Kala PSK Sunan Kuning Menatap Pemilu

Hampir tidak ada program kerja dari capres dan caleg di Pemilu 2019 yang menyangkut nasib PSK, padahal jumlah mereka banyak.

diperbarui 25 Mar 2019, 13:00 WIB
Diterbitkan 25 Mar 2019, 13:00 WIB
20160303-Sunan Kuning
Sebuah gang di panti resosialisasi Argorejo atau Sunan Kuning‎ (Liputan6.com/Edhie Prayitno Ige)

Semarang - Eka tampak malas memasuki Balai RW 004, Jalan Sri Kuncoro, Kelurahan Kalibanteng Kulon, Semarang Barat, beberapa waktu lalu. Padahal, banyak rekan-rekan seprofesinya sudah berada di dalam ruangan untuk mengikuti sosialisasi pengawasan Pemilu 2019 yang digelar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Semarang.

"Nyanyi aja yuk, Mas," kata Eka.

Perempuan yang berprofesi sebagai pemandu karaoke (PK) di kompleks Resosialisasi Argorejo, atau yang populer dikenal dengan Sunan Kuning (SK), itu memang enggan mengikuti sosialisasi terkait terkait Pilpres maupun Pileg 2019.

Meski demikian, ia tetap mengikuti sosialisasi di balai RW tersebut. Apalagi, mengikuti acara itu wajib hukumnya bagi Eka karena sesuai instruksi dari pengurus resosialisasi.

Sosialisasi terkait pemilu itu bukan kali pertama dilakoni Eka dan warga binaan lain di Resosialisasi Argorejo. Sudah banyak kalangan yang, baik dari pemerintah maupun personal yang sudah berdatangan ke daerah yang terkenal sebagai kompleks prostitusi terbesar di Semarang itu.

Mayoritas mengajak warga binaan resosialisasi untuk turut berpartisipasi dalam pesta demokrasi. Baik dengan cara memberikan hak pilihnya saat pemungutan suara, 17 April nanti, maupun turut melakukan pengawasan terhadap kecurangan-kecurangan, salah satunya politik uang.

Kendati demikian, ajakan itu tampaknya ditanggapi dingin oleh warga binaan Resosialisasi Argorejo. Mayoritas terkesan acuh tak acuh, bahkan terkadang memilih absen saat sosialisasi digelar.

"Saya belum tahu mau milih apa? Mungkin golput [tidak mencoblos]. Buat saya, apa artinya Pilpres. Toh siapa yang terpilih enggak menjamin kehidupan saya lebih baik,” ujar perempuan yang mewarnai rambutnya sedikit pirang itu seperti dikutip Solopos.

Sikap apatis itu wajar ditunjukkan Eka. Perempuan yang mengaku sudah hampir dua tahun berprofesi sebagai pemandu karaoke di Sunan Kuning itu menilai selama ini kebijakan pemerintah masih jauh dari kata berpihak padanya.

"Harapannya sih tentu, setelah Pilpres harga-harga kebutuhan pokok lebih murah, biaya kesehatan juga, dan terutama lapangan kerja,' ujarnya.

 

Apatis

Top 3: Kisah Pilu PSK Galau yang Diusir dari Sunan Kuning
Menurut Ketua Panti Suwandi, mereka dipulangkan karena para pekerja seks tersebut bertindak "nakal".

Senada juga diungkapkan Tyas (31) yang mengaku asal Ambarawa, Kabupaten Semarang. Ibu satu anak itu mengaku tidak peduli dengan pesta demokrasi yang saat ini berlangsung.

Ia hanya peduli bahwa dirinya harus mengais rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup. Apalagi anaknya, yang masih remaja mengidap cerebral palsy (CP), sehingga membutuhkan biaya kesehatan yang tidak sedikit setiap bulan.

"Setiap bulan, saya itu harus mengeluarkan uang Rp500.000-Rp700.000 untuk biaya kontrol dan obat anak di RSUP Kariadi. Jadi kerja seperti ini pun harus saya lakoni. Bingung juga sih, apalagi ada rencana SK tahun ini ditutup," imbuh perempuan yang mengaku berstatus janda itu.

Ketua Lentera ASA, Ari Istiadi, tidak menampik jika warga binaan Resosialisasi Argorejo banyak yang menyambut pesta demokrasi atau Pemilu 2019 dengan sedikit apatis. Ia menilai para PSK maupun PK di Sunan Kuning mulai bosan dengan janji-janji politik yang sering disampaikan para politikus baik secara langsung maupun melalui berbagai media.

"Banyak di antara mereka yang merasa seperti dimanfaatkan. Banyak yang datang ke sini, setelah terpilih terkesan acuh tak jauh saat SK didera masalah. Salah satunya isu penutupan, menyusul kebijakan pemerintah yang ingin Indonesia Bebas Prostitusi 2019," ujar Ari.

Ari menambahkan di SK total ada sekitar 482 warga binaan, yang berprofesi sebagai PK maupun PSK. Dari jumlah sebanyak itu, mayoritas berasal dari luar Kota Semarang.

"Makanya saat pemungutan suara nanti, kami meminta SK ditutup. Itu dilakukan untuk memberi kesempatan warga binaan pulang kampung menggunakan hak pilih. Entah itu mau digunakan atau tidak, terserah mereka," imbuh Ari.

Selain menginstruksikan pemilik rumah hiburan di SK tidak beroperasi, pengurus resosialisasi bersama penyelenggara pemilu, yakni KPU juga akan menyediakan tempat pemungutan suara (TPS) di SK. Ada dua TPS di SK yang masing-masing daftar pemilih tetap (DPT) berjumlah 220 orang dan 190 pemilih.

Baca juga berita Solopos.com lainnya di sini.

 

Simak video pilihan berikut:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya