Liputan6.com, Aceh - Ruang publik sedang diinvasi. Sore itu, suara musik yang terdengar dari tempat permainan odong-odong di kawasan wahana permainan anak Lampriet Aceh lambat laun mulai tenggelam oleh bunyi-bunyian bingar dari lapak sebelah.
Tampak kentara bahwa lelaki gondrong berkacamata itu sedang dalam keadaan trans. Ia seakan bertarung dengan dua kotak kecil alat pengubah sinyal suara di depannya.
Dia adalah Benny. Kenop kedua efek gitar itu pun diputarnya secara bergantian dengan gestur tubuh yang atraktif. Tangannya sesekali menyentuh tuts piano digital yang terdapat pada layar telepon pintar miliknya.
Advertisement
Baca Juga
Sementara itu, pelantang secara konstan mengeluarkan pelbagai bebunyian. Dari yang mirip tembakan laser, suara radio mencari frekuensi, hingga serangan badai gurun.
Terdengar pula bunyi seperti roket sedang menanjak naik ke langit dalam kecepatan cahaya kemudian digantikan oleh suara yang lenyap sedikit demi sedikit sebelum jatuh dalam keheningan.
Kemudi pertunjukkan pun berpindah tangan. Kali ini suara yang keluar turut dibantu oleh kotak CPU bekas yang telah dipasangi senar serta pick up gitar.
Terhitung lebih dari lima efek yang digunakan untuk memanipulasi suara selama pertunjukkan. Namun, ada satu momen saat nuansa yang terbangun terasa seperti salah satu scene dalam War of The Worlds.
Bunyinya seperti raungan trompet berasal dari tanduk raksasa yang keluar sewaktu pesawat alien berkaki jenjang melangkah di ketinggian berkabut. Menebar mimpi buruk di tengah-tengah umat manusia yang pasrah.
Â
Saksikan Video Pilihan Ini:
Melawan Kapitalisme
Sekilas, demikian perhelatan musik bergenre Noise Experimental bertajuk Meu/Riyoh di sudut Kota Banda Aceh, Kamis (13/10/2022). Itu sebuah tampilan musik yang terbilang baru di provinsi tersebut.
Pertunjukkan ini ditampilkan dengan sangat sederhana. Di atas terpal silver kusut selebar lebih kurang 1x1 meter kabel-kabel audio berserakan dalam gulungan-gulungan kecil yang saling terlilit.
Sebuah komputer jinjing di atas pelantang berukuran 8 inci. Membran pelantang itu terkadang bergetar hebat, tergantung volume suara yang dikeluarkan.
Di lokasi memang terlihat sejumlah kafe dadakan, namun Noise Experimental terlihat anomali dalam ruang publik yang diisi oleh wahana permainan anak, seperti odong-odong dan istana perosotan balon.
Menurut Dana, salah satu musisi penggagas pertunjukkan itu, secara simbolik, Meu/Riyoh merupakan proyek yang digelar untuk melawan kapitalisme.
"Kita percaya bahwa kebisingan di ruang publik yang ada saat ini lahir disebabkan Revolusi Industri. Kita ingin mengembalikan itu ke tempat asalnya, yaitu ruang publik," kata pemilik studio Laboratorium Bunyi itu, Kamis sore.
Selain Dana, performa sore itu diisi oleh Benny Kay. Keduanya terbagi ke dalam dua jenis eksperimen bunyi, yakni Ambient dan Harsh.
Musik bergenre Noise Experimental sendiri sebenarnya bukan hal baru. Hanya saja, pergerakannya mungkin kurang diketahui oleh banyak orang.
Genre musik satu ini merayap perlahan melawan arus budaya musik populer dengan cukup solid, katanya. Dalam Noise Experimental, kebisingan diolah sehingga memiliki tujuan.
Bunyi-bunyian dan suara yang diperoleh dari lingkungan sekitar dan juga suara dari alat-alat elektronik sengaja dimanipulasi untuk menghasilkan musik ber-genre experimental-noise.
Demikian tulis Annamira Sophia Latuconsina dalam penelitiannya, Jogja Noise Bombing: Komunitas Experimental Noise di Jogjakarta (2014).
Invasi ruang publik masih akan dilangsungkan di Banda Aceh. Kedatangan genre satu ini diharap memberi warna dan wawasan bagi iras permusikan di Aceh.
Advertisement