Epidemiolog UGM: Pemberian Vaksin Covid-19 Dosis Ketiga Sebaiknya Mengacu Riset

Pemerintah berencana memberikan vaksin dosis ketiga bagi tenaga kesehatan.

oleh Yanuar H diperbarui 14 Jul 2021, 09:50 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2021, 08:00 WIB
Ilustrasi Vaksin Virus Corona COVID-19. (File foto: AFP / John Cairns)
Ilustrasi Vaksin Virus Corona COVID-19. (File foto: AFP / John Cairns)

Liputan6.com, Yogyakarta Banyaknya nakes yang meninggal terpapar Covid-19 varian Delta walau sudah divaksin, membuat pemerintah berencana memberikan vaksin dosis ketiga bagi tenaga kesehatan. Epidemiolog UGM Bayu Satria Wiratama mengatakan, sebenarnya pemberian vaksin dosis ketiga bagi nakes ini belum mendesak dan belum ada jaminan terbebas dari paparan Covid-19 varian delta. 

Menurut Bayu, yang paling perlu dilakukan sekarang dalah soal penelitian lebih lanjut yang menjadi penyebab kematian bagi nakes yang sudah divaksinasi.

"Bukti yang ada belum kuat bahwa dosis ketiga apakah ini diperlukan, terutama untuk varian delta. Yang lebih penting adalah mengetahui dulu apa penyebab pasti nakes yang menurut asumsi sudah banyak yang mendapatkan vaksinasi, tapi masih terkena dan angka kematian masih tinggi. Apakah memang efektivitas vaksin yang rendah atau ada penyebab lain?" kata Bayu beberapa waktu lalu.

Bayu menjelaskan, bukti yang menunjukkan varian delta menyebabkan kasus Covid-19 lebih parah masih sangat sedikit, sehingga belum bisa disimpulkan varian ini lebih ganas. Namun, soal varian delta lebih menular, ia mengaku buktinya sudah lebih kuat. 

"Lebih menular ini yang menyebabkan kenapa lebih banyak kasus yang berat ketika varian delta muncul. Karena varian delta menyebabkan lebih banyak orang sakit, dan hal ini akan berbanding lurus dengan meningkatnya orang yang bergejala sedang-berat. Jadi bukan karena variannya sendiri secara langsung," katanya.

Selain itu, banyaknya kasus kematian ini disebabkan makin banyak kasus positif Covid-19, maka pasien yang membutuhkan perawatan juga meningkat. Padahal, kapasitas rumah sakit tidak bisa bertambah dengan cepat akibatnya banyak pasien yang tidak mendapatkan perawatan di rumah sakit rujukan. 

"Kondisi ini  menyebabkan angka kematian meningkat," ungkapnya.

 

Vaksinasi

Soal data Kemenkes yang menyebut sekitar 90 persen kasus kematian Covid-19 lebih banyak terjadi pada orang yang belum divaksinasi, menurut Bayu, angka tersebut terlalu optimistis karena angka sebenarnya masih di bawah itu. 

"Namun, bagi saya masih cukup bagus untuk mengurangi fatalitas pada Covid-19," katanya.

Bayu sependapat bahwa pemerintah tengah menggenjot program vaksinasi di tengah banyak warga yang enggan melakukan vaksin. 

"Saya setuju dengan langkah mempercepat vaksinasi yang seharusnya juga didukung dengan edukasi dan langkah pemberantasan info hoaks agar orang semakin yakin untuk vaksin. Tapi info hoaks ternyata lebih massif, sehingga hal itu menghambat proses peningkatan angka vaksinasi," tegasnya.

Menurut Bayu, virus SARS-CoV-2 tetap terus bermutasi, sehingga perlu vaksin yang lebih baru lagi. Bahkan semua vaksin yang ada saat ini dapat diperbarui sesuai dengan hasil penelitian yang ada. 

"Apabila dinilai varian yang baru benar-benar dapat mengurangi signifikan kemampuan vaksin terhadap virus SARS-CoV-2 maka akan dibuat semacam booster untuk vaksin tersebut. Namun itu pun jika memang ada alokasi khusus yang tidak mengganggu vaksinasi secara umum maka bisa diberikan," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya