Liputan6.com, Jeneponto - Lembaga pegiat anti korupsi di Sulsel ramai-ramai mendesak Polda Sulsel menindaklanjuti dugaan korupsi pada proyek pembangunan gedung Rumah Tahanan Klas IIB Kabupaten Jeneponto (Rutan Jeneponto), Sulsel yang menelan anggaran sebesar Rp18 miliar yang bersumber dari APBN tahun anggaran 2019.
"Saya kira kicauan kontraktor menjadi pintu masuk bagi Polda Sulsel untuk membuka penyelidikan mengusut utuh apakah betul pengerjaannya sudah sesuai atau tidak," kata Angga, pegiat Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC) ditemui di Jalan AP Pettarani Makassar, Selasa 25 Juni 2019.
Menurut dia, dugaan korupsi sangat kental jika dihubungkan dengan kicauan kontraktor salah satu peserta lelang dalam proyek itu.
Advertisement
Baca Juga
Dimana kontraktor mengungkapkan adanya dugaan persekongkolan (kolusi) dalam proses lelang proyek pengerjaan pembangunan Rutan Jeneponto yang dimaksud.
"Artinya jika betul itu terjadi, maka bisa berpotensi ada gratifikasi dan selanjutnya bisa berimbas pada pengurangan kualitas kerja. Kasarnya anggaran proyek sudah dipangkas untuk fee bagi oknum karena bantu meloloskan rekanan yang dimaksud dengan motif bersekongkol. Makanya untuk mengungkap kebenarannya dibutuhkan penyelidikan," terang Angga.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel, Kombes Yudhiawan Wibisono mengatakan, saat ini pihaknya belum membuka penyelidikan terkait adanya dugaan korupsi pada proyek pengerjaan pembangunan gedung Rutan Jeneponto yang menggunakan anggaran APBN tahun 2019 sebesar Rp18 miliar yang dimaksud.
"Tapi jika ada yang melapor kasus Rutan Jeneponto itu ke kami, tentu akan ditindaklanjuti dengan membuka penyelidikan. Jadi silahkan laporkan kami tunggu," singkat Yudhiawan via pesan singkat, Selasa 25 Juni 2019.
Kicauan Kontraktor
Sebelumnya, Andi Kemal Wahyudi, salah satu kontraktor peserta lelang mengaku didiskriminasi saat mencoba mengikuti proses tender pengerjaan Rutan Jeneponto yang telah memenangkan perusahaan milik politisi senior di Makassar itu.
Menurut Andi, pihak panitia Kelompok Kerja (Pokja) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Sulsel (Kemenkumham Sulsel) diduga bersekongkol dengan perusahaan pemenang sehingga tak memberikan peluang bagi perusahaan baru yang mencoba mengikuti proses lelang pengerjaan pembangunan Rutan Jeneponto.
"Ada syarat yang diterapkan oleh Pokja dan jelas menguntungkan perusahaan milik politisi senior di Makassar itu," kata Kemal yang juga diketahui sebagai Direktur PT. Lantoraland.
Syaratnya yang dianggap Kemal bersifat diskriminatif, yakni pihak Pokja mewajibkan perusahaan calon peserta lelang memiliki tenaga ahli manajer proyek yang berpengalaman dalam pelaksanaan pekerjaan pembangunan gedung Rutan/Lapas sebanyak dua kali dan dibuktikan dengan referensi dari instansi pemberi kerja.
"Ini motif persekongkolannya dimana ada syarat khusus demikian. Padahal semua proyek lingkup Kemenkumham di Indonesia tak pernah ada syarat seperti itu karena tujuannya memberikan peluang bagi perusahaan baru untuk berkarya dan lagian ada juknis yang menjadi acuan pekerjaan," beber Kemal.
Ia memastikan jika kondisi panitia Pokja Kanwil Kemenkumham Sulsel masih demikian, sama saja memberikan peluang terjadinya monopoli pekerjaan dan tentunya hanya untuk perusahaan milik politisi senior yang dimaksud.
"Patutlah kami curiga ada apa dengan ini. Kami juga heran dengan sikap Kakanwil selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang seakan diam melihat semuanya. Seharusnya kan ada pengawasan dan berani tegas kepada Pokja yang coba bermain-main," harap Kemal.
Advertisement
Sanggahan Panitia Pokja Kanwil Kemenkumham Sulsel
Anggota Panitia Kelompok Kerja (Pokja) Kantor Wilayah Kemenkumham Sulsel, Jhon Batara Manikallo memastikan tak ada permainan mata dengan pihak rekanan yang dinyatakan menang dalam lelang pengerjaan pembangunan gedung Rutan Jeneponto yang dimaksud.
Apalagi, kata dia, sampai dituding ada dugaan persekongkolan pihaknya dengan perusahaan pemenang yang notanene diketahui milik politisi senior di Makassar.
"Semua yang dituduhkan itu tidak benar. Syarat yang ada itu sesuai ketentuan yang ada. Masa kami meloloskan perusahaan yang tidak berpengalaman dalam pengerjaan yang terkait. Tentu yang berpengalaman," kata Jhon.
Ia menjelaskan syarat khusus yang diterapkan pihaknya dalam menyeleksi perusahaan peserta lelang diantaranya harus memiliki tenaga ahli manajer proyek yang berpengalaman dalam pengerjaan pembangunan Rutan/Lapas sebanyak dua kali dan dibuktikan dengan referensi dari instansi pemberi kerja, disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang dilelang.
"Memang butuh keahlian khusus dan tentu berpengalaman karena bangunan Rutan Jeneponto ini kan sifatnya bangunan khusus. Syaratnya itu sudah diatur demikian sesuai aturan," jelas Jhon.
Ia juga membantah jika pihaknya dituding melakukan diskriminasi terhadap perusahaan baru peserta lelang apalagi dinilai bersekongkol dengan pihak rekanan pemenang pengerjaan dalam hal ini perusahaan milik seorang politisi senior di Makassar yang dimaksud.
Seluruh tahap pelaksanaan lelang, kata dia, diumumkan secara transparan dan dilihat oleh semua orang Indonesia. Tak hanya itu setiap tahapan pun sebelum dirilis telah melalui telahan tim Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Tim Pengawal Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejaksaan Negeri Jeneponto.
"Nah setelah ditelaah oleh kedua tim tersebut baru tugas Pokja bisa merilis hasilnya. Jadi semua tudingan itu tak benar. Perusahaan peserta yang lain ditolak memang tak memenuhi sejumlah syarat yang ada. Seperti PT Lantoraland, hampir semua syarat ia tak penuhi jadi wajar kalau tidak lolos," Jhon menandaskan.
Saksikan video pilihan di bawah ini: