Siswa SMK di Cilacap: Pak Kami Bosan Belajar Jarak Jauh

Dampak lainnya, siswa, terutama di sekolah-sekolah kejuruan atau SMK, tak bisa praktikum secara leluasa

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Jan 2021, 04:30 WIB
Diterbitkan 13 Jan 2021, 04:30 WIB
Siswa SMK Komputama Majenang, Cilacap praktikum di ruang bengkel BTSM. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Siswa SMK Komputama Majenang, Cilacap praktikum di ruang bengkel BTSM. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap - Pandemi Covid-19 telah berlangsung nyaris setahun. Sejak Maret 2020 lalu, semua hal berubah, termasuk metode belajar.

Nyaris setahun pula, tak tampak hiruk-pikuk pagi hari, ketika siswa SD, SMP, SLTA atau SMK berangkat sekolah. Sejak Maret 2020 itu, mereka belajar di rumah dengan sistem daring.

Tentu saja siswa bosan. Pun, dengan gurunya. Tak ada lagi interaksi langsung yang membuat mereka tertawa bahagia. Salah satunya terjadi di SMK Komputama Majenang, Cilacap.

Dampak lainnya, siswa, terutama di sekolah-sekolah kejuruan atau SMK, tak bisa praktikum secara leluasa. Tentu ini berpengaruh terhadap pemahaman mereka terhadap materi.

Sementara, dalam kondisi normal, persentase praktikum setidaknya 60 persen dari seluruh pembelajaran. Itu artinya, dalam sepekan tiga atau empat hari mestinya dihabiskan di ruang praktik.

Seorang siswa di SMK Komputama Majenang, Reihan Maulana mengatakan belajar jarak jauh membuatnya jenuh dan stres. Kejenuhan belajar di rumah membuatnya tidak bisa berkonsentrasi. Selain itu, beberapa materi sulit dipahami tanpa praktik langsung.

“Saya merasa jenuh, stres. Karena tidak bisa belajar bersama dengan teman-teman,” ucap siswa jurusan perbankan dan keuangan SMK Komputama Majenang, Cilacap, awal Januari lalu.

**Ingat #PesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Rindu Kawan

Siswa SMK Komputama Majenang, Cilacap di ruang kelas, bersiap untuk praktikum. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Siswa SMK Komputama Majenang, Cilacap di ruang kelas, bersiap untuk praktikum. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Reihan mengakui, praktikum di sekolah satu kali sepekan membantunya memahami materi. Namun, praktik sepekan itu belum cukup lantaran biasanya praktikum dilakukan tiga hingga empat kali sepekan.

Senada dengan Reihan, siswa Jurusan Perbankan dan keuangan Mikro SMK Komputama, Nadia Pramuditya juga mengaku jenuh belajar di rumah. Pasalnya, ia merasa rindu dengan teman-teman sekelasnya.

“Belajar di rumah itu berbeda dengan di sekolah. Kalau di sekolah senang karena bisa bertemu dengan teman-teman,” ujar Nadia.

Terlepas dari kebijakan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada 11-25 Januari 2021, Kepala SMK Komputama Nana Kusnana M. Kom mengakui belajar jarak jauh membuat guru dan siswa jenuh. Selain itu tingkat serapan materi pun rendah. Karena itu, pihaknya menerapkan belajar tatap muka sepekan sekali, untuk keperluan praktikum.

“Kami menerapkan standar protokol ketat pencegahan Covid-19. Insya Aallah sekolah siap, siswa siap, dan orangtua juga sudah setuju semua,” ucap Nana.

Nana juga menjelaskan, praktikum siswa SMK dibenarkan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) bersama dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Agama (Menag), dan Menteri Kesehatan (Menkes), telah bersepakat dalam penyesuaian kebijakan pembelajaran di masa pandemi Covid-19.

 

Efektivitas Praktikum Langsung

Siswa SMK Komputama Majenang, Cilacap di ruang kelas, bersiap untuk praktikum. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Siswa SMK Komputama Majenang, Cilacap di ruang kelas, bersiap untuk praktikum. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Kesepakatan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri yang diputuskan setelah melihat hasil survei yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud terkait dampak yang timbul akibat pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama masa pandemi Covid-19.

Untuk jenjang SMK, pembelajaran praktik membutuhkan kehadiran siswa dan guru secara fisik di ruang praktikum dengan protokol kesehatan yang ketat.

Kusnana mengemukakan, dalam kondisi normal praktikum dilakukan empat kali dalam sepekan. Itu sebab, jika tak ada praktikum sama sekali, maka materi pembelajaran akan sulit diserap.

Untuk menyiasati rendahnya serapan materi, pihaknya tetap menerapkan praktikum meski hanya sepekan sekali. Sistemnya shifting atau bergiliran. Hal itu mengacu kepada ptokol penanganan Covid-19 yang hanya memperolehkan siswa masuk sepertiga jumlah siswa.

“Sistemnya bergiliran. Satu kelas satu minggu sekali,” ujarnya.

Meski begitu, dia pun mengakui jumlah praktik yang hanya satu kali sepekan masih sangat kurang. Sebab, banyak materi yang hanya bisa dipahami siswa dengan jalan praktik.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya