Dikepung Daerah Rawan Bencana, Mahasiswa Unsoed Bikin Alat Peringatan Dini Longsor Murah

Bermula dari keresahan inilah, mahasiswa jurusan Fisika Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto itu kemudian menciptakan alat peringatan dini bencana tanah longsor sederhana dengan biaya yang terjangkau

oleh Rudal Afgani Dirgantara diperbarui 25 Jan 2021, 08:00 WIB
Diterbitkan 25 Jan 2021, 08:00 WIB
Ilustrasi Tanah Longsor
Ilustrasi Tanah Longsor

Liputan6.com, Purwokerto - Bencana alam semakin sering terjadi bersamaan dengan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. Hal ini menimbulkan kerugian material yang tak sedikit, atau bahkan korban jiwa.

Kondisi ini menjadi keresahan bagi Tito Yudatama dan rekannya Ariska Pratiwi, Agung Pamilu, dan Wahyu Krisna Aji.

Bermula dari keresahan inilah, mahasiswa jurusan Fisika Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto itu kemudian menciptakan alat peringatan dini bencana tanah longsor sederhana dengan biaya yang terjangkau.

Tanah longsor masuk dalam tiga besar bencana alam yang paling sering terjadi setelah banjir dan angin kencang.

"Wilayah sekitar Unsoed yaitu Banyumas, Purbalingga, Wonosobo, Banjarnegara, dan wilayah sekitarnya adalah yang termasuk memiliki cukup banyak daerah kategori rawan pergerakan tanah,” kata Koordinator Bidang Kerjasama dan Humas Unsoed, Betha Swandani, dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu, 23 Januari 2021.

Di sisi lain, harga alat peringatan dini yang ada di pasaran berkisar antara Rp3 jutaan hingga ratusan juta. Hal ini tentu tidak sebanding dengan banyaknya wilayah yang rentan pergerakan tanah.

Untuk menjembatani kesenjangan itu, Tito dan rekannya membuat alat peringatan dini yang hanya membutuhkan biaya Rp300 ribu hingga Rp 400 ribu. Selain murah, alat ini didesain sederhana sehingga masyarakat bisa merakit sendiri.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Proyek Sosial Mitigasi Bencana Alam

Alat yang dirancang mahasiswa Unsoed ini merupakan pengembangan dari alat serupa yang digunakan BPDB Kabupaten Magelang. Mereka mengembangkan alat ini agar lebih tahan hujan, dibuat dual channel, dan baterei yang dapat di isi ulang.

Tito mengatakan, prinsip kerja alat ini yaitu menggunakan pasak yang dipasang melintang terhadap rekahan tanah dengan penghubung kawat baja terhadap jack power dan switch. Alat ini dipasang di lokasi rawan longsor yang dekat dengan permukiman penduduk.

“Apabila terjadi pergerakan tanah yang menjauhkan posisi pasak dari sumber alat, maka kawat baja akan mencabut jack power dari switch, sehingga akan menghidupkan sirine yang mendapat masukan energi dari baterai 9 volt sebagai tanda," ujarnya.

Tito dan timnya telah mempresentasikan alat ini di BPBD Kabupaten Wonosobo untuk mendapat masukan lebih lanjut.

Tito juga akan memasukannya ke dalam jurnal nasional bersama tim penulis. Selain itu, jika mendapat persetujuan dari BPBD Kabupaten Banyumas, Unsoed akan menghibahkan alat ini.

Tito menggarap social project bersama beberapa organisasi mahasiswa Unsoed dan komunitas di luar Unsoed bernama Kolaborasi Pemuda Bersedekah Berencana.

Kolaborasi ini untuk menggalang dana publik yang akan dimanfaatkan untuk pembuatan alat ini. Selanjutnya, mereka akan menghibahkan alat ini untuk BPBD Banyumas.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya