Liputan6.com, Gorontalo - Kasus dugaan korupsi oleh Kepala Dinas (Kadis) Perhubungan Sulawesi Tenggara (Sultra), Hado Hasina yang kini tengah bergulir di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra dinilai jalan di tempat.
Padahal, jaksa sudah menyatakan bahwa paket pekerjaan Studi Manajemen Rekayasa Lalu Lintas (Lalin) di kawasan perkotaan Kabupaten Wakatobi yang dilaksanakan pada tahun 2017 silam telah merugikan negara miliaran rupiah.
"Saya menduga jaksa yang menangani kasus ini tersandera dengan perlakuan sang kadis, makanya penanganan kasus jalan di tempat," kata Sahrul, Ketua Jaringan Kemandirian Nasional Sultra, Senin (23/11/2020).
Advertisement
Baca Juga
Alasan Sahrul menduga telah terjadi penyanderaan aparat penegak hukum dalam penanganan kasus dugaan korupsi ini, karena tidak adanya progres penyelidikan untuk mendapatkan kepastian hukum.
"Hingga hari ini jaksa hanya berkata bahwa pihaknya masih melakukan pengumpulan data sebagai bahan keterangan," ujarnya.
"Biar kesannya mereka bekerja, itu-itu saja alasannya," ujarnya.
Bahkan, sebelumnya, proyek studi manajemen rekayasa lalin di kawasan perkotaan Kabupaten Wakatobi ini dilaksanakan oleh LPPM Universitas Halu Oleo (UHO). Ada sekitar lima orang tenaga ahli dosen dari LPPM UHO yang ikut dilibatkan, masing-masing tiga dosen teknik sipil dan dua dosen kebumian.
"Anehnya dalam proses pengerjaan hingga selesai, kelima dosen tersebut tidak pernah dilibatkan lagi," ungkapnya.
Kepala Dinas Perhubungan Sultra, Hado Hasina saat dikonfirmasi mengaku, bahwa ia siap mengembalikan kerugian negara. Menurutnya, bahwa itu merupakan petunjuk jaksa untuk mengembalikan kerugian negara tersebut dan akan dikonsultasikan ke Inspektorat dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Saat diperiksa, saya diberikan solusi oleh jaksa agar saya mengembalikan kerugian negara," kata Hado.
Sementara, Kasi Penkum Kejati Sultra, Herman Darmawan, membantah bahwa pihaknya telah memerintahkan oknum kadis tersebut untuk mengembalikan kerugian negara pada kasus yang menjeratnya.
"Tidak ada perintah pengembalian dari jaksa. Itu proses pembayaran tidak wajar," kata Herman Darmawan.
"Intinya kejaksaan tetap memproses ini dan kasus ini tetap berjalan," dia menambahkan.
Di tempat yang berbeda, Tahir salah satu tim ahli dalam pekerjaan proyek tersebut mengaku, tidak pernah dilibatkan saat proyek tersebut mulai dikerjakan. Bahkan, alangkah terkejutnya ia melihat nama dan tanda tangannya ada dalam dokumen laporan hasil proyek tersebut.
"Saya tidak dilibatkan sama sekali, ada namaku dalam kontrak. Bikin saya diduga mereka memalsukan tanda tanganku untuk proses pembayaran. Saya tegaskan saya tidak pernah menandatangani dokumen tersebut," Tahir menandaskan.