Liputan6.com, Sikka - Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) dan Brigade Komodo Balai Gakkum KLHK Wilayah Jabalnusra pada mengamankan 175,3380 meter kubik kayu olahan jenis merbau dan meranti ilegal di gudang penampungan kayu milik UD I di Jalan Bengkunis Wuring, Kabupaten Sikka, NTT, Kamis (20/8/2020).
Selain kayu, petugas juga mengamankan Kapal Layar Motor (KLM) Malawalie 09, yang memuat kayu dari Tanjung Pemali, Wahai Seram Utara Kabupaten Maluku Tengah menuju Pelabuhan Wuring, Kabupaten Sikka.
Advertisement
Baca Juga
Hasil pemeriksaan penyidik KLHK ditemukan dua dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu (SKSHHK) palsu dan dua lembar dokumen SKSHHK asli.
Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Jabalnusra, Muhammad Nur, mengatakan, terungkapnya kasus dokumen SKSHHK palsu ini berawal dari informasi intelijen mengenai KLM Malawalie 09 yang diduga mengangkut kayu ilegal dengan menggunakan dokumen SKSHHK palsu dari pelabuhan Wahai Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah dengan tujuan pelabuhan Wuring Maumere, Kabupaten Sikka.
Berdasarkan hasil penelusuran, diketahui KLM Malawalie 09 memuat kayu ilegal di Tanjung Pemali dan pelabuhan Wahai Seram pada tanggal 21 hingga 26 Juni 2020. Setelah muatan kayu penuh, dengan berbekal dokumen SKSHHK palsu dari CV AA industri Primer di Dusun Parigi, Desa Wahai, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, pada 29 Juni, KLM Malawie berangkat menuju pelabuhan Wuring.
Sementara Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK, Sustyo Iriyono mengatakan, modus operandi pelaku dari cara konvensional telah berubah dengan memanfaatkan keahlian IT untuk mengangkut kayu-kayu ilegal.
"Dokumen SKSHHK yang dilengkapi dengan barkode ternyata bisa dipalsukan oleh mereka. Kami menemukan juga SKSHHK palsu di beberapa wilayah. Apabila ada keterlibatan oknum aparat yang turut membantu kejahatan ini, kami akan tindak tegas sesuai peraturan," tegas Sustyo.
Saat ini penyidik KLHK sedang mendalami keterangan dari para pelaku. Apabila terbukti, para pelaku akan dijerat dengan pasal berlapis, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16 Jo. Pasal 88 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau ayat (2) UU No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
"Bagi pelaku perseorangan diancam pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp2,5 Miliar, sedangkan bagi korporasi diancam pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5 Miliar dan paling banyak Rp15 Miliar," tegasnya.