Liputan6.com, Palembang - Program imunisasi anak yang disosialisasikan pemerintah pusat ke seluruh daerah, ternyata masih belum mendapat respon baik dari para warga.
Bahkan, pro-kontra kandungan minyak babi di dalam vaksin Measles Rubella (MR) yang dikenalkan pemerintah ke masyarakat, semakin membuat para orangtua enggan untuk memberikan imunisasi kepada anak-anaknya.
Sosialisasi yang gencar dilakukan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) di 17 Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), juga tidak membuat para orangtua tergerak agar anaknya disuntik vaksin MR ini.
Advertisement
Baca Juga
Penolakan ini diperkuat dengan adanya kasus siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang meninggal dunia diduga usai disuntik vaksin tetanus di Puskesmas 7 Ulu Palembang. Orangtua murid pun sempat melaporkan kasus ini ke SPKT Polresta Palembang, meskipun diakhiri dengan jalur damai.
Sofuan (45), warga Jalan Demang Ningrat Kelurahan Demang Lebar Daun Ilir Barat 1 Palembang Sumsel dari awal tidak mempercayai fungsi dari vaksin-vaksin imunisasi ke anak-anaknya. Dia bahkan tidak memperbolehkan ketiga anaknya disuntik imunisasi hingga sekarang.
"Anak pertama saya sekarang sudah berusia 12 tahun dan sama sekali tidak pernah disuntik vaksin, termasuk anak kedua saya berusia 11 tahun dan anak bungsu berusia 2 tahun. Meskipun tidak imunisasi, selama ini anak-anak saya tumbuh kembangnya tidak terganggu dan sehat saja," ujarnya kepada Liputan6.com, Kamis (7/11/2019).
Beberapa alasannya memilih tidak mengizinkan suntik vaksin kepada anaknya karena adanya keraguan akan kandungan vaksin yang isunya mengandung minyak babi.
Dia juga menilai bahwa program imunisasi anak ini hanya buang-buang anggaran pemerintah. Karena sejak lahir, manusia sudah mempunyai daya tahan tubuh atau imun sendiri, yang bisa menjadi perisai dari segala macam penyakit.
"Kita lihat saja orang terdahulu tidak suntik vaksin apa pun, tapi masih saja sehat. Itu yang saya yakini dan sampai sekarang Alhamdulillah anak saya tidak ada yang sakit parah, seperti yang diberitakan jika tidak suntik imunisasi," ucapnya.
Pengusaha ini juga sempat menanyakan dengan berbagai relasinya yang bergerak di bidang kesehatana. Dari informasi tersebut, dia juga mendapatkan banyak pengakuan terkait adanya kandungan minyak babi dalam vaksin anak tersebut.
Meskipun penolakan imunisasi akan berdampak pada kelumpuhan, tetapi Sofuan tetap berpegang teguh pada keyakinannya.
"Dulu saya pernah diberitahu anak saya akan lumpuh karena tidak imunisasi. Tapi sejauh ini tidak ada apa pun, karena asupan gizi ketiga anak saya tercukupi,” katanya.
Sebagai umat Islam, dia juga menolak adanya kandungan minyak babi dalam vaksin MR yang diharamkan oleh agama.
"Dalam bentuk apa pun, (kandungan babi) itu haram. Saya juga menyarankan ke keluarga agar tidak imunisasi anak. Walau banyak dari pihak keluarga yang kontra terhadap keputusan saya," ucapnya.
Untuk menjaga daya tahan tubuh ketiga anaknya, Sofuan bersama istrinya selalu memberikan treatment khusus. Seperti membiarkan anaknya bermain hujan pada usia 9 bulan dan menjemur anaknya di bawah sinar matahari.
Tolak Suntik Imunisasi
"Kalau saya nilai, suntik vaksin itu hanyalah bisnis di bidang kesehatan belaka. Karena mereka sendiri yang menciptakan virus, vaksin, dan obatnya. Saya tidak ingin jadi korban praktik ini," ungkapnya.
Sama halnya dengan Belly Casio (32) yang sejak anaknya lahir menolak untuk suntik imunisasi. Wiraswasta ini lebih berhati-hati dalam menjaga kesehatan anaknya, meskipun dia tidak mempunyai cukup pengetahuan tentang kandungan vaksin imunisasi.
"Tolak ukur saya dengan orang terdahulu yang sehat-sehat saja tanpa suntik vaksin. Secara agama juga, kandungan minyak babi diharamkan untuk masuk ke tubuh manusia. Itu yang jadi pertimbangan saya," ucapnya.
Namun, pria satu anak ini tidak menyalahkan program pemerintah terkait suntik imunisasi. Dia juga tidak menolak jika anaknya harus diberi obat antibiotik selain suntik untuk kesehatan.
Meskipun menolak imunisasi, Belly bersama istrinya punya treatment khusus untuk menjaga kekebalan tubuh anaknya. Setiap seminggu sekali, dia memberikan asupan khusus berupa air Zamzam, kurma dan madu ke anaknya yang berusia 1 tahun 7 bulan.
"Kami juga terbiasa untuk konsumsi buah-buahan karena mengandung banyak manfaat. Sejauh ini anak saya tanpa imunisasi, hanya mengalami flu biasa, bukan penyakit yang parah," katanya.
Lain lagi dengan Marina (31), warga Kelurahan Kayu Ara Kecamatan Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Sumsel. Meskipun tidak menolak anaknya disuntik imunisasi, tetapi Marina tidak mempercayai kehigienisan vaksin dari puskesmas.
Advertisement
Bulan Imunisasi Anak
"Saya ragu dengan kualitas vaksin dari puskesmas, takutnya nanti kedaluarsa. Apa pun tindakan tenaga medis yang dilakukan secara massal, saya lebih baik menghindarinya," ujarnya.
Marina bersama suaminya lebih mempercayakan dokter spesialis anak, untuk mendapatkan layanan suntik imunisasi. Meskipun dia harus merogoh uang lebih banyak.
Kendati banyak penolakan akan suntik vaksin, tetapi Dinkes Palembang tetap rutin menggelar kegiatan ini.
Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Palembang Fauzia mengungkapkan, bulan imunisasi untuk siswa SD di Palembang sudah digelar di bulan Agustus 2019.
"Bulan Agustus lalu sudah digelar imunisasi vaksin campak untuk kelas 1 SD sederajat. Di bulan ini, akan digelar kembali imunisasi tetanus difteri untuk anak SD kelas 1,2, dan 5," katanya.
Vaksin Tetanus Difteri ini sudah lama digunakan dan belum mendapat penolakan dari orangtua murid. Namun, ada beberapa siswa yang sedang sakit, memang tidak diperbolehkan disuntik vaksin. Untuk capaian target imunisasi Dinkes Palembang juga sudah baik.
Terkait pro kontra vaksin MR yang diisukan mengandung daging babi, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumsel Aflatun Mochtar sudah menurunkan tim khusus untuk investigasi.
"Kami sedang menurunkan tim dari Komisi Fatwa MUI Sumsel untuk menyelidiki lebih lanjut terkait vaksin MR ini," katanya singkat.
Simak video pilihan berikut ini: