Liputan6.com, Jakarta - Sobirin relawan di pengungsian SMPN 2 Pasirian, Kebupaten Pasirian, Lumajang melaksanakan kegiatan lomba dengan para pengungsi erupsi Semeru untuk mengisi malam pergantian ke tahun 2022.
Kebahagiaan yang ternyata begitu sederhana diantara keterbatasan keadaan di tenda pengungsian erupsi Semeru malam itu.
Advertisement
Baca Juga
“Ada lomba memasak untuk ibu-ibu, acara selamatan tahun baru, berdoa bersama, pentas seni seperti menyanyi, menari, baca puisi yang diikuti oleh masing-masing perwakilan RT yang ada di pengungsian,” kata Sobirin melalui pesan singkat pada Liputan6.com, Sabtu (01/01/21).
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Kondisi di Pasirian, Lumajang
Pengungsi dari 9 kecamatan yang berada di Kabupaten Pasirian sebagian besar telah kembali ke rumah mereka sejak diputuskan penetapan tanggal 24 Desember 2021 sebagai tanggal berakhirnya tanggap bencana darurat erupsi gunung Semeru.
“Data terkini terdapat 400 pengungsi yang masih berada di wilayah posko 9 dari yang awalnya berjumlah 1.000 orang pengungsi. Logistik, Alhamdulillah masih tercukupi, dan petugas media terjadwal masih ada sampai 3 Januari 2021,” ujar Sobirin.
“Rencana kedepannya, seluruh pengungsi yang tidak punya rumah akan dipindahkan ke daerah kota. Tepatnya di lapangan Gor Wira Bhakti Lumajang,” katanya menambahkan.
Advertisement
Kebutuhan Pengungsi Erupsi Semeru
Catur Sudharmanto, Sekjen FPRB Jatim, merangkum apa saja yang pengungsi butuhkan saat ini:
1. Dampingan Psikososial, untuk pemulihan psikisnya agar mereka tidak merasa sendirian dalam menghadapi dampak bencana ini.
“Setelah sekian lama ada di pengungsian, para korban erupsi Semuru membutuhkan dampingan psikososial tdak hanya di tempat pengungsian, tapi bagaimana dampingan itu juga dilakukan saat nanti penyintas sudah di huntara. Karena jumlahnya banyak maka juga dibutuhkan pendamping yang banyak pula dan tidak harus bersifat massif,” ujar pria yang akrab disapa Mbah Dharmo itu.
2. Huntara (hunian sementara) agar bisa mulai menata kehidupannya
3. Kegiatan pemulihan ekonomi dan sosialnya
4. Pelibatan mereka dalam setiap pengambilan keputusan yang berkenaan dengan masa depan mereka.
“Keputusan yang diambil oleh para pihak seyogyanya bersifat partisipatif dengan melibatkan penyintas, menempatkan mereka sebagai subyek juga jangan hanya dijadikan obyek,” kata Mbah Darmo menegaskan.