Revisi UU Narkotika Harus Jadi Momentum Pemugaran Definisi 'Pulih dari Adiksi'

Revisi UU Narkotika disebut tidak mengatur soal definisi apa itu pulih dari adiksi narkoba.

oleh Dikdik Ripaldi diperbarui 02 Nov 2022, 07:00 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2022, 07:00 WIB
Ilustrasi narkoba, obat-obat terlarang
Ilustrasi narkoba, obat-obat terlarang. (Photo by MART PRODUCTION from Pexels)

Liputan6.com, Bandung - Mantan Kepala Pusat Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN), dr Benny Ardjil, mengatakan, revisi Undang-Undang (UU) Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika penting untuk turut memuat definisi 'pulih dari adiksi' narkoba secara lebih objektif dan jelas seturut perkembangan medis.

UU Narkotika kini disebut tidak memuat definisi tersebut, setiap pihak kerap mendefinisikan pulih secara sendiri-sendiri dan cenderung rancu. Kerancuan paradigma itu kemudian berimbas pada manajemen pemulihan yang menjadi tidak memadai. Menurut Benny, pendefinisian ini harus dibenahi dalam revisi UU Narkotika.

“Definisi pecandu itu ada. Definisi soal rehabilitasi juga ada, tapi tidak ada definisi tertulis (tentang pulih), terutama dalam undang-undang, sehingga semua orang punya definisi sendiri, akhirnya tidak jelas”.

Pernyataan tersebut disampaikan Benny saat menjadi narasumber dalam diskusi publik yang digelar oleh Kanal Indonesia tanpa Stigma, Aliansi Jurnalis Independen Bandung, dan Asosiasi Antropologi Indonesia, beberapa waktu lalu di Kota Bandung.

Merujuk salinan draf rancang undang-undang tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang diterima Liputan6.com, dalam pasal 1 termuat 25 pendefinisian istilah-istilah terkait, tapi memang tidak ditemukan poin yang menjelaskan apa itu pulih.

“Padahal itu kan harusnya satu keseluruhan. Pecandu itu inputnya, rehabilitasi prosesnya, lalu outputnya pulih, tapi tidak didefinisikan. Ketika kita melakukan sesuatu seharusnya kan hasilnya itu mesti jelas,” katanya.

 

Sampai sekarang, kata Benny, paradigma pulih dari adiksi narkoba di Indonesia masih cenderung dipahami sebagai abstinent atau tidak menggunakan sama sekali.

“Nah, itu kita sudah ketinggalan, jadi di dalam progres pendefinisian di seluruh dunia kata abstinent itu dihilangkan, karena justru inilah yang menghambat proses pemulihan kondisi kronis,” ujarnya.

“Di Amerika sendiri tidak berhasil, definisi yang mengatakan pulih itu abstinent, bukan pulih dulu lalu ada perubahan perilaku, tapi sebaliknya. Sekarang yang dianut Kementerian Kesehatan Amerika pulih itu process of change,” imbuhnya.

Benny juga mengkritisi penyelesaian masalah adiksi narkoba di Indonesia yang masih cederung berparadigma pemidanaan yang mengedepankan efek jera.

“Dalam proses pemulihan ini jangan berpikir menjerakan. selama ini kan selalu berpikir gitu dalam undang-undang, bagi pengguna bisa dikenakan tindakan pidana. Ini tidak menyelesaikan masalah,” katanya.

Benny berpendapat, pembenahan kerja pemulihan itu harus dimulai dengan pendefinisian pulih secara objektif dengan pendekatan medis. Benny menerangkan, adiksi narkoba dianggap sebagai penyakit kronis yang membutuhkan penanganan secara berkelanjutan.

“Begitu definisi ini ditegakkan, akan bisa ada perubahan manajemen dari pemulihan, mungkin soal kesehatanya akan kembali ke urusan Kementerian Kesehatan, bukan penegak hukum,” katanya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya