Liputan6.com, Pekanbaru - Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (Komahi) Universitas Riau membuat petisi agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) segera layangkan kasasi terhadap vonis bebas Syafri Harto ke Mahkamah Agung. Nama tersebut merupakan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik yang baru saja keluar penjara karena putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Dalam surat elektronik yang diterima wartawan, akun bernama Komahi menyatakan vonis bebas terdakwa pelecehan mahasiswi Universitas Riau merupakan bentuk ketidakadilan dari ruang pengadilan itu sendiri.
"Hari ini kita tahu bahwa pengadilan bukanlah tempat bagi penyintas kekerasan seksual untuk mencari keadilan," tulis akun tersebut.
Advertisement
Komahi Universitas Riau sangat kecewa dengan vonis ini. Begitu juga dengan kekecewaan yang dirasakan 41 ribu orang yang telah mendukung petisi sebelumnya, yaitu meminta hakim menghukum berat Syafri Harto.
"Padahal, Senin, 28 Maret 2022, kami sudah menyerahkan petisi kepada Ketua Pengadilan Pekanbaru melalui Pusat Pelayanan Pengadilan Negeri Pekanbaru pada. Sehari sebelum sidang putusan yang akhirnya ditunda menjadi hari ini," lanjut akun dimaksud.
Sebelumnya, Komahi Universitas Riau juga kecewa dengan JPU karena hanya menuntut Syafri Harto sepertiga dari pasal yang dituntutkan. Padahal, dalam pasal yang diterapkan JPU ancaman maksimalnya adalah 9 tahun penjara.
Menurut Komahi, vonis bebas terdakwa sangat mengecewakan penyintas. Di mana sebenarnya, lanjut Komahi, dalam lingkungan kampus sendiri, marak terjadinya kasus kekerasan seksual namun sangat sedikit korban yang berani untuk melapor dan mengungkapkannya.
"Terlebih, sangat sulit bagi penyintas untuk bersuara karena adanya stigma buruk di masyarakat. Karena itulah, kami butuh dukunganmu, teman-teman, untuk menyebar terus petisi ini, agar JPU layangkan banding atau kasasi. Jangan sampai terdakwa kekerasan seksual bisa bebas seperti ini," tulis surat itu.
"Sebab, dengan putusan vonis bebas hakim kepada terdakwa kekerasan seksual seperti ini akan membuat penyintas semakin enggan bersuara dan malah bungkam," Komahi menyudahi surat elektroniknya.
Â
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Simak video pilihan berikut ini:
Bukan Tempat Keadilan
Sebelumnya, ratusan mahasiswa yang mengawal persidangan ini sejak awal hingga vonis terlihat kecewa dengan putusan hakim. Beberapa di antaranya bahkan menitikkan air mata.
"Hari ini kita mendengar suara ketidakadilan yang keluar dari ruang pengadilan sendiri, kni pengadilan bukan lagi tempat untuk mencari keadilan bagi para pejuang kekerasan seksual," ucap Mayor Komahi Universitas Riau Khelvin Hardiansyah.
Khelvin mengungkapkan, dengan ini pihaknya meminta jaksa agar bisa melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
"Kita minta jaksa untuk melakukan upaya hukum kasasi ke MA," ucapnya.
Sementara itu, kuasa hukum korban berinisial L, Rian Sibarani menyebut vonis hakim tidak membawa kegembiraan bagi korban dan keluarganya. Terutama, bagi penyintas kekerasan seksual.
"Dalam pertimbangannya hakim dikatakan bahwa tuntutan atau dakwaan jaksa tidak terbukti karena kurang saksi," ucap Rian.
Menurut Rian, hakim tidak melihat dan tidak berpedoman pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang penanganan perkara perempuan di pengadilan.
"Kita kecewa dengan putusan, kita berharap jaksa dapat melakukan upaya hukum kasasi," sebutnya.
Sementara itu dalam vonisnya, hakim Estiono sebagai ketua majelis menilai unsur dakwaan baik primair maupun subsider, tidak terpenuhi.
Salah satu pertimbangannya adalah terdakwa tidak mengalami kekerasan, tidak ada memaksa, dan tidak ada saksi yang melihat kejadian sebagaimana dakwaan jaksa.
Advertisement