Mitos Serangan Babi Hutan di Lahan Pertanian Ponorogo

Seperti yang diungkapkan warga Desa Ngilo-Ilo, Kecamatan Slahung Slamet mengatakan, jika lahan miliknya diserang, pemilik tidak boleh marah.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 26 Jan 2019, 18:01 WIB
Diterbitkan 26 Jan 2019, 18:01 WIB
Iustrasi babi hutan (AP)
Iustrasi babi hutan (AP)

Liputan6.com, Ponorogo - Sejumlah warga di dua desa, Duri dan Ngilo-Ilo, Kecamatan Slahung resah dengan serangan babi hutan di lahan pertanian. Pasalnya, lahan yang dirusak adalah lahan produktif yang ditanami jagung, kacang, ketela, dan umbi-umbian.

Dadang Purnomo (43), warga Desa Duri ini mengaku kesal dengan ulah babi hutan yang merusak lahan jagung miliknya. Padahal jagungnya tinggal satu bulan lagi panen.

"Ratusan batang jagung saya rusak, bonggol jagungnya pun habis dimakan babi hutan," tutur Dadang, Jumat 25 Januari 2019.

Dadang menambahkan, dari luas lahan 200 meter persegi miliknya seperempat lahannya hancur akibat serangan kawanan babi hutan. Akibat kejadian ini kerugiannya ditaksir mencapai Rp 1 juta.

Selain lahan jagung, lahan rumput gajah miliknya pun tidak luput dari serangan kawanan babi hutan. Namun untuk lahan rumput gajah, kawanan babi hanya mengais-ngais tanah demi memperoleh cacing dan entung tanah.

"Kalau jagung yang diambil jagungnya, kalau di lahan rumput gajah yang diambil cacing dan entung tanah, jadi tanahnya kayak dicakar-cakar gitu," terang dia.

Turunnya kawanan babi hutan ke lahan warga ini karena tidak tersedianya bahan makanan di gunung membuat kawanan babi ini menyerang lahan pertanian milik warga.

Biasanya babi hutan menyerang lahan warga yang ada di dalam hutan, karena lahan di atas gunung gagal panen dan tidak tersedianya makanan, babi pun memilih turun gunung dan menyerang lahan pertanian warga.

Tak tanggung-tanggung jarak 3 Kilometer dari puncak gunung menuju lahan warga yang berada di dekat lereng pun menjadi sasaran kawanan babi hutan ini.

Mitos Serangan Babi Hutan

Teror Babi Hutan
Teror Babi Hutan (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Sementara itu, warga punya cara tersendiri dalam menghadapi serangan kawanan babi hutan. Dadang rela memburu babi hutan dengan menggunakan senapan angin.

"Warga yang sering lihat itu saat menyerang selalu dalam bentuk kawanan, jadi ada 2 babi besar dan 2 babi kecil," terang dia.

Waktu penyerangan pun dilakukan pada malam hari. Warga yang hendak berburu bersiap sejak sehabis maghrib. Mereka berkeliling sawah sembari membawa senapan angin. Menariknya, jika babi berukuran kecil selalu ketakutan dan kabur, tapi kalau yang besar itu malah maneni (kembali menyerang) manusia.

Meski sejak seminggu terakhir serangan babi hutan menggila, warga belum pernah sekalipun berhasil menangkap babi hutan. Serangan babi hutan semakin sering diduga populasi yang semakin meningkat. Sebab, warga seringkali melihat kawanan babi hutan dalam sekali penyerangan berjumlah 3-5 ekor.

"Warga itu paling takut sama yang paling besar karena kendel (berani) sama manusia, kalau berhadap-hadapan gitu manusianya yang diserang babi, jadi kami memilih kabur menyelamatkan diri," kata dia.

Selain itu, ada mitos yang berkembang di masyarakat. Seperti yang diungkapkan warga Desa Ngilo-Ilo, Kecamatan Slahung Slamet mengatakan, jika lahan miliknya diserang, pemilik tidak boleh marah. Menurut mitos, jika lahannya diserang kawanan babi hutan dan tidak marah maka tidak akan diserang lagi dan musim panen selanjutnya hasilnya bagus.

"Harus ikhlas, nanti rezeki pasti datang lagi. Kalau marah justru malah gagal panen di musim tanam selanjutnya," imbuh dia.

Beruntung lahan ketela milik Slamet usai diserang kawanan babi hutan, dia tidak marah. Alhasil lahan jagung miliknya pun aman. Namun berbeda halnya dengan nasib lahan milik Dadang usai lahan jagung miliknya diserang hingga 4 kali dalam kurun waktu seminggu. Dia pun marah dan dendam dengan kawanan babi tersebut kembali menyerang lahan rumput gajah miliknya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya