desa Penaah, Kecamatan Senayang mengenyam pendidikan begitu tinggi. Namun, sarana dan prasarana pendidikan di sana belum memadai.
Hal tersebut disampaikan oleh Firdaus, Guru Besar FKIP Universitas Riau saat melakukan penelitian tentang Kearifan Lokal Maritim Suku Laut di Kabupaten Lingga, pada 16-22 April 2018 lalu.
Dia menjelaskan, bangunan kelas jauh SDN 002 Senayang yang ada di Pulau Mensemut memang sangat memprihatinkan. Namun, dia menilai, hal itu merupakan sesuatu yang wajar karena dibangun dengan cara swadaya oleh warga setempat tanpa campur tangan pemerintah.
Advertisement
Baca Juga
"Bangunan fisik sekolah yang berdinding atap kajang di Pulau Mensemut itu bukan dimaksudkan oleh masyarakat setempat sebagai ciri-ciri atau karakteristik rumah kajang Orang Suku Laut, tetapi semata-mata karena hanya itu kemampuan masyarakat Pulau Mensemut membangun sekolah secara swadaya, karena tidak ada dukungan pendaaan dari Pemkab Lingga. Itu hasil diskusi saya tanggal 18 April kemarin dengan guru dan masyarakat Pulau Mensemut," kata dia ketika dihubungi Batamnews.co.id, Selasa, 24 April 2018.
Dia menilai, terwujudnya bangunan sekolah yang seadanya itu, sekaligus merupakan cerminan betapa tingginya hasrat anak-anak suku laut dan orang tua mereka untuk mengenyam pendidikan.
"Sekarang baru ada 1 kelas. Jumlah muridnya 9 orang. Kalau luas bangunan sekitar 4×3 Meter, Guru 1 orang PNS Kabupaten Lingga, Tamat SMA Muhammadyah, Golongan II/A," ujarnya.
Apakah bangunan tersebut layak disebut sebagai sekolah, Firdaus menjelaskan tergantung dilihat dari sudut pandang mana. Dari masyarakat Pulau Mensemut, tentu saja mereka memandang layak daripada tidak ada sama sekali. Namun, jika dilihat dari sudut pandang Standar Nasional Pendidikan (SNP) tentu sangat tidak layak.
Â
Baca berita menarik lainnya dari Batamnews.co.id.
Suku Asli
Dengan begitu, Pemerintah Daerah Kabupaten Lingga perlu melakukan tindakan seperti, melakukan pembangunan sarana dan prasarana yang lebih baik meski tidak perlu 100 persen sesuai dengan SNP.
"Kalau 60 persen standar saja sudah memadai. Selain itu, guru yang ditugasi di sana diupayakan yang memenuhi kualifikasi pendidikan," katanya.
Dia juga menyarankan agar pendidikan anak-anak suku laut tersebut harus diupayakan masuk dalam Renstra Pendidikan Kabupaten Lingga, sehingga tersedia anggaran yang berkelanjutan sebagaimana sekolah-sekolah lainnya.
"Harus ada program afirmasi (kebijakan khusus) dari Pemkab Lingga jika memang hendak mengangkat harkat dan martabat pendidikan anak suku laut, karena menyangkut Indogenous Peoples (suku asli) dan habitat orang suku laut yang khas (pesisir, terluar)," ucapnya.
Firdaus menjelaskan, ketika sampai di Pulau Mensemut pada Rabu, 18 April 2018 lalu, dia melihat ruang kelas jauh SDN 002 Senayang sudah kosong. Ada beberapa buku bacaan dalam kardus yang tidak terurus.
Diketahui, di Pulau Mensemut tersebut juga minim sarana dan prasarana. Bahkan, di pulau itu tidak terdapat sumur air tawar. Sehingga, penduduk setempat meminum air dari tampungan air hujan atau disuplai dari luar (beli).
Dengan demikian, perhatian dari Pemkab Lingga terhadap orang suku laut asli yang ada di Kabupaten Lingga perlu dilakukan.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement