Liputan6.com, Purwokerto - Peredaran narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba) yang semakin masif di kalangan pelajar dan remaja sudah menjadi rahasia umum. Tetapi, ternyata, narkoba pun telah beredar di pesantren dan panti asuhan.
Pada 2017, di satu pesantren Banyumas terindikasi ada peredaran obat-obatan terlarang atau narkoba. Barang itu berasal dari santri yang sebelum masuk ke pesantren memang seorang pecandu narkoba.
Hal itu masuk akal lantaran tidak semua anak yang masuk pesantren karena memang niat belajar agama. Ada pula, anak-anak 'nakal' yang dididik di pesantren supaya sembuh dan terputus hubungannya dengan jaringan narkoba.
Advertisement
Baca Juga
Namun bukannya bertobat, si anak malah tak putus mengonsumsi narkoba. Pelaku diduga juga menyebarkan pengaruh ke santri lainnya.
"Ya, awalnya memang seperti itu. Sebelum masuk pesantren, sudah mengonsumsi obat-obatan," ucap Kepala Seksi Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNNK Banyumas, Wicky Sri Airlangga, beberapa waktu lalu.
Sebab itu, BNNK berkoordinasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Banyumas dan menjalin komunikasi dengan pesantren-pesantren Banyumas untuk mengantisipasi peredaran narkoba.
Selain pesantren, pada 2017 lalu, satu panti asuhan terdeteksi menjadi tempat peredaran narkoba, satu panti asuhan lainnya, baru berkategori dugaan. Fakta itu terendus aparat saat Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah menggelar tes urine di sebuah sekolah setingkat SLTP di Purwokerto.
Asal Narkoba di Pesantren
Saat itu, beberapa anak positif menggunakan obat terlarang. Setelah ditelusuri, mereka mengakui bahwa narkoba yang dikonsumsinya berasal dari siswa yang tinggal di panti asuhan.
"Saya juga mendengar ada satu panti asuhan yang ada cewek, “anak nakal” lah, kemudian dia hamil. Kemudian dia bergaul dengan anak-anak seperti itu. (Kesimpulannya) berarti panti itu sudah tidak sehat," dia mengungkapkan.
Tes urine sepanjang 2017 menunjukkan bahwa penyalahguna narkoba didominasi kalangan remaja dan pelajar. Sebagian besar dari mereka mengakui telah mulai mengonsumsi narkoba sejak SMP.
Sebanyak 90 pecandu narkoba menjalani rehabilitasi BNN Banyumas. Sebagian besar berusia remaja. Dari 90 pecandu tersebut, yang berusia di bawah usia 20 tahun berjumlah 66 orang.
Sedangkan yang di atas usia 20 tahun hanya 24 orang. Kelompok usia yang paling banyak adalah remaja berusia 16 tahun, yang mencapai 27 orang.
Masifnya peredaran narkoba di kalangan remaja terbukti pada penangkapan yang dilakukan BNNK Purbalingga April 2018 lalu. Dua terduga penyalahguna sabu salah satunya terdaftar sebagai mahasiswa.
Kedua orang ini, EH (26 th), pekerja swasta, dan AS (26 th), mahasiswa. Mereka ditangkap di pinggir jalan depan SMA Negeri Kemangkon, Purbalingga. Menariknya, EH yang pekerja swasta mengaku mengenal barang haram ini dari AS yang mahasiswa.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement
Penangkapan Mahasiswa Pengonsumsi Narkoba
Kepala BNNK Purbalingga Istantiyono mengungkapkan, penangkapan keduanya berawal dari informasi masyarakat yang diterima melalui pusat informasi BNNK Purbalingga. Informasi warga itu menyebut, ruas jalan raya Panican Kemangkon Purbalingga kerap terjadi transaksi narkoba.
Menerima laporan itu, petugas pun bergerak. Saat peyelidikan, petugas mendapati dua pemuda di pinggir jalan depan SMAN 1 Kemangkon dengan gerak gerik mencurigakan.
Kedua tersangka terbukti membawa satu paket diduga narkotika jenis metamfetamin (sabu) yang terbungkus tisu dalam plastik kecil seberat kurang lebih 0,44 gram.
"Setelah dilakukan penggeledahan, ditemukan satu paket sabu, petugas kemudian membawanya ke BNN untuk pemeriksaan lebih lanjut," katanya, Jumat, 17 Mei 2018.
Selain satu paket sabu dengan berat kurang lebih 0,44 gram, petugas juga menyita barang bawaan pelaku lainnya, antara lain satu unit ponsel, tas cangklong, satu botol minuman, dan satu unit sepeda motor.
Kepala Seksi Pemberantasan BNNK Purbalingga, Kompol Budiyanto mengatakan, keduanya mengaku hanya sebatas pengguna. Belum sempat dikonsumsi, mereka lebih dulu tertangkap. Adapun soal dugaan mereka sebagai pengedar, masih dalam penyidikan.
Mereka mendapatkan barang haram itu dengan cara memesan kepada operator penjual sabu. Lantas, mereka mentransfer sejumlah uang. Setelah transfer uang masuk ke rekening penjual, barang haram itu dikirim ke tempat yang disepakati.
BNN kini tengah berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengetahui transaksi dalam rekening tersebut. Petugas BNN juga mengejar operator yang menyediakan barang haram tersebut.
"Kalau yang mahasiswa ini sudah dua kali pakai, untuk temannya baru diajak saat itu. Mungkin lagi coba-coba,” Budiyanto mengungkapkan.
Dua tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat 1 dan atau Pasal 112 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo Pasal 55 KUHPidana.