Mengenal Tugu Ngejaman, Hadiah dari Belanda di Kawasan Malioboro

Tugu Ngejaman berada di lokasi yang strategis yaitu di sisi Jalan Margamulya atau tepat berada di depan Gereja GPIB Margamulya

oleh Switzy Sabandar diperbarui 06 Mar 2022, 19:00 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2022, 19:00 WIB
Ilustrasi Jalan Malioboro, Yogyakarta
Ilustrasi Jalan Malioboro, Yogyakarta. (Photo by Agto Nugroho on Unsplash)

Liputan6.com, Yogyakarta - Berbenahnya kawasan Malioboro Yogyakarta seperti mengembalikan pesona deretan gedung dan monumen bersejarah peninggalan Belanda yang bersembunyi di sepanjang kawasan perbelanjaan ini. Gedung dan monumen peninggalan Belanda yang sebelumnya tertutup keramaian wisatawan berbelanja, kembali dapat dengan mudah di temukan di sudut-sudut Jalan Malioboro.

Salah satunya ialah monumen Standsklok atau Tugu Ngejaman. Tugu Ngejaman berada di lokasi yang strategis yaitu di sisi Jalan Margamulya atau tepat berada di depan Gereja GPIB Margamulya. Dikutip dari berbagai sumber, Tugu Ngejaman dibangun dengan tinggi alas jam 1,5 meter, diukur dari permukaan jalan. Sedangkan diameter jam berukuran 45 sentimeter.

Tugu Ngejaman atau akrab disebut Ngejaman merupakan sebuah hadiah dari Pemerintah Belanda pada tahun 1916. Tugu Ngejaman didirikan oleh pemerintahan Hindia Belanda untuk memperingati satu abad kembalinya Pemerintahan Kolonial Belanda dari Pemerintahan Inggris yang pernah berkuasa di Jawa pada awal abad 19 yakni tahun 1811 hingga 1816.

Tugu Ngejaman menjadi bagian dari bangunan tua bersejarah yang dilindungi. Ia ikut menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Kota Yogyakarta dan termasuk juga sebagai sejarah penting Indonesia.

Fungsi Tugu Ngejaman Malioboro pada saat itu sebagai simbol petunjuk waktu. Karena pada zaman dahulu kala jam atau arloji masih merupakan barang langka.

Ketika itu memiliki jam arloji bukan semata-mata menjadi penunjuk waktu saja, tetapi juga sebagai simbol-simbol gengsi sosial. Artinya, orang yang memiliki benda-benda itu dianggap memiliki kedudukan atau gengsi sosial lebih dibandingkan dengan orang lain. Lebih-lebih jika jam yang dimilikinya memiliki merek tertentu, yang dianggap hebat pada zamannya.

Dahulu jam besar ini bergerak dengan sistem pegas yang harus diputar setiap waktu tertentu. Warga sekitar Ngejaman secara bergantian memutar pegas jam tersebut, agar jam tetap hidup.

Kini jam besar ini sudah berjalan menggunakan listik dan masih berfungsi dengan baik setelah ratusan tahun lamanya.

(Tifani)

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya