Liputan6.com, Cilacap - Kicauan anakan burung Kolibri yang baru belajar bersiul membuka wisata pagi Rawa Bojongrongga, Bojongsari, Kecamatan Kedungreja, Cilacap, Jawa Tengah di pertengahan musim penghujan.
Terkadang suaranya tertutup oleh lantunan berirama khas jenis burung kicauan kecil lainnya, Sirdum atau Sir Kha Dum.
Konon ceritanya, bunyi sir dan dum keluar dari tembolok sepasang jantan dan betina, yang saling jatuh hati. Meski belakangan diketahui bahwa jantan dan betina bisa mengeluarkan kicauan yang sama.
Advertisement
Baca Juga
Barangkali Kolibri muda yang berisik sepanjang pagi itu tak hendak bernyanyi melainkan meminta jatah makanan dari kedua induknya yang mulai berburu belalang kecil atau menyedot sari madu dari bunga-bungaan di pinggiran rawa semenjak sinar merah menyeruak di ufuk timur.
Pagi di objek wisata air Rawa Bojongrongga memang berbeda. Di sisi utara rawa, berderet-deret rumah makan yang didirikan di atas air. Dilihat dari kejauhan, bangunan yang terbuat dari bambu, gedek dan atap daun nipah itu laksana perkampungan warga Kampung Laut tempo dulu.
Di antara rumah makan itu, tegak berdiri pepohonan-pepohonan yang menjadi pertanda, dulunya rawa ini benar-benar asri. Kondisi ini juga terlihat di sebelah selatan rawa yang berbatasan dengan perkebunan penduduk.
Pohon kelapa, mangga, rambutan hingga rerumputan liar adalah habitat serangga makanan burung. Tak heran jika sejak pagi, burung-burung yang memadu kasih beterbangan bebas di sekitar rawa yang telah disulap menjadi destinasi wisata kuliner dan wisata air ini.
Perubahan Rawa Bojongrongga Jadi Pusat Wisata
"Kalau hari libur atau akhir pekan, tempat ini selalu ramai. Tempat parkir selalu penuh sehingga banyak kendaraan yang diparkir di bahu jalan," kata Kepala Desa Bojongsari, Sururudin, beberapa waktu lalu.
Sekitar 10 tahun yang lalu, Rawa Bojongrongga belum dikelola. Saat itu, aktifitas rawa hanya berkisar pada pemancing yang mengadu nasib dari pinggir rawa atau kecipak puluhan bebek yang digembalakan di rawa ini.
Tetapi, sejak 2009, rawa ini mulai dilirik menjadi destinasi wisata. Lokasinya memang strategis, lantaran berada di jalur alternatif antara Cilacap menuju Ciamis dan Kota Banjar, Jawa Barat.
Rawa Bojongrongga yang tadinya menyeramkan disulap menjadi pusat kuliner dan wahana wisata air. Bentuk bangunannya pun eksotis, atapnya terbuat dari daun nipah dengan bentuk menyerupai rumah gadang.
Lorongnya tinggi-tinggi. Atap nipah menjamin ruangan memiliki sirkulasi udara yang baik. Angin bertiup leluasa diantara bilik bambu. Adem.
Surur menerangkan tamu wisata kuliner Bojongrongga tak hanya berasal dari lingkungan sekitar. Kebanyakan justru berasal dari para pelintas antar provinsi. Banyak pula yang sengaja datang ke Rawa Bojongrongga untuk berlibur bersama keluarga.
Wisata kuliner andalan rumah makan di Bojongrongga adalah ikan bakar dan goreng. Semuanya merupakan ikan tawar, mulai ikan mas, patin, gurameh, lele, hingga mujaer.
Satu makanan khas yang barangkali akan menjadi klangenan tempat ini adalah plencing kangkung alias sayur oseng kangkung. Kangkung dipotong sesuai panjang ruas dan dimasak setengah matang.
Advertisement
Wahana Wisata dan Harga Makanan
Bumbunya perpaduan manis asin dan pedas sedang. Gurih bumbunya benar-benar sampai ke hati.
"Ayam juga ada. Bebek juga bisa digoreng atau dibakar," ucap Surur.
Lantas, kenapa objek wisata yang dikelola oleh kelompok tani ikan ini layak dijadikan jujugan? Keindahan, layanan dan harga tentu saja menjadi pertimbangan.
Porsi makan untuk empat orang dewasa yang terdiri dari empat lauk ikan emas, nasi, lalap dan sambal lengkap ditambah dua porsi plencing kangkung hanya berharga sekitar Rp 150 ribu. Itu sudah terhitung minuman, jus buah dan air mineral.
Berlibur bersama keluarga di tempat ini pun dijamin tak membosankan. Mereka bisa berselancar di danau dengan aman dengan perahu-perahu kayuh berbentuk lucu. Warga setempat menyebutnya sebagai bebek-bebekan.
Jika masih balita, maka mereka bisa bermain di wahana khusus balita. Tarifnya murah, tiap jam mengayuh perahu bebek hanya Rp 15 ribu. Wahana bermain balita malah gratis.
"Semakin kreatif pengelolanya. Bertambah ke sini, semakin ramai," Surur menambahkan.
Semakin majunya pariwisata di Danau Bojongrongga berefek positif untuk masyarakat setempat. Puluhan remaja bisa bekerja di belasan rumah makan ini.
Sebab itu, pemerintah desa pun mendorong pengembangan kawasan wisata Bojongrongga. Desa pun mendapat manfaatnya. Dari pengelolaan Rawa Bojongrongga, desa memperoleh pendapatan asli desa (PAD).
Ke depan, ada rencana untuk mengelola Danau Bojongrongga dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES). Namun, saat ini, pengelolaan masih terpusat pada Pokdakan Bojongsari.
"Rencananya menjadi salah satu unit usaha BUMDES di sektor wisata," ucapnya.
Saksikan video pilihan berikut ini: