Nasib Kakek Urban yang Bertahan Hidup dari Sampah di Bibir Pantai Losari

Bepuluh tahun lalu kakek tua ini hijrah dari Kabupaten Jeneponto ke Kota Makassar demi hidup yang lebih layak.

oleh Ahmad Yusran diperbarui 14 Apr 2022, 16:30 WIB
Diterbitkan 14 Apr 2022, 16:30 WIB
Daeng Nai, kakek urban yang bertahan hidup dari sampah (Liputan6.com/Ahmad Yusran)
Daeng Nai, kakek urban yang bertahan hidup dari sampah (Liputan6.com/Ahmad Yusran)

Liputan6.com, Makassar - Adalah Sompu Daeng Nai (67), salah satu potret urban yang bertahan hidup dari masa ke masa di Kota Daeng sebutan Makassar, Sulawesi Selatan. Hanya berbekal tenaga, niat tulus dan jujur apa adanya, menjalani hidup lantaran secarik kertas ijasah pun tak punya.

Daeng Nai begitu ia disapa, mengaku masih anak-anak kala ia meninggalkan kampung halamannya tercinta di Dusun Maccini Baji, Desa Kapita, Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto menuju kota yang saat itu masih bernama Ujungpandang.

Alasannya sangat klasik, ia jujur menceritakan kisahnya sebagai urban dan bertahan hidup di Makassar dengan karton bekas dan plastik sisa air kemasan yang dipungutnya dari bibir Pantai Losari.

"Saya ini nakal suka berkelahi dulunya di sekolah. Karena teman sekolah saat SD suka Patoa-toai (meledek) karena kami miskin. Akhirnya saya pukul dan kami berkelahi. Dari situ ceritanya saya putus sekolah dan hijrah di kota jadi tukang becak," kata Daeng Nai kepada Liputan6.com Selasa, 12 April 2022.

Meski demikian, sadar akan usia dan tenaga yang tak muda lagi. Bertaruh hidup di atas aspal dengan menarik tiga roda (Becak) ditengah revolusi transportasi saat ini yang begitu cerdas memanjakan masyarakat dalam dunia transportasi umum.

Daeng Nai yang memiliki 6 anak, dan telah dikarunia 7 cucu ini terlihat begitu bersemangat memungut kemasan botol plastik yang menghiasi bibir Pantai Losari. Satu persatu botol plastik ia masukkan ke dalam koja korang keramba atau wadah ikan hasil tangkapan nelayan. Karena karung berwarna putihnya telah penuh sesak oleh sisa kemasan botol plastik.

"Hanya ini yang bisa saya kerja sekarang untuk beli beras, gula, minyak goreng dan lain-lain. Karena sekolah saja putus sampai SD, ijasah juga tak punya, apalagi lahan untuk bercocok tanam di kampung. Pungut sampah jadi pilihan yang penting halal, apalagi bulan puasa seperti sekarang ini. Karena sudah 3 tahun lebih saya keliling pungut sampah dengan becak. Lalu dijual ke pengumpul, hasilnya untuk anak cucu," Daeng Nai memungkasi.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya