Gempa Cilacap, Warga Soroti Alat Peringatan Dini Tsunami yang Tak Bunyi

Minggu sore, 9 Juni 2019, gempa bumi kembali mengguncang pesisir Cilacap. Sebagian warga merasakan guncangan gempa Cilacap ini, meski lebih mirip getaran

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 10 Jun 2019, 01:00 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2019, 01:00 WIB
Pesisir Selatan Cilacap, Jawa tengah, rawan guncangan gempa dan tsunami. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Pesisir Selatan Cilacap, Jawa tengah, rawan guncangan gempa dan tsunami. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap - Bencana tsunami melekat dalam ingatan kolektif masyarakat pesisir selatan Cilacap, Jawa Tengah. Nun tahun 2006 lalu, gempa di Cilacap memicu gelombang tsunami dan menghantam Pangandaran dan pesisir Cilacap.

Lebih dari 600 orang dilaporkan meninggal dunia atau hilang dalam peristiwa ini. Di Cilacap, sebanyak 150 orang lebih meninggal dunia dan hilang.

Mempertimbangkan risiko bencana gempa dan tsunami yang rawan di pesisir selatan, pemerintah lantas memasang alat peringatan dini tsunami atau early warning system (EWS). Pulau Jawa, terlebih pesisir selatan yang berimpitan dengan Samudera Hindia memang sangat rawan.

Desember 2017, gempa bumi Magnitudo 6,5 kembali mengguncang Cilacap. Sirine tanda bahaya Tsunami meraung-raung di sepanjang pesisir selatan usai gempa Cilacap ini.

Warga panik. Trauma tentang bencana tsunami dan pelatihan berkali-kali untuk mitigasi bencana tsunami membuat warga sigap.

Mereka berlari atau memancal pedal gas sejadi-jadinya. Semuanya, menuju tempat lebih tinggi. Puluhan ribu warga bertahan di Pegunungan Jeruklegi.

Tsunami urung terjadi. Tetapi, kesigapan masyarakat, petugas hingga peringatan dini tsunami patut diandalkan. Pantas, Cilacap mewakili Indonesia sebagai daerah tangguh bencana di kawasan Asia Pasifik.

Dua tahun kemudian, Minggu sore, 9 Juni 2019, gempa bumi kembali mengguncang pesisir Cilacap. Sebagian warga merasakan guncangan gempa Cilacap ini, meski lebih mirip getaran.

 

Gempa M 5,5 Guncang Cilacap

Ribuan warga Cilacap mengungsi saat terjadi gempa bumi Magnitudo 6,5 yang berpotensi tsunami, pada Desember 2017. (Foto: Liputan6.com/BPBD Cilacap/Muhamad Ridlo)
Ribuan warga Cilacap mengungsi saat terjadi gempa bumi Magnitudo 6,5 yang berpotensi tsunami, pada Desember 2017. (Foto: Liputan6.com/BPBD Cilacap/Muhamad Ridlo)

Gempa Magnitudo 5,5 dilaporkan mengguncang pesisir selatan barat Jawa Tengah dan sisi timur Jawa Barat, Minggu sore (9/6), sekitar pukul 16.32 WIB. Guncangan gempa dirasakan di Kebumen, Banyumas, Cilacap, hingga Pangandaran, Jawa Barat.

Analisis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan informasi awal gempa bumi ini berkekuatan Magnitudo 5,7 yang selanjutnya dilakukan pemutakhiran menjadi Magnitudo 5,5.

Episenter gempa bumi terletak pada koordinat 8,68 LS dan 108,82 BT, atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 107 km arah selatan Kota Cilacap, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah pada kedalaman 64 kilometer.

Tetapi, kali ini alat peringatan dini Tsunami tak berbunyi. Peringatan gempa pun dipandang telat oleh warga.

“Early Warning untuk tsunami tidak efektif,” kata Kustoro, warga Kampung Laut, Cilacap.

Kampung laut adalah wilayah di Laguna Segara Anakan yang hanya berketinggian 0 atau satu meter dari permukaan laut. Dari Samudera Hindia, wilayah Kampung Laut tersembunyi di balik Pulau Nusakambangan.

Tetapi, siapa yang bisa menjamin tsunami tak akan berdampak di pesisir dengan permukaan rendah ini. Gelombang tsunami yang besar bisa saja melabrak wilayah-wilayah pesisir, sebagaimana sifat air yang selalu mencari celah.

Kustoro juga menyoroti lambannya peringatan gempa bumi yang baru diterima warga sekitar 30 menit usai gempa.

“Padahal kalau terjadi tsunami ya sudah keduluan tsunaminya,” ucap dia.

 

Alasan Peringatan Dini Tsunami Tak Bunyi

Alat Peringatan Dini Tsunami atau EWS Tsunami di pesisir Cilacap sebagian rusak. (Foto: Liputan6.com/BPBD Cilacap/Muhamad Ridlo)
Alat Peringatan Dini Tsunami atau EWS Tsunami di pesisir Cilacap sebagian rusak. (Foto: Liputan6.com/BPBD Cilacap/Muhamad Ridlo)

Beralih ke Cilacap pedalaman, Lutfi Hidayah, warga Dusun Purbayasa, Sindangbarang, Kecamatan Karangpucung mengatakan hanya sedikit merasakan guncangan gempa ini. Ia yang juga seorang kepala dusun mengatakan belum ada laporan kerusakan.

“Terasa, tapi sedikit,” katanya, Minggu malam.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap, Tri Komara Sidhy mengatakan hingga Minggu malam sekitar pukul 19.00 WIB, belum ada laporan kerusakan akibat dampak gempa ini. Namun demikian, BPBD masih memantau dampak gempa di berbagai wilayah.

“Alhamdulillah, belum ada laporan kerusakan yang dilaporkan desa dan kecamatan,” ucap Komara.

Soal alat peringatan dini Tsunami yang tak berbunyi, Komara menyebut EWS Tsunami itu tak dinyalakan lantaran tak berpotensi tsunami.

“Tadi tidak nyala karena gempa yang tidak berpotensi tsunami,” ucap Komara.

Mengutip keterangan resmi BMKG, dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter gempa bumi selatan di Jawa-Bali-Nusa Tenggara ini, tampak bahwa gempa bumi berkedalaman menengah ini, disebabkan oleh aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia yang menyusup ke bawah Lempang Eurasia.

Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempabumi ini dibangkitkan oleh deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan jenis sesar naik (thrust fault).

Guncangan gempa bumi ini dilaporkan dirasakan di daerah Pangandaran, Cilacap, Ciamis, Kebumen dalam skala intensitas III MMI dan Bandung dalam skala intensitas II MMI. Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempabumi tersebut. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempabumi tidak berpotensi tsunami

Hingga pukul 16.47 WIB, Hasil monitoring BMKG belum menunjukkan adanya aktivitas gempabumi susulan (aftershock). Masyarakat diimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya