Perajin Kesulitan Bahan Baku Sarung Keris

Para perajin di sentra kerajinan keris kewalahan mencari bahan baku untuk pembuatan warangka atau sarung keris.

oleh Liputan Enam diperbarui 21 Okt 2019, 19:00 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2019, 19:00 WIB
Membuat Keris di Banyumas
Besi baja dan nikel yang telah menyatu yang akan dibentuk menjadi keris di Besalen Kyai Sela Pamujan Karangklesem, Banyumas, Jawa Tengah, Senin (22/4). Baselan atau bengkel keris mampu memproduksi tiga jenis keris Ageman, Tayuhan dan Cinderamata. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta - Para perajin keris di sentra kerajinan keris Banyusumurup, Desa Girirejo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, kewalahan mencari bahan baku untuk pembuatan warangka atau sarung keris.

Ketua Koperasi Keris Gandring, Aladin, mengatakan, untuk mendapatkan kayu timoho sebagai bahan baku istimewa warangka keris perlu mencari hingga ke luar provinsi, bahkan luar Pulau Jawa.

"Bahan baku kayu untuk warangka yang istimewa seperti kayu timoho, cendana wangi, trembalu, dan kayu gading itu mencarinya sulit," kata dia di Bantul, Senin (21/10/2019), dilansir Antara.

Aladin mengatakan dari pada membuat bilah keris, saat ini di Banyusumurup lebih banyak perajin aksesori keris seperti warangka, pendok, deder, dan mendak. Untuk bilah keris biasanya perajin memesan dari Madura, Gunung Kidul hingga Klaten, Jawa Tengah.

Karena bahan baku istimewa sulit didapatkan, saat ini para perajin keris lebih banyak memanfaatkan bahan baku kayu alternatif seperti kayu jati, sono keling, asam, hingga sawo yang masih banyak tumbuh di sekitar Banyusumurup.

Oleh karena itu, Aladin mengatakan para perajin mulai menggencarkan menanam bibit pohon timoho sebagai cadangan bahan baku jangka panjang dalam pembuatan aksesori keris.

"Kalau di sini timoho kayunya langka makanya saya coba nanam empat pohon. Sekarang usianya baru satu tahun," kata Aladin.

Warangka dari kayu biasanya dijual dengan harga Rp100 ribu sampai Rp200 ribu per unit sedangkan yang berbahan kayu cendana atau timoho mencapai Rp800 ribu hingga Rp1 juta per unit tergantung jenis dan keistimewaan kayu.

Omzet per bulan para perajin keris, lanjut Aladin, rata-rata berkisar Rp50 juta tergantung jenis keris yang dipesan. Saat sepi pesanan rata-rata hanya terjual 5 kodi. "Kalau bulan-bulan adat seperti Bulan Suro itu banyak yang pesan," kata dia.

Salah satu perajin keris lainnya, Daryanto (38) juga mengaku kesulitan mendapatkan kayu timoho. Menurutnya, keistimewaan kayu timoho terletak pada lingkar kayu dalam batang pohon yang tidak menentu.

"Galih atau lingkar kayu pada batang timoho itu tidak menentu," kata Daryanto.

Dari tekstur kayu yang istimewa itu, menurut dia, motif warangka akan terbentuk sehingga menentukan estetika warangka dari sebuah keris.

"Kami berharap anak-anak muda ikut andil dalam melestarikan industri kerajinan keris yang ada di Banyusumurup," kata dia.

SImak video pilihan berikut:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya