Dilarang Beraktivitas di Kebun Kemitraan, Kelompok Petani di Jambi Semakin Terjepit

Kelompok Tani Hutan (KTH) Alam Rimbo Lestari di Sarolangun, Jambi, dilarang beraktivitas di kebun kemitraan. Mereka kini semakin terjepit di tengah terpuruknya ekonomi akibat diterpa pandemi.

oleh Gresi Plasmanto diperbarui 13 Agu 2021, 16:00 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2021, 16:00 WIB
Petani Jambi
KTH Alam Rimbo Lestari menggelar aksi di area kemitraan, Minggu (8/8/2021). Mereka memprotes karena dilarang beraktivitas di kebun kemitraan. (Liputan6.com/istimewa)

Liputan6.com, Jambi - Nasib 72 petani yang tergabung di dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) Alam Rimbo Lestari di Desa Lubuk Sepuh, Kecamatan Pelawan, Sarolangun, Jambi, kian terjepit. Di tengah pandemi Covid-19 yang turut menerpa perekonomian petani, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi malah melarang kelompok tani beraktivitas di area kebun kemitraan seluas 40 hektare.

"Bagaimana kami mau makan kalau tidak boleh memanen dan merawat kebun kelompok kami ini," kata Arpan, Ketua KTH Alam Rimbo Lestari dalam keterangannya, Rabu (11/8/2021).

Arpan yang memimpin 72 anggota kelompoknya itu meminta agar Dinas Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hadir di tengah rakyat yang sedang kesulitan ekonomi akibat diterpa pagebluk.

Berbagai upaya dilakukan petani supaya bisa kembali beraktivitas di kebun kemitraannya itu. Akhir pekan lalu, anggota KTH Alam Rimbo Lestari melayangkan protes di lokasi areal kemitraan.

Muspardi, sekretaris KTH Alam Rimbo Lestari yang turut mendampingi Arpan, menyatakan bahwa mereka sudah terjepit di antara kepentingan korporasi dan oknum-oknum pejabat pemerintah.

"Kami mendesak Menteri Kehutanan Siti Nurbaya Bakar ikut memperhatikan masalah ini karena kami sudah dizalimi," ujar Muspardi.

Bila masalah ini tidak segera diselesaikan, tambahnya, nasib sebanyak 72 anggota kelompok tani itu akan semakin terancam di tengah kesulitan ekonomi akibat pandemi.

Anggota kelompok tani ini menyayangkan kebijakan sepihak Dinas Kehutanan dan KPH VIII Ilir Sarolangun yang melarang mereka beraktivitas. Padalah, kata Muspardi, KTH Alam Rimbo Lestari sah memiliki hak atas lahan, yang naskah kerja samanya sedang diajukan untuk mendapat pengakuan dan perlindungan Menteri LHK.

Kerja sama antara KPH VIII Ilir dengan KTH Alam Rimbo Lestari Jambi terhadap 40 hektare lahan hutan produksi terbatas itu dinyatakan dalam Perjanjian Kerjasama Kemitraan Kehutanan No 533/PKS/Dishut/UPTD-KPHP.1/V/2021.

Kerja sama ditandatangani oleh Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) VIII Ilir Budi Kus Yulianto dan Ketua KTH Alam Rimbo Lestari M Arpan pada 31 Mei 2021.

Turut mengetahui dalam perjanjian kerja sama kemitraan itu antara lain: Asisten Pemerintahan Kabupaten Sarolangun Arief Ampera dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Akhmad Bestari. Kemudian disaksikan oleh Camat Pelawan Deni Subhan, Kades Lubuk Sepuh M Syargawi, aktivis LSM Himpabal Muhammad, dan penyuluh kehutanan James Siregar.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Petani Merawat Lahan Terlantar

Petani Jambi
KTH Alam Rimbo Lestari menggelar aksi di area kemitraan, Minggu (8/8/2021). Mereka memprotes karena dilarang beraktivitas di kebun kemitraan. (Liputan6.com/istimewa)

Sebelumnya bertahun-tahun, area kemitraan seluas 40 hektare itu masuk ke dalam izin HGU PT Agrindo Panca Tunggal Perkasa. Kemudian pada 2020, melalui SK No 70/HGU/KEM-ATR/BPN/XI/2020, Kementerian ATR/BPN memberikan izin HGU baru bagi PT Agrindo untuk area seluas 1.329 hektare.

Namun, luasan HGU tersebut berkurang sekitar 1.000 hektare dari luasan izin HGU sebelumnya seluas 2.134 hektare. Selain lantaran masuk kawasan hutan seluas 96 hektare, sebagian lagi dikeluarkan dari HGU karena milik masyarakat, masuk kawasan konservasi, dan sempadan sungai.

Sedangkan, untuk kawasan hutan 96 hektare, seluas 56 hektar adalah hutan produksi yang tumpang tindih dengan izin HGU PT Samhutani, dan 40 hektare hutan produksi terbatas. Areal terakhir seluas 40 hektare itulah yang kemudian dimitrakan dengan KTH Alam Rimbo Lestari dalam skema perhutanan sosial.

Setelah menandatangani Naskah Kerjasama Kemitraan (NKK), petani pun beraktivitas di kebun tersebut. Lahan yang tadinya terlantar, kemudian oleh petani dirawat dan hasilnya mereka panen. Petani pun membayar pajak atas hasil panen sebesar Rp5,4 juta per bulan.

"Lahan yang sekitar dua tahun terlantar kami rawat, kami prunning, kami pupuk, dan hasilnya kami panen," jelas Muspardi.

Ketika kelompok tani sudah berpenghasilan, anehnya PT Agrindo Panca Tunggal Perkasa, yang sudah jelas-jelas tidak memiliki hak atas tanah tersebut malah mengajukan keberatan. Atas alasan keberatan perusahaan itu Dishut dan KPH mengambil kebijakan sepihak membekukan kegiatan petani di kebun tersebut.

"Dishut dan KPH mendadak saja mengeluarkan risalah rapat soal penundaan kegiatan pelaksanaan NKK, tanpa kami diajak rapat," tambah Muspardi.

Perihal penundaan itu, perwakilan kelompok tani mengetahui saat diundang rapat oleh Kepala KPH VIII Ilir Budi Kus Yulianto pada 19 Juli 2021. Dalam rapat itu Budi Kus menunjukkan risalah rapat di Dishut Provinsi Jambi pada 14 Juli 2021.

Dampak UU Cipta Kerja

Petani Jambi
Area kebun kemitraan KTH Alam Rimbo Lestari. (Liputan6.com/istimewa)

Dalam risalah rapat itu Dishut menyatakan bahwa pelaksanaan NKK antara KPH VIII Ilir dengan KTH Alam Rimbo Lestari ditunda sambil menunggu terbitnya SK Kulin KK oleh Menteri LHK. Petani diminta tidak melakukan kegiatan perawatan sawit, prunning, pemupukan, dan pemanenan kelapa sawit.

Budi Kus kepada wartawan, membantah membela korporasi. Dia mengatakan, perusahaan keberatan karena sawit di atas lahan yang sudah dikerjasamakan dengan masyarakat ditanam oleh perusahaan tersebut.

Selain itu, tambah dia, berpedoman pada UU Cipta Kerja, perusahaan berkeyakinan bisa mengajukan pelepasan kawasan hutan untuk kembali dimasukkan ke dalam HGU mereka.

Sementara itu, Sekda Sarolangun Endang Abdul Naser yang dikonfirmasi terpisah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja tidak berlaku surut. Karena itu, areal yang sudah dikeluarkan dari izin HGU perusahaan itu tidak ada urusan lagi dengan perusahaan tersebut.

Seharusnya, tambah Endang, Kementerian LHK dan jajarannya melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan karena bertahun-tahun menggarap kawasan hutan seluas 96 hektare karena melanggar UU No 40 Tahun 1999 tentang Kehutanan. "Ini pidana," tegas Endang.

Direktur Utama PT Agrindo Panca Tunggal Perkasa Mashadi Cakranegara yang dihubungi sejak Senin lalu belum bersedia memberikan keterangan. Sementara Pejabat Manajer Kebun Eben Ester juga belum dapat dikonfirmasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya