Liputan6.com, Yogyakarta Bullying atau perundungan kerap menghantui anak-anak usia sekolah dari jenjang paling rendah sekalipun. Tidak sedikit orangtua yang menganggap bullying sebagai hal yang lumrah terjadi di dunia anak-anak karena mengusung permakluman, namanya juga anak-anak.
Jika dibiarkan bullying justru bisa merusak mental anak, terlebih jika sang anak memiliki kepribadian melankolis yang cenderung sensitif.
"Bullying bisa membahayakan perkembangan psikologis anak, bahkan dapat ke tahap depresi sampai berujung kematian karena bunuh diri," ujar Sekartaji Ayuwangi Purbapuri, konselor sekaligus pendiri Rumah Kasih Sekartaji Yogyakarta, kepada Liputan6.com pekan lalu.
Advertisement
Baca Juga
Ia mengungkapkan, kepribadian melankolis yang sensitif, membuat anak memaknai pelabelan yang ditujukan kepadanya sebagai konsep diri. Misal, seorang anak dirundung dengan kata bodoh, jelek, menjijikkan, dan sebagainya, maka ia bisa memaknai konsep dirinya sesuai dengan kata-kata itu.
Kedua, bullying juga berpotensi memunculkan mental blocking. Dalam perkembangannya, sang anak bisa kesulitan mencari solusi saat menghadapi masalah. Persoalan yang menurut kebanyakan orang bisa ditangani dengan mudah, tidak berlaku bagi korban bullying.
"Dia tidak percaya diri menyelesaikan masalahnya, bingung dengan dirinya sendiri," kata Arta, sapaan akrab Sekartaji.
Ketiga, korban bullying berpotensi menjadi pelaku perundungan atau hal-hal yang mengarah pada kenakalan sebagai katarsis. Perilaku sebagai bentuk pelampiasan bisa menjadi lebih agresif, menyerang orang lain, dan menjadi mata rantai yang sulit diputus.
Keempat, bullying juga menghambat perkembangan otak. Kemampuan kognisi anak bisa menurun. Ia mencontohkan, anak yang sudah bisa membaca bisa mengalami penurunan kemampuan karena kerap dirundung dan menjadi tidak percaya diri.
"Kelima, bullying juga memiliki efek domino, ketika anak sudah dewasa dan menjadi orangtua bisa melakukan hal yang sama kepada anaknya," tutur Arta.