Liputan6.com, Jakarta - Langkah pemerintah membayar bunga obligasi rekap Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dinilai memberatkan. Pengamat ekonomi Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN) Sasmito Hadinegoro menilai pembayaran bunga obligasi rekap membuat konglomerat semakin menguasai hajat hidup orang banyak.
“Perlu moratorium pembayaran bunga obligasi rekap BLBI karena membebani keuangan negara dan mengorbankan hak rakyat kecil yang pajaknya justru digunakan untuk memperkaya konglomerat pemilik bank,” ujarnya, dalam siaran pers, Rabu (13/7/2022).
Advertisement
Baca Juga
Tidak hanya itu, ia juga menilai langkah pemerinyah ini sama dengan memberikan modal kepada konglomerat untuk membeli aset negara yang produktif. Contoh, pemerintah membayar kepada konglomerat dan konglomerat membeli aset-aset strategis seperti jalan tol yang produktif mellaui perusahaan berbeda dan terafiliasi.
"Fenomena permainan taipan yang borong aset negara bisa dicermati oleh Pansus BLBI Dewan Perwakilan Daerah (DPD)," ucapnya.
Sasmito menilai ada kejanggalan karena negara justru membiaya konglomerat pemilik bank yang seharusnya menjadi pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa krisis ekonomi 1998.
“Padahal harga pangan dan energi yang terus naik ditanggung rakyat,” tuturnya.
Sebelumnya, Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI (Satgas BLBI) mencatat aset yang berhasil dibukukan setelah penyitaan aset maupun barang jaminan milik obligor atau debitur kasus BLBI per 21 Juni 2022 senilai lebih dari Rp 22,67 triliun.