Liputan6.com, Malang - Malang penuh sejarah. Dari jejak kerajaan kuno abad ke 8 masehi sampai era kolonial Belanda. Kekayaan warisan sejarah itu memunculkan berbagai kawasan Malang heritage. Tidak sedikit yang kemudian dikelola jadi tujuan wisata.
Salah satu tujuan wisata Malang heritage itu adalah Kampoeng Heritage Kajoetangan atau Kampung Kayutangan. Sebuah kampung yang sudah tercatat dalam sejarah masa klasik sampai modern. Kampung ini memiliki ciri khas deretan rumah berarsitektur kolonial Belanda.
Ada 60 rumah tua yang berhasil diidentifikasi di kampung ini. Seluruhnya relatif terjaga bentuk aslinya. Di depan rumah dipasang plakat informasi usia bangunan sampai pemilik pertamanya. Rumah tertua dicatat dibangun pada 1870.
Advertisement
Baca Juga
Banyak pula yang dibangun dalam kurun 1920-1940 dengan model atap pelana atau biasa disebut rumah jengki. Wisata heritage Kayutangan diresmikan sejak 2018 lalu. Sejak itu pula para pelancong datang silih berganti.
Ahmad Ilham, anggota Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kayutangan mengatakan, seluruh rumah kuno itu hasil identifikasi warga sendiri. Melacak mulai dari pemilik pertama sampai ke ahli warisnya
"Plakat informasi itu juga swadaya warga. Kami sadar kampung ini punya banyak sejarah," kata Ilham di Malang, Sabtu, 20 Juli 2019.
Warga membuka diri, menyiapkan rumah mereka sebagai titik swafoto bagi tamu. Dari seluruh rumah bergaya arsitektur Belanda, ada 25 rumah siap menerima wisatawan. Menyediakan berbagai properti untuk berfoto sembari pemiliknya tetap beraktivitas seperti biasa.
Misalnya rumah Ester. Dibangun pada 1940, pernah digunakan pengobatan sinshe. Meski tidak lagi ada praktik pengobatan, keturunannya masih menjual jamu tradisional. Ada pula menyediakan pernak - pernik seperti kamera lawas maupun perabotan kuno untuk berfoto.
"Kami sudah bersiap, pemilik rumah bisa bercerita tentang arsitektur rumah dan sejarahnya. Menyediakan juga oleh-oleh," papar Ilham.
Kampung Wisata Heritage Kayutangan jadi salah satu tujuan andalan wisata Malang heritage. Terutama bagi mereka penyuka dan pegiat sejarah. Atau sekedar berburu lokasi foto dengan konsep klasik.
Warga Mereguk Manfaat
Ada tiga akses masuk menuju Kampung Heritage Kayutangan. Bisa dari koridor Talun di Jalan Arif Rahman Hakim serta dua akses lainnya dari koridor Kayutangan di Jalan Basuki Rahmat. Di tiap akses masuk itu pengunjung dikenai Rp 5 ribu per orang.
Pengunjung diberi peta wisata Kayutangan dan kartupos bergambar bangunan lawas. Bila ingin masuk ke dalam rumah untuk berfoto, ada biaya Rp 10 ribu. Selain diizinkan masuk untuk berfoto, pemilik rumah siap menjawab pertanyaan seputar sejarah dan arsitektur rumah mereka.
"Uang masuk kampung itu digunakan menambah fasilitas di sini. Kalau biaya masuk rumah agar ada dampak ekonomi ke kami," ucap Ilham.
Setiap hari rata - rata ada 100 - 250 pengunjung. Namun di akhir pekan bisa mencapai 500-an pengunjung. Selain menjaga dan merawat sejarah kampung, dengan cara itu pula diharapkan ada nilai tambah ke ekonomi warga.
Akhir Agustus nanti rencananya koridor Kayutangan di Jalan Basuki Rahmat bakal dibuat sentra oleh – oleh layaknya Malioboro Jogjakarta ataupun Braga Bandung. Sehingga ada nilai lebih yang bisa didapat oleh warga setempat.
"Itu yang bikin pemerintah kota. Tentu kami bisa menerima lebih banyak manfaat lagi," ucap Ilham.
Ada versi cerita rakyat yang berkembang perihal awal muasal nama Kayutangan. Nama itu mengambil dari pohon yang berbentuk menyerupai tangan manusia. Dahulu kawasan ini adalah hutan belantara ditumbuhi pohon patangantangan.
Rizal Fahmi, Ketua Pokdarwis Kayutangan menyebut pohon itu tumbuh menyerupai tangan manusia. Hutan ini jadi tempat persembunyian Ken Arok.
"Warga biasa menyebut pohon dengan kayu, jadilah pohon patangantangan itu disebut kayutangan," kata Rizal Fahmi, Ketua Pokdarwis Kayutangan.
Menurutnya, pohon jenis itu sekarang sudah langka. Konon di Malang tersisa sedikit saja, di antaranya masih tumbuh di wilayah Gunung Kawi. Pemanfaatan kampung heritage jadi tujuan wisata diharapkan juga menggugah kesadaran warga tentang sejarah tempat tinggal mereka.
Advertisement
Perkembangan Kayutangan
Wilayah Kayutangan ada sejak masa kerajaan kuno dan terus berkembang di masa kolonial Belanda. Wilayah Kayutangan yang masuk koridor Talun memiliki sejarah panjang. Kawasan ini tercatat dalam Prasasti Ukir Nagara berangka tahun 1198 Masehi sebagai desa perdikan.
Nama daerah ini disebut-sebut dalam Kitab Paraton. Salah satu tempat Akuwu Tunggul Ametung saat memburu Ken Arok dipersembunyiannya. Kawasan ini semakin berkembang saat Belanda menguasai Malang.
Jadi salah satu permukiman baru di regenschaap atau Kabupaten Malang pada 1822 yang didirikan Belanda. Saat gementee atau Kotamadya Malang ditetapkan pada 1914, wilayah ini makin berkembangan.
Koridor Kayutangan di Jalan Basuki Rahmat masuk bagian rencana pengembangan kawasan atau bouwplan Kotamadya Malang. Sebagai zona perdagangan di masa kolonial. Hal itu tertulis dalam Kroniek der Stadsgemeente Malang 1914 – 1939.
Sejarahwan Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono dalam sebuah kesempatan mengatakan, revitalisasi di masa kolonial menempatkan koridor Kayutangan jadi salah satu titik strategis.
"Belanda membuat jalan dengan menembus hutan Kayutangan. Semakin cepat berkembangan setelah Alun - alun Malang dibangun," ujar Dwi.
Sejak itu pula, perlahan tapi pasti koridor Kayutangan jadi salah satu koridor utama. Pusat bisnis dan perdagangan, terlebih setelah Belanda juga membangun jalur trem. Kawasan ini banyak menyumbang sejarah penting bagi perkembangan Kota Malang.