Liputan6.com, TTU Sopi atau moke merupakan minuman tradisional beralkohol khas masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Masyarakat setempat menganggap sopi sebagai simbol persaudaraan dan kekeluargan, simbol adat, dan budaya.
Minuman tradisional ini dibuat dengan cara menyadap pohon lontar dan mengandung alkohol, dari hasil penyulingan bunga dan buah pohon lontar, proses pembuatannya pun masih secara tradisional, yang diwariskan secara turun temurun dan masih lestari hingga saat ini.
Pembuatan sopi biasanya dilakukan di kebun-kebun masyarakat dengan menggunakan wadah tradisional, seperti periuk tanah untuk memasaknya. Pembuatan sopi memerlukan keuletan, kesabaran dan keahlian khusus untuk menghasilkan minuman yang berkualitas.
Advertisement
Satu botol sopi butuh 5 jam pengerhaan, karena menunggu tetes demi tets dari alat penyulingan yang menggunakan bambu.
Baca Juga
Banyak orang NTT menjadikan profesi pembuat minuman tradisional sopi sebagai mata pencaharian. Salah satunya Yohanes Neno (24), warga desa Lanaus, kecamatan Insana Tenga, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), NTT. Dirinya bahkan bisa lulus di salah satu Fakultas Pertanian Universitas Timor hingga menjadi sarjana dari usaha sang ayah sebagai tukang menyuling sopi.
Yohanes Neno menjadi viral dan banyak dibicarakan di media sosial usai mengunggah foto dirinya menggunakan toga bersimpuh di depan tempat penyilingan sopi. Foto itu diunggah di akun Facebook Anselmus Hanoe, yang merupakan paman Yohanes Neno.
"Betul itu foto saya. Setelah selesai wisuda online, saya kemudian berlutut di depan tempat penyulingan sopi milik orangtua saya," ungkap Neno, Senin (14/6/2021).
Dalam unggahan itu, Anselmus mengatakan yang intinya bahwa dari menjual minuman sopi, Yohanes Neno bisa kuliah dan akhirnya lulus menjadi seorang sarhana.
Simak Juga Video Berikut:
Tugas Akhir Membedah Sopi
Yohanes Neno kemudian mengunggah ulang fotonya tersebut. Dalam unggahannya itu, dirinya mengatakan, dirinya sangat bangga dengan sang ayah. Dari bekerja menyadap lontar dan menjadikannya minuman sopi, sang ayah bisa memberikan keluarganya kehidupan dan membiayai pendidikan sang anak dari SD hingga perguruan tinggi dan mendapat gelar Sarjana Pertanian.
"Selama kuliah, saya tidak pernah dapat bantuan apapun, murni dari hasil bapak jualan sopi, makanya saya terharu dan bersujud syukur kepada tungku penyulingan moke," ungkapnya.
Yang menarik, ternyata tugas akhir Yohanes Neno untuk meraih gelar Sarjana Pertanian adalah meneliti tentang moke atau sopi dengan skripsi berjudul Pengaruh Modifikasi Media Penyulingan dan Lama Waktu Penampungan Nira Lontar Jantan terhadap Kualitas Sopi Timor.
"Artinya kalau kita kaji kembali kan moke atau sopi dari zaman nenek moyang kita, minuman tradisional ini bisa menjadi minuman yang moderen," ujarnya.
Terkait fotonya yang sedang berlutut di depan tungku penyulingan sopi yang viral di media sosial, ia mengaku tak menyangka. Foto itu kemudian beredar luas di media sosial dan mendapat banyak tanggapan dari warganet di NTT.
"Saya gugup, kok saya bisa viral begini? saya terharu. Saya bangga kepada kedua orangtua saya, karena dari hasil penjualan sopi, saya bisa mendapatkan gelar sarjana, Fakultas Pertanian Universitas Timor Program Studi Agroteknologi ini," katanya.
Dengan gelar Sarjana Pertanian yang diraih, ia berencana akan meneruskan usaha kedua orangtuanya, yakni usaha penyulingan moke dengan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukannya.
Advertisement
Pengakuan Sang Ibu
Sementara itu, Adelfina Funan, ibu kandung Yohanes Neno mengaku sangat terharu anaknya bisa menyelesaikan studinya hingga mendapat gelar sarjana.
“Mama dengan bapak ini sedih karena anak sekolah pakai moke atau sopi saja, tapi saya bangga karena anak sudah selesai, terima kasih anak, sudah selesai kuliah," ungkapnya.
Adelfina mengaku, dalam setahun, dirinya bersama sang suami berhasil menampung sopi sebanyak 5 tong atau yang ia sebut fiber.
“Kalau anak mau regis, saya jual sopi itu. Uang kuliah dari pertama tidak turun memang, Rp1,5 juta, mau selesai baru biaya kuliahnya turun. Dia mulai dari SMA sampai kuliah, tidak ada bantuan apa-apa, saya dengan bapak cari sendiri untuk biaya anak-anak sekolah," katanya.
Adelfina mengatakan, harga jual sopi tergantung ukuran botol dan kualitas sopi, yakni mulai Rp15-75 ribu.
"Satu hari itu kadang saya dapat kadang 250 ribu rupiah, kadang sampai 500 ribu rupiah, kalau satu tahun itu saya dengan bapa kadang bisa dapat sampai 20 juta rupiah. Kadang para pembeli selau datang di rumah untuk membelih moke atau sopi, saya tidak jual di pasar. Kadang yang datang beli itu dari Atambua, Kefa, dan Manufui, mereka datang belih dirumah," sebutnya.
Ia mengatakan dalam sehari, Yohanes Pais Tefa, ayah kandung Yohanes Neno, bisa memanjat 10 sampai 30 pohon lontar untuk menyadap moke atau sopi tapi itupun tergantung musim, apakah musim panas atau musim hujan.
Jika musim hujan, setiap harinya, Yohanes Pais Tefa biasanya naik turun 10 pohan tuak atau pohon lontar untuk diiris untuk dijadikan sopi. Namun, apabila, musim panas, setiap Yohanes Pais Tefa harus naik sekitar 30 pohon tuak atau pohon lontar untuk diiris.
"Bayangkan, pagi diiris, terus kasih turun, sore juga begitu lagi, makanya saya terharu sekali dengan bapak karena tidak semua orang bisa iris tuak, karena iris tuak itu bagian seni," pungkasnya.