Liputan6.com, Garut - 'Mereka Itu Bukan Penjahat, Namun Hanya Tersesat, dan Masih Terbuka Baginya Pintu Taubat,' sebuah tulisan besar menjadi pembuka bagi seluruh pengunjung yang datang di aula besar Lembaga Pemasyarakatan atau Lapas Garut, Jawa Barat.
Pagi ini, ratusan warga binaan sebutan santun bagi narapidana yang tengah menjalani proses hukuman di Lapas Garut, tampak syahdu mengikuti sejawatnya menjalani wisuda santri Pesantren Terpadu Lapas Taubatul Mudznibin angkatan pertama.
Sebuah perayaan, dari pola pembinaan baru bergaya pesantren yang telah dirintis Lapas Garut sejak satu tahun terakhir.
Advertisement
Baca Juga
"Ini lulusan pertama yang kami hasilkan," ujar Kalapas Garut Ramdani Boy, saat pengukuhan wisuda pertama warga binaan Lapas, Sabtu (21/7/2018).
Boy mengatakan, pola didikan pesantren yang diberikan lembaganya merupakan yang kedua di lingkungan lapas wilayah Jawa Barat. "Pertama lapas Cianjur, kedua tentu kami di sini," dia menambahkan.
Hari ini, sebanyak 46 warga binaan Lapas Garut berhasil diwisuda dari total 280 santri yang mengikuti program pesantren di lembaga penginsayafan masyarakat itu. "Yang nonmuslim pun tetap masuk pesantren, tetapi modelnya biker atau bimbingan kerja," kata dia.
Dengan pola bimbingan ala pesantren itu, ia berharap seluruh warga binaan kembali 'fitrah' saat bergabung di tengah masyarakat. "Pencerahannya kami sengaja datangkan dari MUI dan Kemedag untuk mengubah pemahaman radikal," ujarnya.
Â
Â
Pola Terbaik Mendidik Napi Radikal
Bupati Garut Rudy Gunawan mengatakan, strategi memanusiakan warga binaan melalui ajaran pesantren, dinilai cukup efektif dalam mengarahkan warga binaan radikal menjadi lebih baik.
"Ini kan model kedua di Jabar, Ceng Alawi ini pintar punya metode khusus menyadarkan orang," kata dia.
Tak mengherankan, meskipun terhitung baru, para warga binaan yang telah lama menghuni lapas, tampak enjoy mengikuti pendidikan. "Jenderal bintang lima (Jenderal NII) saja insyaf," kata dia berkelakar.
Wawan Setiawan, salah seorang warga binaan penistaan agama menilai, pola didikan gaya pesantren yang dikembangkan Lapas Garut sangat tepat menyadarkan warga binaan.
"Saya sendiri merasa ada ketenangan jiwa dan keamanan selama berada di lapas," ujar jenderal bintang lima selaku Panglima Angkatan Darat di Negara Islam Indonesia (NII) ini.
Wawan yang divonis 10 tahun ini mengakui, banyak mempelajari ilmu agama terutama Alquran berikut lagamnya. "Saya banyak mempelajari qiroatussab'ah (metoda mempelajari Alquran dengan lirik) dan hafalan Quran," kata dia.
Ceng Alawi, pengajar utama pesantren terpadu lapas menambahkan, untuk menyadarkan warga binaan dengan berbagai latar belakang yang berbeda itu, membutuhkan pola pengajaran yang tepat.
"Kami pakai pengajaran pesantren salafiyah seperti halnya pesantren pada umumnya," ujar dia.
Salah satunya, kata pengajar lulusan pesantren Alquran Kudang Limbangan ini, memberi pemahaman Islam melalui pahaman Alquran secara utuh. "Kami tawajuh, kami berikan ijazah, murotal hingga bacaannya," kata dia.
Advertisement
Butuh Fasilitas Pesantren Lapas
Ceng Alawi menambahkan, untuk menunjang pola pengajaran pesantren warga binaan, dibutuhkan dukungan sarana dan prasaran pesantren yang memadai.
Meskipun berada di lingkungan Lapas, tetapi keberadaan kantor dan fasilitas perpustakaan yang lengkap, sangat mendukung warga binaan. "Kami membutuhkan perpustakaan dengan kitab kuning dan fasilitas ATK (Alat Tulis Kantor) buat pengajar dari luar," pinta dia.
Menanggapi hal itu, Bupati Rudy mengaku siap memberikan bantuan fasilitas berupa hibah dari kas resmi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Garut. "Jangan berkecil hati, jalan ke arah sana (perbaikan) harus ada yang membimbing," kata dia.
Menurutnya, santri warga binaan lapas terasa istimewa dibanding warga binaan lainnya sehingga diperlukan perhatian khusus untuk mendidik mereka. "Tahun depan kami akan berikan hibah untuk pesantren lapas ini," kata dia.
Â
Simak video pilihan berikut ini: