Liputan6.com, Padang - Perayaan Natal 2019 tinggal menghitung hari, namun polemik pelarangan ibadah bersama umat Nasrani di dua daerah Sumatera Barat masih belum ada kejelasan. Tidak hanya Dharmasraya, Kabupaten Sijunjung juga demikian.
Lebih dari 200 Kepala Keluarga di Sijunjung merayakan hari besarnya tanpa kemeriahan. Persoalannya sama dengan Kabupaten Dharmasraya, yakni umat Nasrani hanya diperbolehkan melakukan ibadah bersama di tempat resmi dan berizin.
Kemudian, alasan lainnya disebut karena adanya kesepakatan yang sudah dibuat sejak jauh-jauh hari. Pemerintah setempat berdalih umat Nasrani di daerah Sijunjung tidak pernah dilarang beribadah, hanya saja mesti di tempat resmi, sedangkan di daerah itu belum ada rumah ibadah resmi.
Advertisement
Baca Juga
Badan Pengawas Pusat Studi Antar Komunitas (PUSAKA), Sudarto kepada Liputan6.com, Senin (23/12/2019) mengungkapkan terkait adanya perjanjian dengan masyarakat setempat tentang melaksanakan ibadah Natal, yaitu masyarakat dipersilakan melaksanakan ibadah Natal seperti biasa di tempat ibadah resmi dan juga di rumah secara pribadi bukanlah merupakan kesepakatan bersama.
"Itu bukan kesepakatan bersama, melainkan sepihak tanpa melibatkan umat Nasrani, di berkas kesepakatan tersebut tidak ada satu pun tanda tangan perwakilan umat Kristiani yang menyetujuinya dan di Sijunjung polemik ini mulai terjadi pada 2005," katanya.
Dalam kesepakatan 2005 itu disebutkan beberapa poin, yang pertama melarang umat Kristiani untuk melakukan ibadah baik mingguan maupun natalan, kedua menolak umat Kristiani membeli tanah di daerah itu, kemudian yang ketiga menolak dikuburnya umat Kristiani di sana.
Sejak adanya pelarangan itu, umat Nasrani di sana beribadah di rumah masing-masing kemudian beberapa di antaranya ada yang pindah domisili.
Pada 2019, lanjut Sudarto, pihak kepolisian setempat menemui perwakilan umat Nasrani di Sijunjung untuk menanyakan perihal jadwal ibadah kemudian memberi masukan agar umat Nasrani di sana membuat surat untuk izin melakukan ibadah resmi.
Namun hasil rapat di daerah itu memutuskan menolak memberikan surat izin, tetapi diperbolehkan beribadah di rumah ibadah resmi.
"Sedangkan di Sijunjung belum ada gereja, ini sama saja mereka tidak bisa beribadah di daerahnya," ujar Sudarto.
Untuk perayaan Natal 2019 di Dharmasraya dan Sijunjung, jika tidak juga mendapatkan izin resmi maka akan dilaksanakan di Kota Sawahlunto atau berjarak sekitar 135 kilometer dari daerah itu.
"Jika pemerintah setempat tidak menyelesaikan persoalan ini, maka ke depan berpotensi adanya konflik antaragama yang mengakibatkan intoleransi semakin kentara di daerah itu," ucapnya.
Â
Komentar Kemenag Sumbar
Sementara, Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Sumatera Barat, Hendri menjelaskan umat Kristen tidak dilarang melakukan ibadah Natal. Namun, mereka membatasi perayaan Natal di luar tempat ibadah.
Menurutnya, hal ini merupakan hasil kesepakatan untuk menjaga kerukunan umat beragama. Khusus Natal Sijunjung, ada kesepakatan yang sudah berlangsung sejak 2005.
"Kesepakatan ini dilakukan antara tokoh masyarakat Nagari Sikabau, Kecamatan Pulau Punjung, dengan umat kristiani," kata dia.
Hendri bilang, masyarakat bersepakat untuk tidak melarang satu sama lain melakukan ibadah menurut agama dan kepercayaan di rumah masing-masing. Namun, jika dilakukan berjemaah atau mendatangkan jemaah dari tempat lain, maka pelaksanaannya di rumah ibadah resmi (gereja) dan memiliki izin dari pihak terkait.
Kesepakatan ini, tambahnya sudah dibahas pada 16 Desember 2019 oleh Kemenag bersama Forkopinda, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan tokoh masyarakat yang membahas persiapan perayaan Natal di Dharmasraya dan Sijunjung, sebelum mencuatnya pemberitaan soal pelarangan perayaan Natal di media.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement