Eks Kabiro Pengadaan Barang dan Jasa Akui Nurdin Abdullah Beri Perintah Khusus Atur Proyek

Saksi yang dihadirkan JPU KPK ungkap keterlibatan Gubernur Sulsel non-aktif Nurdin Abdullah dalam mengatur proyek yang dimenangkan terdakwa Agung Sucipto.

oleh Eka Hakim diperbarui 28 Mei 2021, 10:00 WIB
Diterbitkan 28 Mei 2021, 10:00 WIB
Sidang kedua perkara dugaan suap proyek di Sulsel yang mendudukkan Agung Sucipto sebagai terdakwa menghadirkan 9 orang ASN sebagai saksi (Liputan6.com/ Eka Hakim)
Sidang kedua perkara dugaan suap proyek di Sulsel yang mendudukkan Agung Sucipto sebagai terdakwa menghadirkan 9 orang ASN sebagai saksi (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Liputan6.com, Makassar - Eks Kabiro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Sulsel, Sari Pudjiastuti blak-blakan mengungkap keterlibatan Nurdin Abdullah, Gubernur Sulsel non-aktif dalam persidangan perkara dugaan suap proyek infrastruktur yang menjerat Agung Sucipto, seorang kontraktor asal Kabupaten Bulukumba sebagai terdakwa, Kamis (27/5/2021).

Dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Ibrahim Palino itu, Sari mengatakan bahwa proyek pembangunan infrastruktur ruas jalan Palampang-Munte-Bontolempangan di Kabupaten Sinjai yang menggunakan anggaran tahun 2020/2021 merupakan proyek pesanan Nurdin Abdullah.

Nurdin Abdullah disebut memberikan perintah khusus kepada Sari untuk memenangkan perusahaan milik terdakwa dalam paket pekerjaan tahap satu pembangunan infrastruktur ruas jalan Palampang-Munte-Bontolempangan di Kabupaten Sinjai senilai Rp16 miliar lebih yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2020.

Perintah khusus tersebut ia terima saat dirinya dipanggil oleh Nurdin Abdullah melalui ajudannya, Syamsul Bahri untuk datang ke rumah pribadi Nurdin Abdullah tepatnya di Perumahan Dosen Universitas Hasanuddin (Perdos Unhas) Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar pada awal tahun 2020.

"Saya dipanggil terkait pelelangan paket proyek Palampang-Munte-Bontolempangan dan bapak menyampaikan untuk proyek tersebut dipercayakan ke Pak Agung," kata Sari dalam persidangan.

Ia turut menyampaikan jika pemanggilannya ke rumah pribadi Nurdin Abdullah itu, terjadi sebelum proses lelang proyek pembangunan infrastruktur ruas Jalan Palampang-Munte-Bontolempangan belum dilakukan oleh Kelompok Kerja (Pokja) Biro Barang dan Jasa Setda Pemprov Sulsel.

"Posisinya belum tender dan saat itu juga Pokja belum ada. Saat itu Bapak (Nurdin Abdullah) beri saya nomor telepon Pak Agung. Saya diminta untuk koordinasi karena sebelumnya saya belum kenal," ungkap Sari.

Tak hanya itu, di dalam persidangan, Sari turut mengakui jika dirinya memanggil seluruh anggota Pokja 2 bertemu sebelum pekerjaan tahap satu pembangunan infrastruktur ruas jalan Palampang-Munte-Bontolempangan di Kabupaten Sinjai dilelang oleh Pokja II Biro Pengadaan Barang dan Jasa Setda Pemprov Sulsel tepatnya pada bulan April-Mei 2020.

"Saya sampaikan ke seluruh anggota Pokja 2 ini perintah Bapak (Nurdin Abdullah) agar PT Cahaya Serpang Bulukumba menjadi perhatian dalam lelang proyek tahap satu Palampang-Munte-Bontolempangan tersebut. Anggota Pokja sempat menjawab yang penting perusahannya melengkapi persyaratan," jelas Sari.

Saat ditanya oleh JPU KPK terkait pemilik perusahaan PT Cahaya Serpang Bulukumba tersebut, Sari kemudian mengatakan bahwa terdakwa menggunakan dua perusahaan yaitu PT Cahaya Serpang Bulukumba dan PT Agung Perdana Bulukumba.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Perintah Khusus Nurdin Abdullah Berlanjut

Tak sampai di situ, Sari kembali membeberkan jika perintah khusus Nurdin Abdullah berlanjut untuk memenangkan perusahaan milik terdakwa dalam pelaksanaan tahap dua pembangunan infrastruktur ruas jalan Palampang-Munte-Bontolempangan yang menggunakan pagu anggaran dari dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2020 senilai Rp19 miliar lebih.

Nurdin Abdullah disebut kembali menginstruksikan kepadanya agar memenangkan terdakwa, Agung Sucipto dalam pekerjaan proyek yang dilaksanakan oleh Pokja VII Pengadaan Barang dan Jasa Setda Provinsi Sulsel tersebut.

Agung, kata Sari, pernah meneleponnya dan mengajak bertemu di sebuah Hotel tepatnya di Kafe Lobi Hotel Mercure Makassar. Itu seingatnya terjadi sebelum tender pekerjaan tahap dua pembangunan infrastruktur ruas jalan Palampang-Munte-Bontolempangan dilakukan atau sekitar bulan November-Desember tahun 2020.

"Saya mengajak sebagian anggota Pokja tujuh. Arahan dari Bapak (Nurdin Abdullah)," ungkap Sari.

Dalam pertemuannya dengan terdakwa Agung Sucipto tersebut, Sari mengakui jika Agung Sucipto meminta untuk dimenangkan kembali pada proyek tahap dua yang dimaksud.

Ia juga tak menampik jika dirinya mendapatkan uang dari terdakwa atas pekerjaannya yang dinilai berkontribusi dalam proses pemenangan perusahaan milik terdakwa untuk pekerjaan tahap dua pembangunan ruas jalan Palampang-Munte-Bontolempangan sebesar Rp60 juta.

"35 juta untuk anggota Pokja dan 25 juta untuk saya. Jadi kalau untuk menetapkan pemenang lelang ada di ranah Pokja. Tugas saya hanya melakukan monitoring," Sari menandaskan.

Ia menegaskan jika upaya untuk menenangkan terdakwa, Agung Sucipto dalam pekerjaan pembangunan infrastruktur ruas jalan Palampang-Munte-Bontolempangan merupakan kepatuhan dirinya atas perintah atasan.

"Saya anak buah dan saya loyalis terhadap pimpinan saya," akui Sari.

Diketahui dalam sidang kedua perkara dugaan suap proyek lingkup Sulsel yang telah menjerat Agung Sucipto, seorang kontraktor asal Bulukumba sebagai terdakwa, total menghadirkan 9 orang saksi dan semuanya merupakan Aparat Sipil Negara (ASN) Pemprov Sulsel.

Selain Sari Pudjiastuti yang diketahui sebagai mantan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa pada Setda Provinsi Sulsel, juga ada Andi Salmiati (eks anggota Pokja 2), Syamsuriadi (eks anggota Pokja 2), Abdul Muin (eks anggota Pokja 2), Munandar Naim (eks anggota Pokja 2) dan Ansar (anggota Pokja 7), Yusril (eks anggota Pokja 7), Herman Parudani (eks anggota Pokja 7) serta Rizal (eks anggota Pokja 7).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya