Liputan6.com, Kendari - Pagi hari di Desa Masalili, Kecamatan Kontunaga Kabupaten Muna, seperti tak terpengaruh isu Corona Covid-19. Di sana tepat di atas bukit, ada tempat wisata kolam renang berbentuk tak biasa yang selalu ramai.
Dibangun sejak 2018 dan mulai beroperasi 2019, kolam renang ini jika diamati baik-baik berbentuk menyerupai alat kelamin pria. Bukan disengaja, namun kondisi geografis bukit yang memanjang, memaksa pengembang membangun kolam renang dengan bentuk sedemikian rupa.
Kolam renang ini, berjarak sekitar 25 kilometer dari Raha, Ibukota Kabupaten Muna. Lokasinya berada di antara bukit-bukit batu di desa yang terkenal dengan gugusan puluhan bukit karst.
Advertisement
Baca Juga
Saat pertama kali digali, pihak desa dan pengembang kolam renang kesulitan menggali bebatuan. Maka, diputuskan, kolam hanya sedalam 60 sentimeter dan dibuat untuk arena wisata anak-anak. Setelah beroperasi sekitar 6 bulan lebih, ternyata peminatnya juga datang dari kalangan orang dewasa.
Saat pandemi Corona Covid-19 belum meluas hingga ke Indonesia, tidak sedikit dari mereka ikut berenang saat mengantarkan anak-anaknya berwisata di tempat ini.
Mantan Kepala Desa Masalili, La Ode Rasali menyatakan, kolam ini dibangun memanjang dari arah Utara ke Selatan. Namun, karena kondisi bukit yang memanjang dari Barat ke Timur, terpaksa pelaksana mengikuti kondisi.
"Jadi, kita buat memanjang. Lagipula, dengan bentuknya yang unik itu kami berpikir tidak merugikan siapa-siapa karena memang bentang alamnya seperti itu," ujar La Ode Rasali.
Dia menambahkan, bentuknya yang kontroversial itu pernah disorot warga dan netizen. Namun, hal itu dianggap wajar meskipun mereka tidak mengetahui kondisi sebenarnya.
"Jadi, bentuk bukit itu memanjang. Pada salah satu ujungnya, melebar. Jadi kami harus memaksimalkan luasnya agar pengunjung bisa lebih leluasa berenang," tambahnya.
Untuk menikmati kolam renang, setiap pengunjung membayar biaya Rp25 ribu. Sedangkan untuk yang ikut masuk menemani, diberikan tarif Rp10 ribu.
Di sekitar kolam Masalili, ada dua lokasi wisata lainnya yang bisa dipakai untuk menjauh dari hiruk pikuk isu Corona Covid-19. Keduanya yakni, jembatan gantung Masalili dan Puncak Mongkeluno.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Puncak Karst Masalili
Puncak Masalili berada di Desa Masalili Kecamatan Kontunaga. Lokasinya berada diatas bukit kerst, di dekat kolam renang Masalili. Berjarak 20 menit perjalanan dari ibukota kabupaten, kawasan ini merupakan gugusan bukit karst (kapur) yang menjulang hingga 30 meter.
Ada belasan bukit kapur yang berdiri kokoh diantara perkebunan para petani di wilayah itu. Sekilas, lokasi ini mirip miniatur gugusan bukit karst yang terkenal di Guilin, China. Jika udara cerah, lokasi ini cocok dijadikan sebagai arena wall climbing oleh penyuka tantangan.
Tekstur bukit yang dipenuhi bebatuan, memancing adrenalin para pemanjat untuk mencapai puncaknya. Diatas puncak, wisatawan akan disuguhkan pemandangan berlatar belakang lebatnya hutan Masalili.
Pada pagi dan sore hari, lokasi ini cocok dijadikan spot foto menarik. Ada dua puncak utama disana, saat ini sudah dibuat jembatan gantung. Dari dua puncak yang berjarak 40 meter lebih, pengunjung ditantang untuk menyeberangi dua bukit setinggi hampir 40 meter hanya dengan menapaki jembatan yang terbuat dari kayu.
Bupati Muna, Rusman Emba mengakui masih banyak kekurangan yang harus dibenahi. Meskipun, keindahan wisata ini menurutnya bisa memberikan pemasukan bagi pendapatan daerah.
"Kita akan terus benahi, kedepannya diharapkan bisa menjadi ikon wisata yang menjadi incaran wisatawan," ujarnya.
Advertisement
Puncak Mangkeluno
Puncak Mangkeluno berada di Desa Wabintingi Kecamatan Lohia. Perjalanan sekitar sejam dari ibukota kabupaten Muna Berjalan menyusuri setapak sebelum masuk ke puncak, wisatawan akan melewati perkebunan milik warga.
Kerap dianggap jalur ekstrim dan menguras tenaga, perasaan akan berubah bila sudah mencapai puncak. Sebelum menikmati indahnya pemandangan puncak, wisatawan harus berjalan sekitar 2 kilometer.
Cukup menguras tenaga, namun rata-rata mengaku puas ketika bisa duduk dan berfoto diatas di sejumlah spot yang sudah disiapkan pengelola lokasi. Dari puncak, wisatawan bisa menikmati samudera di selat Buton dari kejauhan.
Ibukota kabupaten juga bisa terlihat dari atas puncak. Jika belum hafal jalur menuju ke lokasi, wisatawan biasanya bisa menyewa remaja atau anak kecil yang tinggal di desa sekitar bisa mengantar ke puncak.
Hanya dengan merogoh kocek Rp 20 ribu, pemandu bisa diminta tolong untuk membawakan barang bawaan pengunjung.
Â