Liputan6.com, Malang - Praktik serangan fafar atau politik uang selalu muncul tiap momen politik elektoral lima tahunan. Berbagai upaya dilakukan untuk melawan salah satu bentuk kecurangan itu. Warga Kampung Kidul Pasar, Sukoharjo, Kota Malang, Jawa Timur, pun turut melawan itu.
Warga memasang puluhan poster menolak praktik politik uang di berbagai sudut kampung di RW 6 dan RW 7. Bertuliskan “Jangan Ambil Uangnya” “Stop !!!! Jangan Gerogoti Warga Kami, Kami Masih Beriman” sampai memuat nomor telepon untuk laporan temuan.
Tidak hanya itu, ada 50 kamera pengawas atau CCTV turut dipasang di berbagai titik. Mengawasi gang – gang sempit, sekaligus bakal jadi bukti menangkap para pelaku yang hendak coba – coba membeli suara rakyat.
Advertisement
Baca Juga
“Poster dipasang sejak hari tenang lalu. Kalau cctv itu untuk menjaga keamanan kampung dari pencuri, sekaligus pelaku politik uang sekarang ini,” kata Aswin Muzaki, Ketua RT 3 RW 6 Kampung Kidul Pasar Kota Malang, Selasa, 16 April 2019.
Ia tak memungkiri banyak politisi maupun calon anggota legislatif datang ke kampung mereka. Selama itu pula warga sejak awal sudah menjelaskan agar tidak memberi uang. Lebih baik jika memberikan pendidikan politik yang baik pada calon pemilih.
Praktik kotor berupa politik uang itu sudah terbukti memberikan dampak buruk. Di Kota Malang misalnya, 41 anggota DPRD dan Wali Kota M Anton jadi terpidana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena kasus suap pembahasan APBD-P 2015.
“Kami tidak ingin menciptakan koruptor baru. Kasus korupsi massal di Malang itu karena mereka bermain politik uang saat pemilihan,” ujar Aswin.
Pemasangan poster anti politik uang itu juga harus jadi pendidikan politik bagi warga sendiri. Bahwa berpolitik itu tidak mahal, bisa dengan murah dan meriah. Serta warga tidak mudah terbeli demi kepentingan politisi yang bisa merugikan publik ke depannya.
Rasionalitas Masyarakat Perkotaan
Pengamat politik Universitas Brawijaya Malang, Wawan Sobari mengatakan, para pelaku politik uang diduga adalah para peserta pemilihan legislatif 2019 ini. Sedangkan untuk pemilihan presiden sangat kecil kemungkinannya.
“Serangan fajar untuk pilpres itu sulit. Paling memungkinkan ya para caleg karena mereka berkepentingan mengamankan suaranya,” kata Wawan.
Meski demikian, praktik politik uang nyaris tidak mendapat tempat di masyarakat yang tinggal di kawasan perkotaan. Terutama mereka yang tinggal di permukiman kawasan kelompok kelas menengah ke atas.
“Sebab masyarakat tipe itu jelas sudah sangat rasional, politik uang tidak mungkin bisa memengaruhi pilihan mereka,” ujar Wawan.
Lain lagi dengan mereka yang berada di permukiman pinggir kota, apalagi di wilayah pedesaan. Masyarakat ini masih mudah tergoda dengan iming – iming uang. Wawan sendiri pernah meneliti Perilaku Pemilih Jawa pada Pilkada Serentak 2018 lalu.
“Pemilihan Wali Kota Malang tahun lalu jadi bukti. Dari tiga calon ada dua yang tersangka korupsi, maka yang dipilih ya yang tidak kesandung kasus,” katanya.
Advertisement