Suku Baduy Ingin Lokasi Adatnya Dihapus dari Peta Wisata Indonesia dan Dunia

Suku Baduy mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo untuk segera menghapus wilayah adat mereka dari peta wisata Indonesia dan dunia.

oleh Yandhi Deslatama diperbarui 17 Jul 2020, 10:21 WIB
Diterbitkan 07 Jul 2020, 17:00 WIB
Lembaga Adat Baduy Minta Daerahnya Dihapus dari Daftar Destinasi Wisata
Pemuka adat Baduy membubuhkan cap jempol pada surat terbuka yang disampaikan untuk Presiden Joko Widodo. (dok. Heru Nugroho)

Liputan6.com, Banten - Sesepuh adat suku Baduy memberi mandat kepada empat orang, yakni Heru Nugroho sebagai pegiat internet, Henri Nurcahyo pegiat seni dan budaya, Anton Nugroho pegiat sosial dan lingkungan, dan Fajar Yugaswara pegiat seni, untuk mengirim surat terbuka ke Presiden Jokowi, agar wilayah adat mereka dihapus dari peta wisata Indonesia dan dunia.

Surat terbuka itu dicap jempol tiga jaro atau kepala desa, yakni Jaro Saidi sebagai Tanggungan Jaro 12, Jaro Aja sebagai Jaro Dangka Cipari, dan Jaro Madali sebagai Pusat Jaro 7.

"Agar bapak presiden melalui perangkat birokrasinya, berkenan membuat dan menetapkan sebuah kebijakan, supaya wilayah adat Baduy tidak lagi dicantumkan sebagai lokasi objek wisata. Dengan kata lain, kami memohon agar pemerintah bisa menghapus wilayah Adat Baduy dari peta wisata Indonesia," begitu bunyi petikan surat tersebut.

Salinan surat tersebut dikirimkan oleh Heru Nugroho, saat dikonfirmasi melalui pesan singkatnya. Masih dalam salinan surat tersebut, alasan para tetua adat Baduy ingin dihapuskan wilayahnya dari peta wisata Indonesia, karena banyak dokumentasi berupa foto dan video Suku Baduy, terutama Baduy Dalam, beredar luas di masyarakat. Bahkan aplikasi Google map, memuat dokumentasi alam Baduy di perkampungan Cikeusik, Cikertawarna, dan Cibeo.

Padahal, dalam tatanan hidup masyarakat Adat Baduy, ada larangan untuk mendokumentasikan dan mempublikasikannya ke dunia luar.

Kemudian alasan kebersihan dan kelestarian alam. Seiring derasnya arus wisatawan datang ke Baduy, sampah semakin menumpuk di dalam perkampungan.

"Agar bapak Presiden melalui lembaga birokrasinya, mengeluarkan peraturan untuk tidak mengizinkan pihak mana pun di seluruh dunia, membuat dan mempublikasikan citra gambar wilayah Baduy, khususnya Baduy Dalam, dari sudut mana pun, tanpa terkecuali. Terhadap pelanggaran ini, kami usulkan agar dapat dikenakan sanksi yang tegas," tulis lanjutan surat tersebut.

Masih menurut Heru, surat terbuka itu sudah dikirimkan ke Presiden Jokowi pada hari Senin, 6 Juli 2020 kemarin. Sedangkan salinannya, sudah dia kirimkan melalui aplikasi WhatsApp ke teman-temannya yang ada di pemerintahan.

"Dikirim kemarin yang hardcopy. Menurut tracing jasa pengiriman, surat udah sampai hari ini. Yang ke Presiden dan semua kementerian sebagai tembusan. Yang ke Gubernur Banten dan Bupati Lebak, katanya baru akan sampai besok pagi," jelas Heru, melalui pesan singkatnya, Selasa (7/7/2020).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya