Pengamat Teroris Minta Polri Lakukan Ini

Pengamat teroris M Nuruzzaman mengapresiasi tinggi langkah Polri yang mengedepankan negosiasi dalam kericuhan yang terjadi di rutan Mako Brimob Kelapa Dua Depok Jawa Barat

oleh Panji Prayitno diperbarui 13 Mei 2018, 01:00 WIB
Diterbitkan 13 Mei 2018, 01:00 WIB
Pengamat Teroris Minta Polri Lakukan Ini
Pengamat Teroris M. Nuruzzaman meminta Polri melakukan evaluasi total terkait perlakuan napiter di tahanan. Foto (Istimewa)

Liputan6.com, Cirebon - Kericuhan yang terjadi di Mako Brimob Kelapa Dua Depok Jawa Barat Selasa (8/5/2018) hingga mengakibatkanya gugurnya lima anggota Polri terus masih menjadi sorotan publik.

Pengamat Teroris M. Nuruzzaman memberi apresiasi tinggi kepada Polri yang mengedepankan sikap preventif saat penyanderaan terjadi di dalam Mako Brimob Kelapa Dua Depok itu. Dia memahami sikap Polri yang memilih negosiasi dan berhasil membebaskan sandera.

"Di dalam Mako Brimob ada perempuan dan bayi saya apresiasi tinggi agar mereka tidak terluka," kata dia saat berkunjung ke Cirebon, Sabtu (12/5/2018).

Namun demikian, dia menilai ada beberapa manajemen yang perlu dievaluasi dalam memperlakukan narapidana teroris (napiter) di dalam tahanan. Menurut dia, para napiter harus mendapatkan perlakuan khusus atau pengamanan tingkat tinggi selama berada di dalam tahanan.

Dia menilai, pengelolaan napiter di dalam Rutan Mako Brimob masih memberi keleluasaan bagi para pelaku teror. Para pelaku teror masih menggunakan alat komunikasi untuk menghidupkan sel-sel tidur jaringan teroris di Indonesia dari dalam rutan.

"Kapolri menyatakan rutan Mako Brimob tidak layak untuk teroris apalagi dengan jumlah banyak. Seharusnya memang dari dulu tidak ditempatkan di situ dan harusnya diperlakukan seperti di LP Nusakambangan," kata Kadensus 99 Banser PP GP Ansor itu.

Dia menegaskan, ruang penjara napiter di Rutan Mako Brimob sebaiknya tidak dicampur. Sebab, di dalam kelompok jaringan teroris memiliki strata kedudukan berbeda.

Tingkatan kelompok teroris terdiri dari idiologi, militan dan simpatisan. Zaman menyebutkan, tingkatan paling tinggi pelaku teroris adalah idiologi.

Identifikasi Peran Teroris

Pengamat Teroris Minta Polri Lakukan Ini
Pengamat Teroris M. Nuruzzaman meminta Polri melakukan evaluasi total terkait perlakuan napiter di tahanan. Foto (Istimewa)

Tingkatan idiologi tersebut memiliki peran sentral untuk menciptakan kader militan yang siap melakukan amaliyah atau berbuat teror. Namun, menurut dia, pelaku teror militan dan simpatisan cenderung masih bisa diarahkan agar tidak lagi menebar teror.

Hanya saja, dalam satu tahanan, pelaku teror ideologis harus dipisahkan dengan pelaku teror militan dan simpatisan. Jika tidak, kemungkinan besar ideologi terorisnya semakin mengkristal.

"Bahkan, bisa membuat paham para pelaku teror militan dan simpatisan semakin kuat," ujar dia.

Dalam kasus Mako Brimob, yang berperan sebagai ideolog adalah Aman Abdurahman. Menurut dia, Keberadaan Aman Abdurrahman di dalam rutan yang sama dengan para militan dan simpatisan memicu semangat para teroris untuk menyerang polri.

Zaman mengungkapkan, di dalam Mako Brimob, ratusan napiter merupakan bagian dari dua jaringan teroris internasional. Yakni Jamaah Anshoru Daulah (JAD) yang terafiliasi dengan ISIS, selain itu adalah jaringan Jamaah Islamiyah (JI) yang berganti menjadi Jamaah Anshorus Syariah (JAS).

"Idiologi JAD itu mereka mengikuti perintah pimpinannya jika ada perintah membunuh yah membunuh. Musuh utama bagi kelompok JAD adalah aparatur negara dalam hal ini Polri," ujarnya.

Dia menjelaskan, kelompok jaringan teroris JAD sangat terlatih dalam hal merampas senjata dan membuat senjata rakitan hingga bom. Longgarnya penggunaan alat komunikasi di Mako Brimob dengan mudah menghidupkan sel-sel tidur jaringan terorisme di dalam lapas.

"Kita tahu semua saat menghabisi anggota Polri, mereka memanfaatkan media sosial seperti telegram dan Instagram. Mereka memberi sinyal kelompok teroris di dalam lapas untuk ikut bergerak," jelasnya.

Pada kesempatan tersebut, Zaman menyarankan agar Polri melakukan profilling atau identifikasi pelaku teror di Indonesia sebelum memetakan ruangan bagi napiter yang ditahan. Langkah tersebut dinilai sangat berguna untuk identifikasi peran dan tugas masing- masing napiter.

Jika ada narapidana yang memiliki peran sentral tidak dicampur di rumah tahanan yang sama. Menurut dia, mekanisme perlakuan napiter di LP Nusakambangan dianggap sudah benar.

"Baiknya seperti itu masing-masing napiter ditempatkan di ruangan sel yang berbeda dilengkapi cctv dan tidak semua orang bisa menjenguk agar tidak memiliki ruang untuk mengembangkan jaringan," kata dia.

Saksikan vidio pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya