Liputan6.com, Aceh - Ngopi, bukan sekadar cerita mencecap segelas robusta (Coffea canephora) atau arabica(Coffea arabica) dengan berbagai variannya. Tidak sesimpel itu.
Karena, di tiap gelas kopi yang diseruput para penikmatnya, tertuang pula harapan petani pemetik biji kopi. Lebih jauh, ada alam yang tak selamanya 'sehat' dan mesti di konservasi. Agar kopi, alam, dan petani tetap hidup berkemakmuran, dan berkelanjutan.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Hal itu, kiranya menstimulus seorang Danurfan (32) untuk berpikir keras melangkahi renungan-renungan para kopiholic yang sejatinya hanya menjadi maniak si hitam ber-kafein tanpa ber-filosofi lebih jauh. Ia ingin menyentuh cakrawala yang selama ini jarang disentuh oleh para penggila kopi lain.
Alam dan petani kopi, bagi seorang Danurfan adalah satu tubuh yang equilateral. Tak boleh terpilah atau saling tindih namun berdialektika melahirkan sebuah harmonisasi.
Pria kelahiran Bireuen 25 September 1986 ini, suka jika kopi Aceh prestisius dan dikenal dunia. Namun, ia tak suka jika kopi menjadi alasan kalau alam halal di ekploitasi tanpa konservasi. Baginya kopi senjata. Alat untuk melawan.
"Kopi menjadi andalan untuk melawan perusakan hutan di sebagian Aceh. Ini menjadi faktor kesejahteraan bagi masyarakat sekitar, tentunya," demikian Danurfan, kepada Liputan6.com, Jum'at, 9 November 2018.
Didorong kecintaanya terhadap kopi serta tekadnya melestarikan alam, Danurfan mendirikan Leuser Coffee pada 2013 lalu. Warungnya itu menjadi wadah dalam menggandeng para petani kopi di daerahnya.
Alam yang kian rentan serta kesejahteraan petani kopi yang kian tersudut oleh perubahan iklim yang membuat siklus panen kopi terganggu, menjadi alasan utama pria yang tergabung dalam Gayo Cupper Team ini.
Konservasi Alam Ala Danurfan
Leuser Coffe yang dinahkodainya diperuntukkan khusus melayani pemesanan kopi yang pengemasannya dikerjakan di rumah saja. Biji-biji kopi tersebut khusus dipesannya dari para petani kopi kelas proletar.
"Langkah kita merajut perubahan untuk petani adalah bekerjasama, membeli dengan harga pasar, memberikan premium fee atas komitmen dalam menjaga hutan disekitar," ujar pria yang masa kecilnya sebagian besar dihabiskan di dataran tinggi Gayo.
Selanjutnya, dari setiap kemasan bubuk kopi dengan berat 250 gram yang terjual, Danurfan menyisihkan Rp 2500. Uang inilah yang dia sisihkan untuk menjalankan niatnya melawan kerusakan alam.
"Dengan uang itu, kita menggandeng para petani untuk melakukan penanaman tanaman buah kopi sebagai ‘tabungan’ para petani sewaktu-waktu harga kopi anjlok atau mengalami gagal panen," ungkapnya.
Konservasi yang diuji-terapkannya itu bukan tanpa sebab. Masa kecilnya yang dihabiskan bersama petani di dataran tinggi Gayo memantik kegundahan-kegundahan di jiwa seorang Danurfan.
Mata seorang Danurfan kenyang oleh drama bagaimana alam dirajang orang tidak bertanggungjawab. Perambahan kayu ilegal, perburuan satwa langka, pembukaan lahan dengan tidak memandang segenap pakem dan norma alam, membuatnya geram.
Kegundahan itu kiranya mengejawantah menjadi tekad melawan eksploitasi alam kali ia jatuh hati pada kopi. Dia paham betul, Tuhan hanya mencurah berkahnya jika alam baik dan dikelola oleh petani kopi yang baik pula.
Petani kopi yang baik, tentunya menghasilkan biji kopi terbaik. Biji kopi yang berkualitas pasti dibidik oleh pembeli. Pada titik ini, dirinya tahu betul ekses seperti apa yang akan didapat petani kopi.
"Mengelola hutan menjadi sumber daya ekonomi perlu. Namun semua itu perlu dilakukan dengan bijak, sebab apa diambil dari alam harus dikembalikan ke alam," cetus Ketua Global March Elephant and Rhino Aceh itu.
Demikian Danurfan. Baginya, kopi tidak melulu soal eksplorasi rasa, seni meracik, dan menyeduh atau sejumput kisah eksotis kala para pemikir atau seniman duduk di meja kopi lalu mencabar dunia dengan sajak-sajaknya.
Bukan pula sebatas melihat kopi sebagai tanaman yang punya prospek ekonomi yang menggiurkan, baik jika dijual dalam bentuk biji atau disajikan di warung-warung. Danurfan melampaui semua itu. Ia melawan dengan kopi.
"Melalui warung kopi Leuser Coffee ini, saya bertekad melestarikan hutan di Aceh. Misalnya, hutan Leuser Aceh, harus terus dikelola secara baik karena ada empat juta lebih penduduk yang bergantung dari sumber air kawasan ekosistem tersebut," pungkasnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement