Upaya Sardin Selamatkan Puluhan Jenis Anggrek Langka di TN Lore Lindu

Pelestarian SDA di kawasan Taman Nasional Lore Lindu bergantung pula pada warga lokal termasuk di desa-desa penyangga. Peran itu juga yang tengah dilakoni oleh Sardin, yang berhasil menggabungkan konservasi dan pemberdayaan ekonomi warga desa dari budidaya anggrek.

oleh Heri Susanto diperbarui 08 Jul 2020, 18:00 WIB
Diterbitkan 08 Jul 2020, 18:00 WIB
Sardin rumede, pegiat konservasi anggrek TN Lore Lindu
Sardin rumede, pegiat konservasi anggrek TN Lore Lindu sedang di kebun anggreknya di Desa Karunia, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi. (Foto: Liputan6.com/ Heri Susanto).

Liputan6.com, Sigi - Pelestarian SDA di kawasan Taman Nasional Lore Lindu bergantung pula pada warga lokal termasuk di desa-desa penyangga. Peran itu juga yang tengah dilakoni oleh Sardin, yang berhasil menggabungkan konservasi dan pemberdayaan ekonomi warga desa dari budidaya anggrek.

Sardin Rumede (32) tengah menyirami anggrek-anggrek di halaman rumahnya di Desa Karunia, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, saat ditemui Liputan6.com beberapa waktu lalu. Dia memeriksa, membolak-balikkan setiap daun, khawatir serangga iseng terhadap tanaman eksotis itu.

Anggrek-anggrek itu adalah tanaman liar yang didapatnya dari pohon-pohon yang tumbang di hutan lindung sekitar desa dan kebun-kebun milik warga. Dia bilang, jika tidak diambil untuk budidaya, kekayaan Taman Nasional Lore Lindu itu akan mati dengan sendirinya karena proses alam dan sasaran rambahan orang-orang yang hanya mementingkan ekonomi ketimbang ekosistem yang lestari.

"Di hutan peluang hidup anggrek hanya 5 persen karena ada ancaman alami seperti serangga, juga dari orang-orang perambah yang menjualnya ke kolektor. Kalau seperti itu anggrek di sini akan punah," kata dia, Senin (6/7/2020).

Sardin memulai usaha penyelamatan anggrek liar itu sejak tahun 2004 seorang diri. Dan hingga tahun 2020 upaya konservasi itu telah menulari mayoritas warga desa untuk melakukan hal serupa, yang menjadikan desa itu kini sohor sebagai desa anggrek dan jadi salah satu objek wisata dan edukasi di Kabupaten Sigi.

Di tangan Sardin dan warga desa Karunia, anggrek-anggrek hasil budidaya itu sebagian akan dikembalikan lagi ke hutan lindung, di zona penyangga maupun zona inti cagar biosfer Taman Nasional Lore Lindu. Sedangkan sebagian lagi jadi sumber ekonomi alternatif warga di desa yang berada di ketinggian 800 mdpl itu selain bertani.

Berkat upaya itu, kini sekitar 70 jenis anggrek tetap lestari, termasuk jenis endemik Sulawesi dan Sulawesi Tengah, seperti Phalaenopsis celebiensis dan Phalaenopsis venosa. Walau begitu, Sardin dan warga desa Karunia mengaku masih butuh bantuan untuk keberlangsungan konservasi itu.

"Pendampingan dari pihak Balai Besar TN Lore Lindu memang sudah ada tapi masih perlu ditingkatkan terutama soal teknik budidaya. Kami juga butuh pembuatan green house yang sesuai standar, yang sekarang hanya terbuat dari bambu yang mudah rusak," Sardin mengharapkan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Hasil Hutan untuk Ekonomi Warga

budidaya anggrek
Seorang warga di Desa Karunia menunjukkan anggrek hasil budidayanya yang menjadi sumber ekonomi alternatif. (Foto: Liputan6.com/ Heri Susanto).

Bagi pihak Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BBTNLL) Sardin adalah contoh dan harapan untuk pelestarian ekosistem sekitar Taman Nasional Lore Lindu berbasis komunitas lokal.

Kepala Bidang Teknis Konservasi BBTNLL, Wantoko mengungkapkan, skema konservasi dan pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar hutan taman nasional sedang didorong, yang juga dimulai dengan pendataan lokal champion, atau individu dengan kepedulian besar terhadap konservasi seperti yang dilakukan Sardin.

"Data yang masuk ke kami (BBTNLL) baru Pak Sardin sebagai lokal champion. Tentu kami terus mendorong dan cari 'Sardin-Sardin' lain yang punya kemauan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dengan pendekatan konservasi untuk kami bina," Wantoko menerangkan.

Pembinaan dan pendampingan itu menurut Wantoko meliputi bimbingan teknis seperti budidaya, promosi, hingga pemasaran yang bekerjasama dengan instansi lain.

Dengan cara itu peningkatan ekonomi masyarakat sekitar TN diharapkan bisa dicapai meski secara bertahap.

“Warga di sekitar hutan secara ekonomi kategori miskin yang jauh dari akses ke sarana pengembangan ekonomi. Sedangkan hasil hutan bukan kayu juga punya potensi ekonomi jika dikelola dengan baik," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya