Makna Kemerdekaan Bagi Orang Rimba di Jambi

Makna kemerdekaan bagi orang rimba di Jambi adalah ketika hutan yang menjadi ruang hidup mereka terjaga.

oleh Gresi Plasmanto diperbarui 18 Agu 2020, 08:30 WIB
Diterbitkan 18 Agu 2020, 08:30 WIB
Upacara HUT RI Orang Rimba
Puluhan anak-anak orang rimba mengibarkan bendera merah putih usai mengikuti upacara peringatan HUT ke-75 Republik Indonesia, Senin (17/8/2020). (Liputan6.com/dok KKI Warsi)

Liputan6.com, Jambi - Pagi itu Senin 17 Agustus 2020, anak-anak orang rimba di Bukit Duabelas, Sarolangun, Jambi, tampak antusias. Jauh dari pusat ibu kota Provinsi Jambi, mereka menggelar upacara peringatan Hari Ulang Tahun ke-75 Republik Indonesia.

Mereka terlihat berbaris menyanyikan lagi Indonesia Raya, dan mendongakan kepala ke atas hormat bendera merah putih. Para anak-anak rimba yang ikut dalam peringatan kemerdekaan ini rata-rata mereka sudah mengikuti sekolah formal, sebagian lainnya peserta didik alternatif yang diselenggarakan Warsi.

Dipandu guru rimba sekaligus fasilitator pendidikan dari Komunitas Konservasi Indonesia Warsi Yohana Marpaung dan Juharul Maknun, puluhan anak orang rimba menyiapkan pelaksanaan upacara yang dihelat di pelataran kantor lapangan KKI Warsi di pedalaman Sarolangun, Jambi.

Mereka yang ikut upacara itu dari Kelompok Saidun Tengkuyungon di perumahan Punti Kayu 2 Desa Bukit Suban, Kelompok Selambai dari Sako Selensing Taman Nasional Bukit Duabelas.

Kemudian Kelompok Ngrip dari perumahan Punti Kayu 1 Desa Bukit Suban dan Kelompok Meriau yang bermukim di dalam perkebunan kelapa sawit milik warga Desa Bukit Suban.

Meluring, rerayo orang rimba dari Punti Kayu I Desa Bukit Suban Kecamatan Air Hitam Sarolangun Jambi, memaknai kemerdekaan dengan sederhana. Baginya merdeka adalah ketika hutan yang menjadi rumah orang rimba dilindungi karena hutan menjadi sumber penghidupannya.

"Bagi kami merdeka itu kalau hutan kami diindungi, kami bisa hidup di hutan, sesuai dengan tradisi nenek moyang kami," kata Meluring.

Dia mencontohkan, saat ini masih banyak orang rimba yang hidup menumpang di dalam perkebunan sawit. Kelompok mereka hidup berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya di dalam hamparan perkebunan sawit. Dulunya hutan ruang hidup orang rimba dan punya nilai hostori dengan mereka.

Antropolog KKI Warsi Robert Aritonang menyebutkan, hingga 75 tahun kemerdekaan Indonesia, seharusnya kelompok-kelompok adat marginal mendapat perhatian lebih dari negara. Selama ini kelompok orang rimba masih terpinggirkan.

"Keputusan-keputusan penting yang diambil negara untuk mengubah rimba menjadi perkebunan ataupun hutan tanaman dilakukan tanpa persetujuan mereka," kata Robert.

Robert mengatakan, lebih dari separuh orang rimba di Provinsi Jambi hidup tanpa kepastian ruang hidup. Mereka hidup terlunta-lunta di dalam areal perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman yang dimiliki korporasi besar.

"Kita berharap ke depan, dalam menggapai Indonesia maju juga diberi ruang untuk kelompok suku adat marginal ini, sehingga keadilan ruang kelola dan kepastian hak juga bisa dirasakan orang rimba," ujar Robert.

Simak juga video pilihan berikut ini:

Lomba Ketapel

Lomba Ketapel Orang Rimba
Sejumlah pemuda orang rimba di Bukit Duabelas, Sarolangun, Jambi, mengikuti lomba ketangkasan ketapel, Senin (17/8/2020). Lomba ini digelar dalam memperingati HUT ke-75 RI. (Liputan6.com/dok KKI Warsi)

Usai mengikuti upacara anak-anak rimba antusias mengikuti berbagai lomba yang sudah dipersiapkan. Ada beragam loma yang diadakan, yakni lomba ketapel.

Masing-masing anak menembak target yang sudah ditentukan, dalam jarak bidikan sekitar 20 meter, mereka berhasil menembak sasaran berupa kaleng yang ditempatkan di atas meja.

Ketangkasan membidik sasaran dengan ketapel atau yang dalam bahasa rimba disebut meci, merupakan keahlian anak-anak rimba. Memeci sudah menjadi keseharian mereka dalam berburu hewan yang hasilnya digunakan untuk konsumsi.

Selain ketapel, juga diselenggarakan lomba memasukkan pena ke dalam botol yang dilakukan secara beregu. Lomba ini dimenangkan tim Pengarang Gading, Bepuncak, Nyeser, Nepi dan Besimbur.

"Kenapa pena? karena pena ini adalah alat tulis yang masih sangat perlu diakrabkan dengan anak-anak rimba," kata fasilitator pendidikan KKI Warsi, Yohana Marpaung.

Perlombaan bagi anak-anak rimba itu kata Yohana, diselenggarakan untuk meningkatkan ketertarikan mereka dengan alat tulis. Sehingga, mereka semakin semangat untuk sekolah.

Yohana Marpaung yang acara itu mengatakan peringatan kemerdekaan Indonesia merupakan bagian dari pendidikan yang diajarkan kepada orang rimba. Saat ini kata dia, belum banyak orang rimba yang memahami makna kemerdekaan.

"Peringatan hari kemerdekaan ini adalah cara mengajarkan kepada mereka konsep hidup bernegara," kata Yohana.

Sejak kemarin anak-anak rimba sudah dikumpulkan oleh Yohana untuk menyukseskan perhelatan peringatan kemerdekaan Indonesia. Mereka membuat bendera-bendera kecil dari kertas minyak warna merah dan putih.

"Pemahaman orang rimba masih sangat minim tentang hidup bernegara, hal ini tidak lepas dari pengakuan terhadap hak-hak orang rimba yang masih belum terlalu menjadi perhatian negara," demikian Yohana.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya