Cara Membuat Moke, Minuman Tradisional Warisan Leluhur

Moke merupakan minuman beralkohol tradisional asal Maumere, Flores, NTT. Moke biasa menjadi simbol ucapan selamat datang, persaudaraan dan adat di Flores yang sudah menjadi warisan leluhur.

oleh Ola KedaDionisius Wilibardus diperbarui 30 Jun 2020, 18:00 WIB
Diterbitkan 30 Jun 2020, 18:00 WIB
Warisan Leluhur
Foto: Yohanis Yohanes Jago, salah satu pembuat moke tradisional di Maumere, Kabupaten Sikka (Liputan6.com/Dion)

Liputan6.com, Sikka - Moke merupakan minuman beralkohol tradisional asal Maumere, Flores, NTT. Moke biasa menjadi simbol ucapan selamat datang, persaudaraan, dan adat di Flores yang sudah menjadi warisan leluhur.

Minuman tradisional ini diproses secara tradisional. Proses ini diwariskan secara turun-temurun hingga sekarang. Moke berasal dari hasil sadapan pohon lontar dan enau.

Untuk memproduksi moke membutuhkan waktu lama. Pembuatan moke biasa dilakukan di kebun dengan menggunakan wadah-wadah tradisional seperti periuk tanah.

Minuman tradisional ini juga biasa digunakan dalam upacara adat seperti nikah dan upacara adat lainnya. Di luar acara adat, moke sering dikonsumsi oleh pemuda beramai-ramai saat berkumpul.

Yohanis Yohanes Jago, salah satu pembuat moke tradisional di RT 09/RW 04, Dusun Wairhabi Desa Habi, Kecamatan Kangae, Maumere, Kabupaten Sikka, mengaku sudah 20 tahun bekerja sebagai pembuat moke.

Bahkan, rutinitas ini telah menjadi mata pencaharian untuk menghidupi keluarga.

"Hasilnya untuk biayai sekolah anak-anak dan kebutuhan hidup sehari-hari," ungkapnya kepada wartawan, Sabtu (27/6/2020).

Saban hari ia menyadap buah lontar atau enau. Air lontar atau enau inilah akan disuling menjadi moke.

"Pagi sebelum matahari terbit dan sore sebelum matahari terbenam, saya sudah memanjat pohon enau atau lontar, untuk mengambil airnya," ujarnya.

 

Saksikan Video Ini

Tahapan-Tahapan Moke

Buah pohon lontar itu diiris menggunakan pisau kecil untuk diambil airnya. Bagian pohon enau atau lontar yang di sadap adalah tangkai bunga. Kucuran air nira ini ditampung dalam bumbung atau batang bambu. Air nira yang sudah ditampung ini lalu disaring dan dimasak menjadi moke.

Proses ini memerlukan dua tahap yaitu memasak dan menyuling. Proses masak dan suling ini menggunakan peralatan-peralatan tradisional yang dirangkai menjadi satu kesatuan yaitu tungku api, periuk tanah, dan rangkaian bambu.

Ia menerangkan, tungku api befungsi untuk tempat pembakaran nira, periuk tanah berfungsi sebagai wadah memasak nira, dan rangkaian bambu sebagai wadah pengembunan. Untuk membuat rangkaian bambu dibutuhkan jenis bambu berukuran besar.

Rangkaian bambu dipasang dari mulut periuk tanah ataupun drum. Kemudian, disambung dengan bambu-bambu yang berukuran kecil diarahkan menuju tempat penampungan moke yang dihasilkan.

Sebelum disambung, bambu-bambu tersebut dilubangi agar bisa mengalirkan penguapan nira yang akan menjadi moke. Semakin panjang rangkaian bambu, semakin bagus pula kualitas mokenya.

"Rangkaian bambu itu sudah dipasang mati, tidak bisa dibongkar-bongkar," ungkapnya.

 

Jadi Moke Enak

Setelah perlengkapan disiapkan, nira atau moke putih dimasukkan ke dalam periuk tanah untuk dimasak. Ujung bawah bambu dipasang rapat-rapat pada mulut periuk tanah agar uap nira tidak ke luar. Secara otomatis, uap yang dihasilkan akan melalui rangkaian bambu yang sudah disusun. Dalam rangkaian bambu itulah terjadi proses penguapan.

Dari hasil penguapan itu ada keluar tetesan air pada ujung bambu. Tetesan air itu ditampung dengan wadah yang sudah disiapkan. Hasil tampungan tetesan air inilah yang disebut moke.

Ia menambahkan, untuk menghasilkan moke yang baik, moke yang sudah dihasilkan bisa dimasak dari pagi hingga siang hari. Poses masak yang membutuhkan waktu yang lama tersebut akan menghasilkan kualitas moke yang enak untuk diminum.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya