Ketika Pemilik Wisata di Lembang Jual Koleksi Burung untuk Gaji Pegawai

Pengelola objek wisata Terminal Wisata Grafika Cikole Lembang terpaksa menjual koleksi burungnya untuk menutupi gaji pegawai.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 29 Jul 2021, 05:00 WIB
Diterbitkan 29 Jul 2021, 05:00 WIB
Warna-warni Beo Penghuni Kota Caracas
Burung macaw (sejenis beo) mengamati kamera di balkon sebuah gedung apartemen di Caracas pada 18 November 2018. Setiap sore, puluhan macaw liar berwarna-warni berduyun-duyun ke balkon dan teras tempat warga menaruh makanan untuk mereka. (YURI CORTEZ/AFP)

Liputan6.com, Bandung - Pengusaha pariwisata di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, ikut menjerit imbas penutupan tempat wisata seiring perpanjangan masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Salah satunya pengelola objek wisata Terminal Wisata Grafika Cikole, Lembang yang terpaksa menjual aset berupa koleksi burung untuk menutupi gaji pegawainya.

General Manager Terminal Wisata Grafika Cikole Sapto Wahyudi mengatakan, sampai sejauh ini pihaknya tetap mendukung kebijakan pemerintah dalam menerapkan PPKM. Namun, biaya operasional terasa cukup berat mengingat tidak ada pemasukan selama ditutupnya objek wisata.

"Soal pengendalian pandemi ini bisa terjaga contohnya kami disuruh tutup berapa minggu pun kami siap. Kami berpikirnya ini mungkin terbaik walaupun bagi kami sebagai pengusaha sangat berat," ujarnya.

Sapto menuturkan, pihaknya pun terpaksa menjual enam burung macaw koleksi objek wisata yang berlokasi di Cikole tersebut. Burung berjenis paruh bengkok tersebut laku dijual sekitar Rp30 juta untuk ukuran sedang dan Rp100 juta untuk ukiran besar.

"Sebenarnya karena kita ingin menyelamatkan operasional perusahaan untuk menutupi gaji karyawan. Sehingga mau tidak mau salah satunya menjual koleksi burung macaw. Ya intinya bisa menutup gaji karyawan satu bulan," kata Sapto, Rabu (28/7/2021).

Sapto menuturkan, adanya kebijakan penutupan objek wisata di masa penerapan PPKM Darurat dan PPKM level 4 membuat pihaknya sama sekali tak ada pemasukan. Otomatis kondisi itu memengaruhi kondisi keuangan pengelola sehingga kesulitan untuk membayar gaji karyawan.

"Kunjungan sudah enggak ada sama sekali. Cuma kita berharapnya dari kamar karena status kamar masih boleh buka. Kita masih berharap walau sangat tidak sesuai ekspektasi kita," ujarnya.

 

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini

Kerugian Rp2 Miliar

Pihak pengelola sendiri sudah berupaya dengan memberikan promo 30-40 persen kepada mereka yang menginap. Namun target okupansi penginapan sebesar 25-35 persen pun masih sulit terealisasi.

Sebelum PPKM diberlakukan, pihak Grafika Cikole masih mempekerjakan total 105 pegawai, dengan rincian 30-40 orang saat awal pekan dan 80 persen orang saat akhir pekan. Namun, di masa PPKM pihak pengelola terpaksa merumahkan sebagian pegawainya.

"Sekarang (saat PPKM) yang masuk cuma lima persen. Paling banter kalau ada yang menginap 10 persen dari total 105 karyawan," ujar Sapto.

Sementara total kerugian yang dialami Grafika Cikole selama satu setengah tahun atau sejak awal pandemi mencapai Rp2 miliar.

Di masa PPKM ini, Sapto juga berharap pemerintah memiliki ketegasan soal level kewaspadaan. Hal ini berkaitan dengan bantuan dari BPJS Ketenagakerjaan untuk pekerja yang terdampak pembatasan aktivitas.

"Kalau dari Pak Ridwan Kamil (Gubernur Jabar), kami (KBB) masuk PPKM level 3. Sedangkan Kementerian Dalam Negeri, KBB dianggap PPKM level 4 sehingga restoran-restoran itu belum boleh buka. Tapi kalau dari Kemenaker kita masuk ke level 3 dan itu tidak mendapatkan bantuan. Kita sih inginnya semua level 4, berarti dari Kemenaker, karyawan kita bisa dapat bantuan dari BPJS Ketenagakerjaan," ujarnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya