Larangan Jurnalis Meliput Rekap Suara Pilkada Makassar Berujung Protes

Larangan jurnalis meliput hasil rekapitulasi Pilkada Makassar 2018 dianggap sebagai bentuk pelanggaran UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

oleh FauzanKabarmakassar.com diperbarui 29 Jun 2018, 22:10 WIB
Diterbitkan 29 Jun 2018, 22:10 WIB
Pilkada Serentak 2018
Ilustrasi Pilkada Serentak 2018. (Liputan6.com)

Makassar - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar memprotes mengenai adanya larangan jurnalis meliput hasil rekapitulasi perhitungan suara Pilkada Makassar 2018. Larangan ini dianggap sebagai bentuk pelanggaran Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Apalagi, hal ini diperkuat bahwa hasil rekapitulasi bersifat pleno terbuka untuk umum yang tetap diawasi Pemantau Pemilu dalam negeri, Pemantau Pemilu asing, masyarakat, dan instansi terkait sesuai petunjuk Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2018.

"Pelarangan itu melanggar kebebasan pers dalam melakukan pemberitaan kepemiluan Pilkada bersih, adil, damai, dan jujur. Apatah lagi, aturan dalam PKPU menjelaskan itu terbuka untuk umum," ucap Qodriansyah Agam Sofyan, Ketua AJI Makassar, dalam keterangan tertulis, Jumat (29/6/2018), dikutip KabarMakassar.com.

Bekerja mengambil data informasi, mengolah hingga menyiarkan informasi adalah tugas kerja pers yang diberi mandat oleh publik untuk menginformasikan kepentingan publik agar bisa mendapat informasi yang baik, benar dan utuh.

Inilah landasan kemerdekaan pers untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dari pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam berdemokrasi.

Perlu diketahui, AJI Makassar meminta segenap elemen instansi di Makassar khususnya, menghormati kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.

Baca berita menarik dari KabarMakassar.com lain di sini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Tanggapan Komisioner KPU Sulsel

Pilkada Serentak 2018
Ilustrasi Pilkada Serentak 2018. (Liputan6.com)

Pelarangan terhadap jurnalis di Kota Makassar, untuk meliput hasil rekapitulasi perhitungan suara Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Makassar 2018 kembali menambah "drama" Pilkada Serentak 2018, pada Jumat, 29 Juni 2018.

Pasalnya, selain beredarnya perbedaan keberagaman hasil hitung cepat Pilwalkot Makassar yang memenangkan kedua pihak, kasus pelarangan jurnalis untuk meliput proses demokrasi berupa rapat pleno penghitungan suara tersebut menuai tanda tanya besar.

"Tadi sempat saya ke Kantor Camat Rappocini, tapi dilarang masuk. Katanya perintah dari kapolsek," jelas Rany, jurnalis Kompas di Kota Makassar yang diduga menjadi korban pelarangan, dikutip KabarMakassar.com.

Tindakan yang menuai banyak protes dari rekan-rekan jurnalis yang berusaha memberikan informasi kepada masyarakat Kota Makassar ini dilandaskan dari aturan PKPU Nomor 9 Tahun 2018.

Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2018 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota secara jelas menyebutkan secara jelas proses rekapitulasi bersifat terbuka bagi masyarakat yang dijelaskan secara eksplisit di Bab 3 Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara di Kecamatan Pasal 8.

Disebutkan, Rapat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dapat dihadiri oleh Pemantau Pemilihan Dalam Negeri, Pemantau Pemilihan Asing, masyarakat, dan instansi terkait.

Hingga berita ini dimuat, pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar belum dapat dihubungi.

"Apanya yang mesti ditutup-ditutup. Kan sekarang era transparansi, jurnalis boleh meliput. Sepanjang para jurnalis tidak mengganggu jalannya rekap, silakan saja lakukan liputan," jelas Uslimin, Komisioner KPU Sulsel Divisi Humas, Data Informasi, dan Hubungan Antarlembaga kepada KabarMakassar.com.

Informasi yang dihimpun KabarMakassar.com, selain Kota Makassar, pelarangan peliputan juga terjadi di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

 

Respons IJTI Sulsel

Pilkada Serentak 2018
Ilustrasi Pilkada Serentak 2018. (Liputan6.com)

Adapun Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurus Daerah Sulawesi Selatan, menyikapi pelarangan jurnalis meliput hasil rekapitulasi perhitungan suara Pilkada Kota Makassar adalah bentuk pelanggaran Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Sebagaimana, jurnalis bekerja dan mengolah data informasi, hingga menyiarkan agar khalayak dapat mengetahui informasi yang baik, benar dan utuh. Ini sesuai kemerdekaan pers untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dari pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam berdemokrasi," ucap Ketua IJTI Sulsel, Hudzaifah Kadir, dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan.com, Jumat (29/6/2018) malam.

Berikut pernyataan IJTI Sulsel selengkapnya:

Dengan ini, kami selaku pengurus IJTI Pengda Sulsel secara tegas mengimbau pihak KPU Kabupaten Kota dan Sulsel/Pihak Penyelenggara Pilkada Serentak 2018:

1. Tidak menghalangi atau melarang para jurnalis (wartawan) televisi di Kabupaten Kota di Sulsel untuk mencari atau mengolah berita.

2. Meminta ke pihak terkait dan pihak kepolisian untuk tidak membatasi ruang gerak kepada wartawan (jurnalis) saat menjalankan tugasnya.

3. Menyerukan kepada segenap elemen masyarakat di Kota Makassar, untuk menghormati kinerja wartawan dan kebebasan berekspresi pada profesinya.

4. Dijelaskan, pada hasil rekapitulasi bersifat pleno terbuka untuk umum yang tetap diawasi Pemantau Pemilu dalam negeri, Pemantau Pemilu asing, masyarakat dan instansi terkait sesuai petunjuk Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2018.

5. Insiden ini akan kami pantau dan awasi, dan IJTI Pengda Sulsel menyayangkan sikap Pihak Penyelenggara Pilkada Serentak Kabupaten Kota di Sulsel yang secara tidak sadar telah melakukan pelanggaran kebebasan Pers.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya