Kurangi Singgungan dengan Permukiman, Jalan Tol Padang-Pekanbaru Jadi Berliku

Tol Padang Pariamana - Pekanbaru trasenya akan digeser ke pinggir perbukitan untuk meminimalkan persinggungan dengan permukiman warga.

oleh Liputan Enam diperbarui 22 Feb 2020, 08:00 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2020, 08:00 WIB
Presiden Jokowi Resmikan Pembangunan Jalan Tol Padang - Pekanbaru
Presiden Joko Widodo memantau pembangunan jalan tol Padang-Pekanbaru di Jalan Padang Bypass Km. 25, Kota Padang, Sumatra Barat, Jumat , (9/2). Pembangunan jalan tol ini akan tuntas pada tahun 2023. (Liputan6.com/Pool/Biro Setpres)

Liputan6.com, Padang - Trase Tol Padang Pariaman-Pekanbaru sta 4,2 di Sumatera Barat berubah lagi, digeser mepet ke pinggir perbukitan untuk meminimalkan penggunaan lahan produktif dan mengurangi persinggungan dengan permukiman warga.

Dokumen trase baru itu telah diserahkan Ditjen Bina Marga kepada Pemprov Sumbar awal Februari 2020. Itu trase kedua yang diubah sejak ground breaking dilakukan oleh Presiden Joko Widodo 9 Februari 2018.

Gubernur Sumbar Irwan Prayitno menyebut setelah trase ditetapkan, proses selanjutnya adalah penetapan lokasi (Penlok) dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur. "Penetapan Lokasi segera kita lakukan," katanya, dilansir Antara.

Irwan bercerita, semula trase itu mengarah ke arah Sicincin, Kabupaten Padang Pariaman. Tapi karena di bagian ujungnya ada potensi masalah terkait pembebasan lahan, maka trase dialihkan dan keluar di Kapalo Hilalang, Kecamatan 2x11 Kayu Tanam, Padang Pariaman.

Trase itu dinilai yang terbaik karena lahan yang akan digunakan relatif adalah lahan tidur yang selama ini memang tidak digarap oleh masyarakat karena jauh dari akses transportasi. Lahan itu juga relatif jauh dari permukiman padat warga sehingga penggusuran bisa diminimalkan.

Bahkan menurutnya, sejak awal trase itulah yang seharusnya digunakan sehingga tidak terjadi gejolak dan penolakan dari sejumlah masyarakat pemilik lahan. Hanya saja Pemprov Sumbar sebelumnya juga mempertimbangkan akses agar masyarakat bisa pula memanfaatkan tol itu dengan berjualan di tempat peristirahatan (rest area).

Selain itu tol yang dibangun juga diharapkan bisa menjadi pendukung sektor pariwisata yang menjadi unggulan hampir setiap daerah di Sumbar.

Namun, dengan banyaknya kendala dan persoalan, maka trase diputuskan untuk diubah, melewati daerah yang relatif "aman".

Faktor utama perubahan trase itu adalah harga ganti kerugian terhadap lahan yang ditetapkan tim appraisal tidak sesuai dengan keinginan masyarakat. Ganti kerugian itu dinilai terlalu rendah.

Bayar pajak mahal, pas diganti rugi harga lahan tiba-tiba jatuh. Bahkan ada yang diganti hanya seharga satu ekor ayam potong per meter persegi, begitu disampaikan Mardian, koordinator aksi saat masyarakat pemilik lahan di Kasang, Padang Pariaman, menggelar aksi demonstrasi ke kantor gubernur setempat, 23 Januari 2019.

Hal senada disampaikan oleh pihak Padang Industrial Park (PIP) yang menilai harga ganti kerugian yang ditetapkan tim appraisal tidak mengacu pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

NJOP dari empat hektare lahan PIP yang terkena imbas pembangunan jaln tol adalah Rp335 ribu per meter. Namun harga yang ditetapkan untuk ganti kerugian hanya Rp50 ribu per meter.

Perubahan trase akan menjadi babak baru dalam pembangunan tol Padang Pariaman-Pekanbaru sepanjang 244 kilometer dan menjadi salah satu tol terpanjang di Indonesia tersebut.

Pimpinan Proyek Jalan Tol Padang Pariaman-Sicincin seksi I dari PT Hutama Karya, Ramos Pardede mengatakan pelaksanaan proyek itu sempat tersendat karena banyak faktor. Bahkan untuk mengejar target supaya ruas ini bisa berjalan, dipercepat pembangunan dari arah Pku menuju Padang, yaitu seksi Pekanbaru-Bangkinang yang sekarang sudah dalam tahap persiapan pekerjaan fisik, simultan dengan pembebasan tanah.

Sementara tahap I sta 0 - 4+200 yang sebelumnya terkendala pembebasan lahan, sekarang sudah ada titik terang karena dukungan semua pihak. Tahap selanjutnya (dari sta. 4+200 sampai dengan 36+600) revisi trase sudah selesai dan mulai ke tahap persiapan proses Penlok oleh Pemprov Sumbar.

Tanah Ulayat

Persoalan sulitnya pembebasan lahan di Sumbar bukan hanya terjadi pada pembangunan tol Padang Pariaman-Pekanbaru saja. Persoalan itu sejatinya telah lama bahkan sejak sebelum Indonesia merdeka. Kepemilikan lahan yang unik di Sumbar membuat proses pembebasan lahan menjadi sangat rumit.

Di Sumbar hingga saat ini masih banyak lahan yang dimiliki secara komunal (bersama) oleh kaum atau kerabat dalam satu suku. Jika lahan itu akan dijual, atau dibebaskan untuk suatu kepentingan, keputusan harus diambil secara bulat oleh semua pemilik lahan dibuktikan dengan tanda tangan yang bersangkutan.

Kalau pemiliknya ada 10 orang, maka harus ada persetujuan dari 10 orang. Satupun tidak boleh kurang. Kalau kurang, lahan tidak bisa dijual.

Persoalannya tidak hanya itu. Karakter orang Minangkabau (etnis terbesar di Sumbar) yang suka merantau juga menjadi persoalan tersendiri. Kadang dari 10 orang pemilik lahan, hanya dua orang yang masih tinggal di kampung, selebihnya merantau. Tanah rantau kadang tidak jelas pula, sudah berpindah-pindah dibawa "perasaian". Di bawa "garis tangan".

Maka makin susahlah mengurus penjualan atau pembebasan lahan yang seperti itu. Makin pusinglah orang yang ingin berinvestasi.

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Sumbar, Maswar Dedi dihadapan Komite IV DPD RI yang menginventarisasi kendala investasi di daerah pada akhir Januari 2020 menyebutkan kawasan hutan lindung dan tanah ulayat menjadi sejumlah faktor yang menjadi penghambat investasi di provinsi itu.

Pembebasan lahan tol Padang Pariaman-Pekanbaru menjadi salah satu contoh. Contoh lain potensi panas bumi yang cukup besar di daerah itu, tetapi sebagian besar berada di dalam kawasan hutan lindung sehingga tidak bisa digarap.

Payakumbuh-Pangkalan

Penolakan terhadap trase tol Padang Pariaman-Pekanbaru tersebut juga mencuat dari warga Nagari Koto Baru Simalanggang dan Taeh Baruah, Kabupaten Limapuluh Kota karena jalurnya yang melewati kawasan perumahan dan lahan produktif pertanian.

Dua nagari itu masuk dalam seksi IV tol Padang Pariaman-Pekanbaru dari Payakumbuh hingga Pangkalan. Data sementara trase tol itu akan melewati 50 rumah dengan 120 KK, karena itu masyarakat meminta agar trase itu diubah.

Salah seorang tokoh masyarakat Nagari Koto Baru Simalanggang Jasriman mengatakan masyarakat melalui pemerintah nagari sudah menyurati pihak terkait untuk penyampaian penolakan tersebut.

Kepala Dinas PUPR Kabupaten Limapuluh Kota Yunire Yunirman menyebutkan saat ini tengah dilakukan kembali pemetaan lokasi yang akan dilewati pembangunan jalan tol agar program nasional tersebut bisa berjalan dengan baik.

Tol Padang Pariaman-Pekanbaru merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN) sebagaimana tertuang dalam Perpres No. 58 Tahun 2017. Peletakan batu pertama pembangunan dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada Februari 2018 dan ditargetkan selesai pada 2025.

Tol itu dinilai memiliki nilai strategis karena akan mempercepat akses dua provinsi dari awalnya 8-12 jam tergantung kecepatan kendaraan dan kondisi kemacetan jalan menjadi hanya 4 jam bahkan kurang. (AMA/PNJ)

 

Simak Video Pilihan Berikut:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya