Bayang-Bayang Kebakaran Hutan di Sumsel Saat Memasuki Musim Kemarau

Beberapa kawasan yang rawan karhutla masih berada di Kabupaten Ogan Ilir (OI), Ogan Komering Ilir (OKI) dan Musi Banyuasin (Muba).

oleh Nefri Inge diperbarui 16 Feb 2019, 09:02 WIB
Diterbitkan 16 Feb 2019, 09:02 WIB
25 Hari Tidak Hujan, Sumsel Berpotensi Terjadi Kebakaran Hutan
Lahan warga yang terbakar di Sumsel saat puncak karhutla di tahun 2015 (Liputan6.com / Nefri Inge)

Liputan6.com, Palembang - Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Provinsi Sumatera Selatan yang sangat besar di tahun 2015 terus diwaspadai pemerintah daerah dan instansi terkait. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Palembang bahkan memprediksi akan terjadi lagi karhutla.

Kepala Stasiun BMKG Kelas 1 Kenten Palembang Nuga Putrantijo mengatakan, penyebab karhutla bisa karena ulah manusia atau faktor lainnya yaitu kekeringan dalam jangka waktu yang panjang.

"99 persen karhutla di Indonesia itu akibat ulah manusia dan pembangunan. Tapi jika hujan tidak turun selama 25 hari hingga 30 hari, akan beresiko terjadi karhutla," ujarnya mengisi Seminar Kesiapan Perusahaan Anggota GAPKI Sumsel menghadapi Musim Kemarau Tahun 2019 di Hotel Grand Zuri Palembang, ditulis Jumat (15/2/2019).

Pada bulan Juni diprediksi akan mulai memasuki musim kemarau. Sedangkan di bulan Agustus hingga Oktober 2019 mendatang menjadi puncak kemarau di Sumsel. Perkiraan tersebut berdasarkan data prakiraan cuaca selama 30 tahun terakhir.

Beberapa kawasan yang rawan karhutla masih berada di Kabupaten Ogan Ilir (OI), Ogan Komering Ilir (OKI) dan Musi Banyuasin (Muba).

"Kemungkinan pada bulan November hingga April 2020 mendatang akan hujan lagi. Nanti kita akan rilis prakiraan cuaca pada bulan Maret atau April," katanya.

Kepala Seksi (Kasi) Balai Pengendalian dan Perubahan Iklim dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (BPPIPKHT) Sumsel Didik Suprijono mengungkapkan, pencegahan karhutla menjadi prioritas dari awal.

Ada beberapa yang sudah mereka lakukan, yaitu membuat peta rawan kebakaran sebagai aktiftas di lapangan, patroli di lapangan yang dibantu TNI, kepolisian dan masyarakat dan membentuk serta membina Masyarakat Peduli Api (MPA).

"Kita juga menggelar kampanye dan sosialisasi ke warga di desa rawan kebakaran. Jika terjadi kebakaran, mereka bisa tanggap melaporkan agar karhutla bisa dicegah," katanya.

Diungkapkan Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Sumsel Harry Hartanto, mereka mempersiapkan pencegahan kebakaran hutan untuk menghadapi musim kemarau di tahun 2019.

Kelompok Petani Peduli Api

25 Hari Tidak Hujan, Sumsel Berpotensi Terjadi Kebakaran Hutan
Satgas Karhutla Sumsel melakukan simulasi pemadaman kebakaran (Dok. Humas Pemprov Sumsel / Nefri Inge)

"Kita ingin perusahaan siap sebelumnya untuk mengantisipasi. Salah satunya melatih membentuk Kelompok Tani Peduli Api (KTPA) yang sekarang sudah ada sebanyak 152 kelompok," katanya.

Beberapa alat sudah disiapkan anggota GAPKI Sumsel untuk KTPA, yaitu peralatan pompa pemadam kebakaran, sarpras, tanki air, sepeda motor dan lainnya.

GAPKI Sumsel mencatat, karhutla yang terjadi di Sumsel tahun 2018 hanya satu lahan perusahaan yang terbakar. Kawasan itu juga merupakan lahan kosong yang tidak digunakan perusahaan tersebut.

"Setahu kami hanya satu perusahaan, ini juga dari laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel. Lahan tersebut memang kosong, biasanya memang sulit dikelola atau ada masalah konflik dengan warga sekitar," katanya.

Kasi Ops Korem Gapo Mayor Kaveleri Delug Marico mengungkapkan, penanganan karhutla harus dilakukan dengan konsep persaudaraan. Mereka akan menindaktegas siapapun yang terbukti melakukan pembakaran di lahan Sumsel.

"Organisasi yang harus dibuat dalam bentuk satgas, bukan berdiri sendiri. Anggota satgas urusan pencegahan, penanggulangan dan logistik yang dibuat berdasarkan SOP," katanya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya