Liputan6.com, Bandung - Bandung merupakan ibu kota Jawa Barat yang terkenal memiliki berbagai tempat wisata menarik. Banyaknya tempat wisata menarik, membuat Bandung menjadi salah satu destinasi wisata populer.
Meski menjadi daerah yang populer di kalangan wisatawan, belum banyak orang tahu asal mula nama Bandung. Ada beberapa sumber yang menceritakan asal-usul nama kota kembang ini.
Dikutip dari berbagai sumber, ada beberapa sejarah terkait asal usul nama Bandung, mulai dari berdasarkan sejarah aslinya hingga cerita rakyatnya. Jika diulas berdasarkan cerita rakyatnya, asal nama Bandung itu diambil dari kata “bendung” atau “bendungan,”.
Advertisement
Baca Juga
Pada zaman dahulu, Sungai Citarum, dapat terbendung karena adanya lava dari Gunung Tangkuban Perahu. Alhasil, dari kejadian tersebut kawasan Padalarang sampai Cicalengka dan daerah lainnya antara Gunung Tangkuban Perahu hingga Soreang dipenuhi air.
Kemudian, terbentuklah telaga besar yang diberi nama Danau Bandung atau Danau Purba oleh penduduk setempat. Lama kelamaan, danau besar tersebut mengering lalu daerah tersebut lah yang menjadi cikal bakal wilayah Bandung.
Sementara itu jika diluas dari legendanya, nama Bandung itu berasal dari kendaraan air yang dipakai oleh Bupati Bandung bernama RA. Wiranatakusumah II. Pada zaman dulu dikatakan bahwa RA Wiranatakusumah II sering memakai kendaraan air untuk menyusuri Sungai Citarum.
Dia melakukan hal tersebut untuk mencari tempat kedudukan kabupaten baru, agar bisa menggantikan ibukota lama, Dayeuhkolot. Bentuk kendaraan airnya berupa dua perahu yang diikat secara bersamaan, namanya adalah perahu Bandung.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Kisah Lain
Nama Bandung juga disebut berasal dari kata bahasa Indonesia yakni “banding” yang jika diterjemahkan artinya adalah berdampingan. Kemudian juga ada cerita rakyat asal usul Bandung.
Kisah legenda ini mengkisahkan mengenai asal-usulnya terbentuknya Bandung. Adanya wilayah Bandung itu tak bisa dilepaskan dari Sungai Citarum.
Pada zaman dahulu kala, ada seorang sakti bernama adalah Empu Wisesa. Dia punya anak perempuan bernama Sekar.
Sebagai orang sakti, Empu Wisesa juga memiliki dua murid, yakni bernama Wira dan Jaka. Keduanya ditemukan dan dirawat sang empu saat ditinggalkan di desa yang terkena lava Gunung Tangkuban Parahu.
Keduanya menjadi murit Empu Wisesa dan belajar bela diri dan ilmu terkait kearifan hidup. Beranjak besar, dua muridnya itu ternyata punya sifat yang saling bertolak belakang.
Wira adalah anak yang rajin berlatih bela diri meski tak diawasi. Adapun Jaka yang akan bermalas-malasan saat latihan jika tak diawasi oleh Empu Wisesa.
Setelah dewasa, Jaka ingin berbicara dengan sang guru secara empat mata. Ia bermaksud ingin melamar anak Empu Wisesa.
Mendengar hal itu, Empu Wisesa pun mengatakan akan menyampaikan niat Jaka kepada anaknya, Sekar. Sayangnya, Sekar menolak lamaran dari Jaka dan mengaku hanya ingin menikah dengan Wira.
Sekar sempat kecewa dan bertanya kenapa tak bertanya dahulu kepadanya, sebelum menerima lamaran dari Jaka. Setelah percakapan anak dan ayah itu, Empu Wisesa keluar rumah untuk memikirkan jalan keluar dari permasalahan yang tengah terjadi.
Saat melihat ke arah Gunung Tangkuban Perahu dengan keadaan yang masih menyala karena lava, Empu Wisesa pun mendapatkan ide untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pada keesokan harinya, Empu Wisesa memberikan sebuah pesan yang tak boleh dibantah kepada Wira dan Jaka.
“Lihatlah lahar Gunung Tangkuban Perahu itu! Siapa yang mampu memadamkan lava itu, maka akan kunikahkan dengan Sekar,” ujar Empu Wisesa.
Sesaat setelah mendengar hal tersebut, Wira berpikir bahwa api bisa padam karena air. Sedangkan Jaka merasa pesan dari Empu Wisesa itu mustahil untuk dilakukan.
Wira kemudian bergerak untuk mencari sumber air dan menemukan Sungai Citarum, serta mendapati bahwa lahar Gunung Tangkuban Perahu ada di daerah cekungan yang cukup rendah. Dengan kemampuan yang dimilikinya Wira meruntuhkan bukit di dekat Sungai Citarum, lalu airnya jadi meluap dan mengalir menuju lahar Gunung Tangkuban Perahu yang berada di cekungan.
Akhirnya cekungan berisi lahar itu, berubah menjadi sebuah danau besar yang dikenal dengan nama Danau Bendung. Keberhasilan Wira yang tak mudah menyerah, membuat pemuda itu akhirnya bisa menikah dengan Sekar.
Danau Bendung, lama kelamaan surut dan mengering. Namun area bekas danau itu berubah menjadi daerah subur. Melihat adanya daerah yang subur dan luas, Wira, Sekar, berserta seluruh warga desa pindah ke tempat itu.
Mereka hidup Makmur dengan hasil panen berlimpah. Wira menjadi pemimpin di desa tersebut. Jadi, bekas Danau Bendung itulah yang melatar belakangi daerah yang kini dikenal dengan nama Bandung.
Advertisement
Banyak Versi
Sedangkan dikutip dari jurnal Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung yang disusun Nandang Rusnandar yang berjudul 'Sejarah Kota Bandung "Bergedessa" (Desa Udik) Menjadi Bandung "Heurin Ku Tangtung" Metropolitan (2010), mengupas perkembangan Bandung dari masa ke masa.
Dalam jurnal itu banyak versi yang muncul tentang asal-usul nama Kota Bandung. Menurut Kamoes Soenda dalam jurnal itu menyebutkan, Bandoeng artinya banding, ngabandoeng artinya ngarendeng (berdampingan), bandoengan artinya parahoe doe direndengkeun make sasag (dua perahu yang berdampingan disatukan dengan mempergunakan bambu yang dianyam).
Ngabandoengan artinya ngadengekeun nu ker matja atawa nu keur ngomong (menyimak orang yang sedang membaca atau yang sedang berbicara). Asal-usul kata Bandung di Sunda identik dengan banding, artinya berdampingan.
Pendapat lain mengatakan Bandung mengandung arti besar atau luas. Ada pula yang menyebut Bandung berasal dari kata bandeng atau sebutan untuk genangan air. Tepatnya, genangan air yang luas dan tampak tenang.
Pendapat asal-usul Bandung itu masih diduga berkaitan dengan peristiwa terbendungnya aliran Sungai Citarum oleh lahar Gunung Tangkuban Perahu, sehingga terbentuk sebuah danau besar. Danau ini kemudian dikenal sebutan Danau Bandung atau Bandung Purba.
Penyebutan Danau Bandung ini digunakan setelah daerah bekas danau itu berdiri pemerintah Kabupaten Bandung. Pendapat lainnya menyebutkan kata Bandung berasal dari bandong. Pendapat ini muncul sesuai dengan penemuan daerah oleh Mardijker Julian de Silva.
Menurut catatan Dr Andries de Wilde dalam jurnal Patanjala itu menyebutkan, Mardijker Julian de Silva merupakan seorang pemilik kopi yang sangat luas. Kemudian, ia menikahi seorang gadis yang berasal dari Kampung Banong (daerah Dago Atas).
Kata Banong berasal dari kata Bandong, karena terjadi nasalisasi, konsonan rangkap dari bandong menjadi banon. Beranalogi dari nama tempat atau nama beberapa sungai di Kota Bandung, nama-nama tempat banyak diambil dari nama-nama pohon yang tumbuh di alam sekitarnya, seperti Cibaduyut berasal dari nama pohon baduyut (Frichosanthes villosa BL), Binong berasal dari nama pohon binong (Sterculia javanica).